Menolong Ukraina Tanpa Mengangkat Senjata
Selain bergabung dengan legiun asing, warga berbagai negara hadir di Ukraina untuk menjadi pekerja kemanusiaan. Mereka menggunakan dana sendiri.
Perang Rusia-Ukraina memicu keinginan orang dari berbagai negara terlibat. Sebagian ingin mengangkat senjata di garis depan. Sebagian lagi fokus menyelamatkan nyawa sebanyak-banyaknya. Banyak di antara mereka menghabiskan tabungan pribadi dan menggalang dana dari kenalan serta kerabat untuk mendanai kegiatan itu.
Jakub Jarowski (42), Andrez Cordero (33), dan Bryce Tomacek adalah sebagian dari orang-orang asing yang berusaha membantu Ukraina tanpa perlu maju ke garis depan. Tinggal di Lauceston, Inggris, sejak berusia 22 tahun, Jarowski tak pernah melupakan statusnya sebagai warga Polandia dan keluarga besar ayahnya dari Kharkiv, Ukraina.
Banyak di antara mereka menghabiskan tabungan pribadi dan menggalang dana dari kenalan serta kerabat untuk mendanai kegiatan itu.
Pada akhir Februari 2022, setelah pecah perang Rusia-Ukraina, Jarowski mengontak beberapa rekannya di Inggris. Mereka sepakat berangkat ke Ukraina. ”Niat awal kami bergabung dengan legiun asing. Kami meyakini itu cara terbaik membantu Ukraina,” ujar Jarowski kala ditemui di Kharkiv, Kamis (7/7/2022).
Pria yang bekerja sebagai tukang daging di Lauceston itu tiba di kampung halaman keluarga besarnya di Jaroslaw, Polandia, 6 Maret 2022. Jaroslaw terletak 30 kilometer di barat perbatasan Polandia-Ukraina. Dalam kondisi normal, perjalanan dari Jaroslaw ke perbatasan rata-rata 30 menit.
Saat Jarowski dan rekannya tiba, butuh waktu perjalanan lebih lama. Sebab, tenda untuk membantu pengungsi sudah menyebar di berbagai daerah sekitar perbatasan Ukraina-Polandia.
Sebagai ayah empat anak, ia mengaku terguncang menyaksikan begitu banyak anak-anak berada di tempat pengungsian. Ia tidak menyangka bisa melihat pemandangan itu setelah berpuluh tahun kerap mendengar cerita kakek buyutnya harus menjadi pengungsi sejak masih balita. ”Kakek buyut saya dari Kharkiv dan mengungsi ke Jaroslaw waktu umur 3 tahun,” katanya.
Dari berniat bergabung dengan legiun asing, ia memutuskan menjadi pekerja kemanusiaan. ”Sudah cukup pembunuhan. Saya harus terlibat menyelamatkan nyawa sebanyak-banyaknya. Teman-teman saya juga berpikir demikian,” ujar penggemar klub sepak bola Arsenal itu.
Di perbatasan Ukraina, Jarowski dan rekan-rekannya membantu menyeberangkan pengungsi. Ia menjadi penerjemah, pengantar obat dan makanan, hingga teman bermain anak-anak pengungsi. ”Kami melakukan apa pun yang bisa untuk membantu meringankan penderitaan mereka,” katanya.
Sudah cukup pembunuhan. Saya harus terlibat menyelamatkan nyawa sebanyak-banyaknya.
Sebagai warga Polandia yang tinggal di Inggris, ia bisa membantu menghubungkan pengungsi dengan para pekerja kemanusiaan dari berbagai negara. Karena kemiripan bahasa, orang Polandia dan Ukraina bisa berkomunikasi satu sama lain.
Kala gelombang pengungsi di perbatasan mulai reda, Jarowski memutuskan bergerak lebih jauh ke timur. Setelah Donetsk, ia melanjutkan pengabdiannya ke Kharkiv, kampung halaman kakek buyutnya.
Di sana juga masih banyak warga sipil yang tidak bisa kembali ke rumah masing-masing. Sebagian besar karena tempat tinggal mereka masih terus menjadi medan tempur. Akibatnya, banyak orang tinggal di stasiun kereta bawah tanah.
Cordero juga memutuskan bekerja di Kharkiv. Pemuda asal Brisbane, Australia, itu tiba di Kharkiv pada awal Juni 2022. Selama di Brisbane, ia pernah bekerja di gudang dan menjadi pekerja lepas desain grafis.
Sejak awal perang, ia sudah berkomunikasi dengan keluarga dan kenalannya soal membantu orang Ukraina. Tak punya pengalaman menembakkan senjata, apalagi bergabung dengan militer, ia sadar tidak mungkin masuk legiun asing Ukraina.
”Ayah mendorong saya membantu di sektor kemanusiaan. Karena bekerja di industri logistik, saya memutuskan membantu di sektor itu,” katanya.
Dengan tabungan dari hasil kerja selama beberapa tahun, ia membeli tiket pesawat ke Polandia lalu melanjutkan perjalanan lewat darat ke Ukraina. Di Kharkiv, ia juga mengeluarkan uang untuk menyewa kamar. ”Saya tidak mau menambah beban di sini. Saya ingin membantu,” ujarnya.
Bantuan melimpah di titik tertentu, sementara di wilayah lain malah kekurangan.
Sejak tiba di Kharkiv, ia membantu mengantarkan paket makanan dan obat ke berbagai tempat. Ia juga ikut mendata dan menyusun bantuan di gudang. Logistik memang menjadi persoalan penting untuk pengelolaan bantuan.
Perang membuat banyak negara dan pihak mau membantu Ukraina. Limpahan bantuan itu perlu dikelola agar bisa disalurkan secara cepat dan tepat. Ia memanfaatkan pengalamannya untuk membantu mengurai masalah itu.
”Bantuan melimpah di titik tertentu, sementara di wilayah lain malah kekurangan. Perlu mencari cara agar bantuan bisa diterima semua yang membutuhkan,” ujarnya.
Pengelolaan logistik juga dilakukan Bryce Tomacek. Selama enam tahun menjadi prajurit Angkatan Laut Amerika Serikat, ia sama sekali tidak pernah menembak. Di Ukraina pun, ia berharap tetap tidak perlu menembak.
Tomacek tiba di Kyiv pada 7 Juni 2022. Sejak berangkat dari California, AS hingga tiba di Kyiv, ia sudah meneguhkan diri tidak akan terlibat di garis depan sebagai pemegang senjata. “Selama di AL (AS), saya juga tidak pernah pegang senjata. Saya lama di gudang,” kata dia di Kyiv.
Ia mengaku bukan orang pemberani, tidak punya riwayat penugasan di medan tempur, dan menghabiskan karir militer di bagian logistik. “Saya bukan siapa-siapa. Hanya ingin berbuat sesuatu dalam tragedi kemanusiaan ini,” ujar mantan pegawai salah satu taman nasional di California itu.
Saya bukan siapa-siapa. Hanya ingin berbuat sesuatu dalam tragedi kemanusiaan ini,
Pengalaman sebagai anggota AL AS membuatnya tahu, perang bukan hanya soal menembak. Perang membutuhkan pengelolaan logistik. Tanpa tata kelola logistik baik, prajurit di garis depan akan kesulitan.
Selain tidak ada kejelasan pasokan peluru, orang-orang di garis depan bisa kelaparan karena kiriman makanan terhambat. Para komandan lapangan amat tahu, amat sulit menang perang jika perut bergejolak.
Berbekal pengalamannya sebagai petugas logistik, juga tabungan selama menjadi prajurit AL dan pegawai taman nasional, ia berangkat ke Kyiv. Dari California, ia terbang ke Jerman lalu berlanjut ke Polandia. Dari Polandia, ia naik kereta ke Kyiv.
Kini sarana transportasi dari dan ke Ukraina hanya tersedia kereta dan mobil. Tidak ada kapal laut, helikopter, atau pesawat keluar masuk Ukraina. Bandara Boryspil dan Pangkalan Udara Hostomel dekat Kyiv sudah lama ditutup untuk umum.Kereta ke Ukraina tersedia di Uzhorod bagi yang masuk dari Slovakia dan Mostyska bagi yang datang dari Polandia.
Mengingat Polandia menjadi tujuan utama pengungsian, kereta paling ramai berangkat dari stasiun Przemysl di Polandia. Kini, setiap hari ada dua kereta yang melayani rute Przemysl-Kyiv. Tomacek salah satu penumpang kereta dari Przemysl.
Berbekal pengalamannya sebagai petugas logistik, juga tabungan selama menjadi prajurit AL dan pegawai taman nasional, ia berangkat ke Kyiv.
Tiba di Kyiv, ia mendatangi sejumlah organisasi kemanusiaan dan menawarkan pengalamannya. Sejauh ini, ia sudah membantu beberapa organisasi kemanusiaan juga lembaga pemerintahan. “Tantangannya amat berbeda dibandingkan masa penugasan saya,” kata dia.
Selama di AL AS, ia bertugas di pangkalan AS di dekat Tokyo. Di sana, ia memastikan aneka kebutuhan pangkalan selalu tersedia. Bersama rekan-rekannya di bagian perbekalan, ia senantiasa mendata apa yang masih ada, apa yang perlu ditambah, apa saja yang disalurkan dan siapa penerimanya.
Semua itu dilakukan dalam kondisi damai, meski pangkalan-pangkalan AS di Jepang senantiasa dalam keadaan siap operasi sewaktu-waktu. “Kesiagaan dalam kondisi damai berbeda dengan ketangkasan untuk kondisi perang,” ujarnya.
Bantuan MelimpahSejak perang meletus, bantuan untuk Ukraina memang berdatangan dari berbagai penjuru. Wakil Kepala Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Penyaluran Bantuan Kemanusiaan (OCHA) kantor Lviv, James Weatherill menyebut bahwa di Lviv saja OCHA mencatat ada 300 lembaga memberi bantuan.
Mereka berasal dari lembaga internasional, milik negara, maupun lembaga amal swasta dari banyak tempat. “Kami membuat kantor penghubung untuk membantu mengoordinasikan semua itu,” kata dia.
OCHA membuat kantor di Kyiv, Dnipro, dan Lviv. Tugas kantor itu adalah menggali apa saja kebutuhan warga Ukraina lalu menginformasikan kebutuhan itu kepada para penyumbang. Kantor juga membantu komunikasi antara pemerintah daerah di Ukraina dengan para penyumbang dari berbagai negara.
Kepala Pusat Pengelolaan Bantuan Di Ukraina Barat Anna Palonka mengatakan, salah satu tantangannya justru bantuan banyak sekali. Sebagian bantuan itu untuk keperluan jangka pendek. “Kami harus memikirkan juga bantuan jangka panjang,” kata dia.
Paling tidak, dalam beberapa bulan mendatang harus mulai dipikirkan penampungan dan penyediaan pakaian hangat untuk para pengungsi. Sebab, suhu akan turun selama musim gugur mulai Agustus lalu musim dingin mulai Oktober.
Di Ukraina, musim dingin bisa membuat suhu turun di bawah nol derajat celcius.Padahal, ada jutaan warga Ukraina terpaksa meninggalkan rumah mereka dan kini tinggal di pengungsian. Di Lviv saja ada 250.000 orang mengungsi. Di berbagai provinsi dan kota Ukraina ada lebih banyak lagi.
Dalam beberapa bulan mendatang harus mulai dipikirkan penampungan dan penyediaan pakaian hangat untuk para pengungsi.
Tantangan lain adalah menyediakan layanan pendidikan. Karena harus mengungsi, banyak anak tidak mungkin sekolah di kampung halamannya. Selain itu, perang membuat banyak sekolah rusak. “Kami harus mencari cara agar anak-anak bisa segera kembali sekolah,” ujarnya.
Sementara Weatherill mengatakan, tantangan besar tentu saja perang masih berlangsung. Akibatnya, sulit menyalurkan bantuan ke warga yang terperangkap di garis depan. Ketiadaan koridor kemanusiaan membuat penyaluran bantuan dan evakuasi warga sulit dilakukan. “Mudah-mudahan perang segera berhenti. Krisis di mana pun sama, menyusahkan,” kata dia. (ILO/RAZ)