Sejak pertengahan minggu lalu hingga akhir pekan, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menggelar lawatan ke Timur Tengah. Lewat lawatan itu, AS ingin menjaga agar pengaruhnya tetap terjaga.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·3 menit baca
JEDDAH, SABTU Di tengah polarisasi dunia, Amerika Serikat tidak ingin kehilangan sekutu tradisionalnya. Langkah itu tampak jelas dalam lawatan Presiden AS Joe Biden ke Timur Tengah. Bahkan, saat berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk, Sabtu (16/7/2022), Biden menegaskan bahwa AS akan terus terlibat di Timur Tengah serta tidak akan membiarkan pengaruhnya digantikan oleh negara-negara besar lain.
”Kami tidak akan pergi dan meninggalkan kekosongan untuk diisi oleh China, Rusia, atau Iran,” kata Biden di Jeddah, Arab Saudi. ”Jadi, izinkan saya merangkum semua ini dalam satu kalimat. Amerika Serikat berinvestasi dalam membangun masa depan yang positif di kawasan ini dalam kemitraan dengan Anda semua, dan Amerika Serikat tidak akan ke mana-mana.”
Tak hanya itu, Biden, yang sebelum bertandang ke Jeddah melawat ke Tel Aviv, juga mendorong agar negara-negara besar Arab mengintegrasikan Israel dalam kekuatan bersama menanggapi tantangan di kawasan, terutama Iran. ”Kami percaya ada nilai besar dengan memasukkan sebanyak mungkin kemampuan di kawasan ini dan tentu saja Israel memiliki kapasitas pertahanan udara dan rudal yang signifikan, sebagaimana yang mereka butuhkan,” kata seorang pejabat senior AS kepada kantor berita Reuters.
Negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk adalah Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dalam pertemuan di Jeddah kali ini hadir pula Mesir, Jordania, dan Irak.
Langkah AS untuk memastikan pengaruhnya tetap terjaga di kawasan Timur Tengah dapat dimaklumi. Meskipun Israel— dengan dukungan AS—berhasil menjalin kerja sama dengan negara-negara Arab Teluk dalam Kesepakatan Abraham, Washington masih perlu memastikan posisi negara-negara besar Arab, seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, yang kini kian mandiri.
Hingga saat ini, di tengah upaya Washington dan sekutu Barat menekan Rusia dengan beragam sanksi, Riyadh dan Abu Dhabi tak terlalu hirau. Pada saat yang sama, pengaruh global China, termasuk di Timur Tengah, juga menguat. Seiring itu, dimotori Irak, Baghdad terus mengupayakan dialog Arab Saudi-Iran.
Di tengah dinamika itu, Biden tak bisa mengabaikan Arab. Apalagi saat ini ketika dunia dihantui krisis energi. Biden meminta agar Arab Saudi meningkatkan produk minyak mereka agar harga minyak tidak terus-menerus meroket.
Kantor Kepresidenan Mesir dalam sebuah pernyataan juga mengungkapkan isu senada. Saat bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi, Biden membahas isu ketahanan pangan dan gangguan pasokan energi. Sebagai catatan, pada masa-masa awal kepresidenan Biden, relasi AS-Mesir agak dingin. Hal itu disebabkan oleh kritik AS atas isu hak asasi manusia di Mesir.
Sejumlah pihak menilai, kehadiran Biden dalam KTT yang digelar Sabtu di Jeddah memperlihatkan isyarat damai antara AS dan Dunia Arab. Biden pun mengundang Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohamed bin Zayed al-Nahyan.
Sementara itu, dalam sambutannya di KTT, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman berharap akan membangun era baru bersama, AS-Arab, dengan memperdalam kemitraan strategis. Sebelumnya, AS dan Arab Saudi menandatangani 18 perjanjian, di antaranya di bidang energi, ruang angkasa, kesehatan, dan investasi.