Berharap Tragedi Kemanusiaan Ini Segera Berakhir (Bagian 33 - Terakhir)
Perang Ukraina-Rusia belum kunjung berakhir. Korban terus berjatuhan. Meskipun demikian, nestapa tidak pernah menutup pintu harapan dan keyakinan, bahwa damai akan menjelang.
Oleh
KRIS MADA DAN HARRY SUSILO, DARI KHARKIV, UKRAINA
·4 menit baca
Telah berkecamuk lebih dari empat bulan, perang Ukraina-Rusia belum menunjukkan tanda akan mereda. Tragedi kemanusiaan ini telah merenggut ribuan nyawa, baik dari pihak Ukraina maupun Rusia, termasuk anak-anak. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, sebanyak 347 anak tewas dan 646 anak lainnya terluka berdasarkan data Kejaksaan Agung Ukraina hingga 7 Juli 2022. Selain mereka yang tewas, perang juga memaksa jutaan anak mengungsi dan mengalami trauma.
Sebagian dari mereka yang selamat kini hidup tanpa orangtua. Kami menemui Tanya (29) dan ketiga anak perempuannya, Anya (4 tahun), Vika (2,5 tahun), dan Ilya (1 bulan), di sebuah rumah warga di Zaporizhia, sekitar 560 kilometer tenggara Kyiv, Ukraina.
Saat sedang hamil besar, Tanya bersama Anya dan Vika dievakuasi pada akhir Februari dari Mariupol. Suami Tanya, seorang milisi, mesti tetap berada di Mariupol. Sayang, suami Tanya gugur dalam pertempuran pada pertengahan April 2022. Ilya, anak terakhir Tanya, lahir pada awal Mei 2022 di Zaporizhia tanpa sempat bertemu dengan ayahnya. Masa depan ketiga anak Tanya kini dibayangi ketidakpastian.
Ini menunjukkan perang tidak hanya merenggut nyawa korban, tetapi juga menjadi tragedi bagi keluarga yang ditinggalkan. Seperti pernah disampaikan Presiden ke-34 Amerika Serikat Dwight D Eisenhower, tidak ada satu pun kemenangan dalam pertempuran yang sebanding dengan darah yang dikeluarkan. ”There is no glory in battle worth the blood it cost.”
Perang ini juga telah menghancurkan setidaknya 45 juta meter persegi hunian sehingga jutaan warga Rusia dan Ukraina harus kehilangan rumah. Banyak warga yang terpaksa mengungsi ke stasiun bawah tanah. Hingga saat ini, di Kharkiv, sejumlah stasiun bawah tanah masih difungsikan sebagai tempat pengungsian.
Tidak hanya itu, banyak orangtua yang juga khawatir akan masa depan anaknya karena sekolah dan universitas turut hancur dihantam rudal. Dari data Pemerintah Ukraina, sebanyak 2.108 bangunan pendidikan rusak akibat perang, dan 215 di antaranya hancur total. Terakhir, pada Kamis (7/7/2022), sebuah bangunan universitas pendidikan di Kharkiv luluh lantak dihantam rudal selepas tengah malam.
Ya, perang telah melahirkan banyak penderitaan dan kehilangan. Tidak hanya kehilangan orang-orang yang dicintai dan tempat tinggal, perang juga membuat warga kehilangan pekerjaan, sumber penghidupan, dan tak terhitung kehilangan lain yang menyesakkan.
Di Desa Mala Rohan, Provinsi Kharkiv, perang juga merenggut sumber penghidupan para petani gandum. Serangan artileri menghancurkan lumbung gandum dan membuat ladang mereka tidak bisa ditanami karena masih penuh ranjau.
Saat ini, perang Ukraina-Rusia masih terus memanas, terutama di Donetsk, Luhansk, dan Kharkiv. Hampir setiap hari wilayah ini terkena serangan artileri dan rudal. Bagi warga di Donetsk dan Luhansk serta sebagian Kharkiv, perang tidak terjadi dalam beberapa bulan terakhir saja.
Mereka sudah terperangkap di tengah desing peluru sejak Maret 2014. Serangan Rusia pada 24 Februari 2022 hanya memperluas skala perang. Sebagian veteran dari perang 2014 kembali ikut perang kali ini.
Sebagian dari para veteran itu trauma dan berusaha mengelola depresi akibat perang. Saat ini, di tengah kecamuk perang, sejumlah tentara berharap perang dapat berakhir sebelum musim dingin.
Jalan damai
Dengan sejumlah kerusakan yang terjadi, akan sangat berat bagi Ukraina untuk memulihkan diri. Pada 2020, APBN Ukraina hanya 29,96 miliar dollar AS dan produk domestik bruto (PDB) negara itu hanya 155 miliar dollar AS. Sementara untuk pembangunan ulang Ukraina selepas perang akan dibutuhkan hingga 750 miliar dollar AS.
Pemerintah Ukraina saat ini masih memusatkan hampir seluruh energinya pada perang. Hampir semua aset diplomasi Ukraina dipakai untuk mencari persenjataan sebanyak-banyaknya demi tujuan akhir, yaitu mengusir Rusia keluar dari Ukraina. Kondisi itu dilematis bagi proses perdamaian.
Meskipun jalan menuju perdamaian Ukraina-Rusia masih terjal, tidak ada kata terlambat untuk menghentikan perang dan memilih jalan damai. Kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke Kyiv pada 29 Juni untuk bertemu Presiden Volodymyr Zelenskyy guna mendorong upaya damai disambut baik sebagian warga Ukraina.
”Kami berharap perang ini segera berakhir karena membuat kami menderita,” ujar Oleg (43), warga Kyiv.
Sehari berselang, atau pada 30 Juni, Presiden Jokowi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa dengan misi serupa. Presiden Jokowi menilai, perang Ukraina-Rusia telah berdampak secara global, terutama pada sektor pangan dan energi.
Jika melihat reruntuhan di sejumlah kota di Ukraina, tergambar betapa kejamnya perang ini, yang dengan cepat menghancurkan hidup manusia. Di Kharkiv, pada dinding sebuah apartemen yang hancur, ada guratan bertuliskan ”Waktu Sedang Mendengarkan Kita”.
Perang Ukraina-Rusia meletus karena alasan yang kompleks sehingga tidak mudah untuk menyelesaikannya dalam waktu singkat. Kendati demikian, seperti diingatkan pionir gerakan tanpa kekerasan dari India, Mahatma Gandhi, mata dibalas dengan mata hanya akan membuat buta satu dunia. Untuk itulah tragedi kemanusiaan ini perlu segera diakhiri.