Macron Selamat dari Mosi Tidak Percaya di Tengah Skandal Uber
Macron terungkap menjadi "pelicin" bagi perusahaan internasional Uber ketika masih menjabat sebagai menteri keuangan Perancis. Namun, usaha sejumlah anggota parlemen menyingkirkannya gagal.
PARIS, SELASA — Presiden Perancis Emmanuel Macron lolos dari mosi tidak percaya yang dilontarkan oposisi di parlemen. Macron menuai kontroversi karena penyelidikan Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi atau ICIJ menemukan, ketika masih menjabat sebagai menteri, Macron bertindak sebagai pelobi untuk perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, Uber.
Mosi tidak percaya diajukan di bawah koordinasi partai politik sayap kiri France Insoumise. Mereka mengemukakan, seorang pejabat negara tidak bisa menjadi makelar politik, apalagi pelobi untuk perusahaan. Dituduh mendiskreditkan publik Perancis, Macron harus mundur dari jabatannya sebagai presiden jika dikenakan mosi tidak percaya. Padahal, ia baru dilantik Mei lalu.
Namun, mosi itu tidak lolos karena mayoritas anggota parlemen menolak menandatanganinya. Sejatinya, politisi sayap kiri dan kanan sama-sama menyerang Macron terkait andilnya dalam memberi lampu hijau kepada Uber.
Baca juga: Masa Depan GoTo, Hasil Merger Gojek dengan Tokopedia
”Akan tetapi, ini bukan berarti ia harus mundur. Ada banyak cara untuk memberi tanggung jawab. Situasi negara saat ini jauh lebih penting dan lebih baik Macron tetap sebagai presiden,” kata politikus partai sayap kanan Rassemblement National kepada media Euractiv, Selasa (12/7/2022).
Jadi pelobi
Skandal terungkap ketika surat kabar Inggris,The Guardian, menerima 124.000 berkas mengenai kinerja perusahaan teknologi pengelola jasa angkutan dari AS, Uber, selama periode 2013-2017. Guardian, yang merupakan anggota ICIJ, membagikan berkas itu kepada 42 anggota konsorsium, termasuk Le Monde di Perancis dan The Washington Post di AS.
Uber memasuki Perancis tahun 2012 dan sejak itu mengakibatkan berbagai kontroversi. Pemerintah di bawah Presiden Francois Hollande kala itu mayoritas diisi politikus sosialis. Model bisnis Uber dianggap tidak mendukung kesejahteraan kalangan kerah biru, terutama para sopir taksi konvensional. Uber berani menawarkan harga yang lebih murah untuk jasa mereka sehingga taksi reguler kalah bersaing.
Baca juga: Merger dan Akuisisi Bakal Marak di Tengah Pandemi
Di samping itu, para sopir yang bekerja untuk Uber juga tidak terikat kontrak kerja sehingga bisa melakukannya paruh waktu. Mereka tidak membayar pajak maupun berbagai kewajiban seperti yang dilakukan sopir taksi konvensional.
Pada Juli 2015, Pemerintah Perancis resmi melarang UberPop, yaitu layanan aplikasi yang membuat setiap orang bisa mendaftar menjadi sopir Uber paruh waktu. Ternyata, hal yang dikira kemenangan oleh pemerintah ini adalah kongkalikong Menteri Keuangan Macron dengan Uber.
Le Monde menerangkan, pada Oktober 2014 sebelum pemerintah menelurkan Undang-Undang Thevenoud yang mengatur mengenai jasa angkutan umum, termasuk hak dan kewajiban ketenagakerjaan, Macron bertemu dengan empat petinggi Uber. Mereka adalah pendiri sekaligus Direktur Utama Uber Travis Kalanick; Wakil Dirut Uber David Plouffe; Direktur Uber Eropa Barat—kini menjabat sebagai Direktur Uber Eats—Pierre Dimitri Gorre-Coty; dan pelobi utama Uber untuk kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Mark MacGann.
Baca juga: Usaha Rintisan Menghadapi Realitas Baru
Rapat itu berlangsung di kantor kementerian keuangan, Gedung Bercy, selama satu jam. Setelah itu, keempat petinggi Uber itu keluar dengan kaget tetapi puas. ”Luar biasa. Perancis ternyata sayang kepada kita,” kata MacGann dalam surel yang ia sebarkan kepada anak buahnya.
MacGann adalah orang yang membocorkan berkas-berkas Uber itu kepada The Guardian. Ia keluar dari perusahaan pada tahun 2017. Dalam wawancara dengan The Washington Post, ia menjelaskan awalnya tertarik dengan usaha-usaha rintisan yang mendisrupsi perekonomian global. Akan tetapi, di balik gagasan-gagasan radikal yang di luar pakem itu, MacGann mengaku menemukan banyak kebohongan.
”Uber memakai semua cara untuk meningkatkan derajat dan reputasi mereka. Banyak peneliti dan akademisi dibayar untuk menulis makalah yang menyanjung praktik bisnis Uber. Uber juga menempeli banyak sekali politikus di Eropa dalam level lobi yang belum pernah saya alami sebelumnya,” kata warga Irlandia tersebut.
Kesepakatan dalam pertemuan di Bercy itu ialah Uber bersedia fitur UberPop ditutup. Sebagai balasan, Macron berjanji untuk mendekati orang-orang terkait di pemerintahan guna melicinkan lahirnya aturan-aturan baru yang menguntungkan Uber.
Sejatinya, ini wilayah abu-abu yang merupakan celah bagi Macron karena sebagai menteri bidang ekonomi ia memang bertugas menarik investor dan inovator untuk mengembangkan usaha di Perancis. Permasalahannya, Pemerintah Perancis sejak awal tidak menyetujui cara Uber berbisnis. Semua pertemuan Macron dengan Uber selama tiga tahun itu tanpa sepengetahuan eksekutif maupun legislatif.
Baca juga: Pelajaran dari Uber
Dalam debat calon presiden tahun 2016, Macron ditanya mengenai simpati dia terhadap usaha-usaha rintisan. Ia menjawab, dirinya meyakini prinsip ekonomi neoliberalisme, yaitu ada kesempatan kerja yang terbuka bagi semua kalangan rakyat Perancis. Bursa kerja konvensional masih tidak bisa diakses pada tahap tertentu oleh kalangan miskin, ras minoritas, ataupun orang-orang yang baru keluar dari penjara.
Macron berpendapat, adanya usaha rintisan seperti Uber memberi pekerjaan bagi orang-orang yang awalnya berhadapan dengan jalan buntu. ”Tanpa usaha rintisan, masyarakat bisa memberi pilihan apa bagi orang-orang ini? Menyuruh mereka menjadi preman atau pengedar narkoba?” katanya.
Baca juga: Polemik Merger Grab dan Uber
Ia berargumen, suka ataupun tidak suka, keberadaan Uber di Perancis mengubah bisnis jasa angkutan umum. Taksi-taksi konvensional yang awalnya jorok, tidak ramah, dan ugal-ugalan mempermak layanan mereka menjadi menarik bagi publik. Masyarakat yang paling diuntungkan karena mereka memiliki lebih banyak pilihan transportasi.
Bocoran data
Bagi MacGann, pada awalnya semua tampak lancar. Sampai akhirnya muncul berbagai unjuk rasa melawan Uber di seluruh dunia. ”Unjuk rasa ini banyak yang berakhir dengan kerusuhan. Saya tidak menyangka dampaknya bisa seserius ini, bahkan keluarga saya sampai terancam. Akhirnya saya mempelajari kembali kinerja bisnis Uber dan memutuskan untuk bertanggung jawab dengan memberi tahu media,” tuturnya.
Jill Hazelbaker, Juru Bicara Uber, mengeluarkan pernyataan meminta maaf kepada publik. Ia mengungkapkan, Uber menyesali cara mereka menjalankan usaha di masa lalu. Sekarang, perusahaan ini memiliki sistem serta etika kerja yang berbeda dan berkoordinasi dengan pemerintah lokal.
Baca juga: Saatnya Usaha Rintisan Mengenal Aturan Persaingan Usaha
Data yang dibocorkan MacGann ini turut mengungkapkan, Uber membayar sejumlah akademisi dari universitas-universitas top Eropa dan AS untuk menerbitkan makalah yang menyanjung mereka. Augustin Landier dan David Thesmar, para ahli ekonomi dari Perancis, misalnya, dibayar 100.000 euro untuk menulis makalah yang kemudian dikutip harian Financial Times, meskipun surat kabar ini tetap mengulas keberadaan Uber dari perspektif yang kritis dan menggunakan berbagai narasumber.
Intinya, tulisan-tulisan ini menyebutkan Uber mengurangi pengangguran dan merupakan pola kerja yang lebih fleksibel bagi masyarakat zaman sekarang. Landier, Thesmas, dan para ahli yang menerbitkan makalah untuk Uber ini masing-masing mengeluarkan keterangan pers yang mengatakan, pada makalah-makalah mereka selalu dijelaskan itu penelitian yang disponsori Uber. Hal ini bukan pelanggaran kode etik akademisi karena pusat-pusat penelitian lumrah menerima permintaan riset dari pihak swasta.
Ekonom Universitas Chicago, Hubert Horan, kepada The Guardian menjelaskan, penelitian tersebut sejatinya melanggar kode etik karena menutupi beberapa faktor. Penelitian bersponsor sekalipun wajib berpandangan netral dan menyampaikan fakta secara apa adanya.
Baca juga: Pengemudi Minta Legalitas
”Mereka semua sengaja tidak mengungkit bisnis rintisan ini memakai cara ’bakar duit’. Jutaan dollar dana dari investor dihabiskan untuk promosi dan memberi subsidi bagi para sopir agar mereka bisa menerapkan tarif layanan yang murah kepada penumpang. Ini bukan model bisnis yang bertahan lama karena akan menghancurkan perusahaan. Jadi, tidak bisa dibilang ini pola bisnis masa depan,” papar Horan.
Di Perancis, Uber akhirnya mengurangi subsidi kepada sopir pada tahun 2017. Akan tetapi, tarif bagi penumpang tidak dinaikkan dan tetap murah. Akibatnya, sopir harus bekerja jauh lebih lama demi mengumpulkan honor. Model ini segera memberatkan sopir, terutama mereka yang masih harus melunasi cicilan mobil. Tidak sampai satu tahun, banyak sopir mengundurkan diri dari perusahaan tersebut.