Donetsk Perlu Evakuasi Massal
Nyaris tidak ada wilayah Donetsk yang aman dari gempuran Rusia. Paling sedikit 350.000 orang perlu dievakuasi dari beberapa kota dan distrik di wilayah itu.
KHARKIV, KOMPAS — Peningkatan serangan Rusia di Ukraina timur membuat evakuasi massal warga sipil menjadi kebutuhan pokok. Sepanjang Selasa (5/7/2022) malam hingga Rabu sore, kota-kota di Ukraina timur menjadi sasaran artileri, rudal, roket, dan mortar Rusia.
Universitas Pendidikan Nasional Kharkiv di pinggiran kota terkena rudal pada Rabu dini hari. Akibatnya, sebagian gedung bertingkat dua pada kampus itu hancur. ”Kami masih mengumpulkan bukti serangan serta memverifikasi kerugian dan korban. Belum jelas apakah ini dari rudal, roket, atau artileri,” kata penyidik pada Kantor Penyidik Kejahatan Perang di Kharkiv, Theodore Zhakarov, kala memeriksa kampus itu.
Ia, antara lain, menggali informasi soal satu korban tewas dan beberapa korban cedera akibat serangan itu. ”Sejauh ini kami belum bisa memastikan soal korban. Informasi soal keberadaan orang saat serangan terjadi belum bisa kami pastikan,” ujarnya.
Baca juga : Saltivka Menanti Kabar Gembira dari Lugano
Sementara penyelidik pada Badan Keamanan Negara (SBU) Ukraina, Pavlo, menyebut tidak ada korban jiwa dan cedera pada gedung pemerintahan yang meledak pada pukul 02.00. Gedung itu berada di pusat kota Kharkiv. ”Berdasarkan kepingan di lokasi, sementara bisa disimpulkan ledakan karena (rudal jelajah) Iskander,” ujarnya sembari menunjukkan salah satu pecahan badan rudal yang ditemukan di lokasi.
SBU mencatat laporan total enam ledakan besar di sejumlah lokasi Kharkiv pada Rabu. Ledakan besar biasanya berasal dari rudal dan roket, sedangkan ledakan lebih kecil berasal dari artileri dan biasanya menyasar daerah pinggiran Kharkiv. Sebab, jangkauan artileri lebih pendek. Berdasarkan evaluasi SBU dan Badan Intelijen Militer Ukraina, posisi Rusia sekitar 25 kilometer dari pinggiran kota Kharkiv.
Penguasa Darurat Militer Kharkiv Oleg Synegubov menyebut, ada gedung opera di Novobayarksyi yang menjadi sasaran rudal. Sepanjang Selasa, tiga warga Kharkiv tewas akibat serangan Rusia dan 10 orang cedera.
Evakuasi
Penguasa Darurat Militer Donetsk Pavlo Kyrilenko mengatakan, nyaris tidak ada wilayah Donetsk yang aman dari gempuran Rusia. ”Saya mendesak semua warga sipil segera mengungsi. Sudah tidak ada tempat aman. Mengungsilah demi nyawa Anda,” ujarnya.
Paling sedikit 350.000 orang perlu dievakuasi dari beberapa kota dan distrik di Donetsk. Kini, Rusia menggencarkan serangan di kota Slovyansk, Siversk, Kramatorsk, dan Bahkmut. Bahkan, Rusia mencoba menguasai jalan raya Slovyansk-Bahkmut. Pasukan Rusia membombardir jalan itu nyaris tanpa henti dari pagi ke pagi. Akibatnya, jalan itu nyaris mustahil dilewati siapa pun.
Baca juga : Jaringan Mata-mata Tunjukkan Perpecahan Sikap Warga Ukraina
Donetsk menjadi sasaran setelah provinsi tetangganya, Luhansk, praktis dikendalikan Rusia. Pengendalian penuh Rusia terjadi selepas pasukan Ukraina mundur dari kota Lysychansk, Minggu (3/7/2022). Markas Besar Angkatan Bersenjata Ukraina menyatakan, keputusan itu demi menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina di sana.
Penguasa Darurat Militer Luhansk Sergei Gaidai berkeras, perlawanan masih berlanjut di wilayahnya. Kelompok kecil pasukan Ukraina masih terus melawan tentara Rusia di berbagai titik di Luhansk. ”Kami masih terus memastikan musuh tidak akan mudah duduk di sini,” ujarnya.
Selain terus melawan, Gaidai dan jajarannya juga terus berusaha mengevakuasi warga sipil. Hampir 20.000 warga sipil masih tertahan di Sievierodonetsk dan Lysychansk. Di sejumlah kota lain, masih banyak warga sipil belum bisa keluar karena berbagai alasan.
Menurut dia, kekurangan pasukan dan persenjataan menjadi penyebab utama pasukan Ukraina sulit bertahan di Luhansk. Dibanding Rusia, kekurangan pasukan mencapai 1 berbanding 10, sementara kekurangan peluru paling tidak 1 berbanding 15. ”Untuk setiap satu kali tembakan kami, mereka membalas paling tidak 15 kali. Sumber daya mereka hampir tidak terbatas,” ujarnya.
Bahkan, Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Jenderal Valerii Zaluzhnyi mengatakan, Rusia menembakkan 2.000 peluru artileri di Luhansk dan Kharkiv saja. Moskwa masih menambahnya dengan rudal, roket, dan mortar. Dalam sepekan terakhir, sudah lebih dari 200 rudal ditembakkan Rusia ke berbagai wilayah Ukraina. Sebagian bisa ditangkis, tetapi lebih banyak yang mencapai lalu meledakkan sasaran.
Hambatan pasokan
Karena itu, Ukraina terus meminta Amerika Serikat dan sekutu serta mitranya menambah pasokan persenjataan. Washington dan sekutu serta mitranya menjanjikan aneka persenjataan bernilai miliaran dollar AS kepada Ukraina. Sampai sekarang, belum sampai 20 persen persenjataan itu diterima Ukraina.
”Semua persenjataan membutuhkan pelatihan untuk memakai dan merawatnya. Di AS, biasanya butuh pelatihan berbulan-bulan. Sementara orang Ukraina diharapkan bisa menguasai semua keterampilan itu dalam hitungan pekan. Ini sangat sulit,” kata Penasihat Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Amerika Serikat Mark Cancian.
Baca juga : Warga Cemaskan Pendidikan Anak
Pensiunan perwira bidang logistik yang pernah bertugas di Irak dan Kementerian Pertahanan AS itu mengatakan, faktor internal Ukraina dan AS serta sekutu dan mitranya berkontribusi pada kondisi itu. Persenjataan yang dijanjikan ke Ukraina berasal dari berbagai produsen. ”Hal yang menggembirakan, peluru artilerinya sama dan bisa dipakai meriam Perancis, Belanda, atau AS. Lainnya, sistem berbeda dan butuh keterampilan berbeda,” ujarnya.
Perawatan menjadi masalah penting sehingga pelatihan keterampilan untuk perawatan aneka persenjataan harus dikuasai Ukraina sebelum menerima senjata. ”AS dan mitra sangat bisa mengirimkan semua yang diinginkan Ukraina sekarang juga. Masalahnya, semua persenjataan itu akan berkarat dan tidak bisa digunakan kalau dikirim sekarang. Hampir tidak ada orang Ukraina bisa memakai dan merawatnya,” kata Cancian.
Selama puluhan tahun, Ukraina terbiasa dengan persenjataan buatan Uni Soviet yang sama sekali berbeda dengan persenjataan AS dan sekutu serta mitranya. Artileri Ukraina memakai kaliber yang sama dengan Rusia. ”Masalahnya, pabrik peluru ada Rusia. AS secara harfiah kini berkeliling membeli amunisi era Uni Soviet untuk diberikan ke Ukraina. Opsi paling masuk akal sembari menanti Ukraina bisa memakai (senjata) standar AS,” ujarnya.
Di sisi lain, Cancian menaksir Rusia akan kesulitan meningkat kapasitas produksinya. Berdasarkan laporan dalam beberapa pekan terakhir, Rusia semakin intensif menggunakan persenjataan era Soviet. ”Mereka tetap bisa merawat dan memproduksi yang baru. Masalahnya, kapasitas produksi mereka terbatas. Senjata-senjata itu sistem lama,” ujarnya.
Padahal, seperti yang diungkap dalam buku Panduan Pertahanan Rusia 2015 dan Laporan Badan Intelijen Pertahanan AS 2017, Rusia merombak besar-besaran militernya mulai 2012. Sejumlah persenjataan lama tidak lagi dipakai walau pabrik dan bengkelnya tetap dirawat.
Kebingungan
Cancian juga mengatakan, persenjataan AS dan sekutunya akan semakin banyak datang dalam beberapa bulan mendatang. Karena itu, Ukraina akan semakin membutuhkan banyak orang.Spekulasi peningkatan kebutuhan orang di pasukan Ukraina juga merebak setelah Jenderal Zaluzhnyi mengumumkan aturan pergerakan bagi warga yang masuk daftar wajib militer dan komponen cadangan. Orang-orang dalam kategori itu perlu izin khusus untuk meninggalkan area tempat tinggalnya.
Baca juga : Rentetan Ledakan Bom Mengubah Kharkiv seperti Kota Mati
”Warga negara yang terhormat, anggota wajib militer, dan mereka yang memenuhi syarat (menjadi) anggota wajib militer, saya mengingatkan Anda, kita sedang berperang. Negara membutuhkan Anda. Semua yang belum terdaftar atau belum dipanggil harus melapor. Siapa pun yang akan bepergian keluar distrik atau wilayah (tempat tinggal) harus mendapat izin dari Kantor Pendataan Anggota di wilayahnya,” demikian pernyataan tertulis Zaluzhnyi pada Selasa sore.
Ia juga menyiarkan dokumen berisi prosedur mendapatkan izin tersebut. Dalam pengumuman itu, ia menyatakan, tidak akan ada pembatasan gerak dalam beberapa hari mendatang. Pengumuman itu disebut sebagai pengingat ulang atas ketentuan yang sudah berlaku sejak perang meletus pada 24 Februari 2022.
Pengumuman itu memicu kebingungan warga. Akibatnya, Zaluzhnyi dan Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov mendadak dipanggil Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Rabu. ”Saya memerintahkan Menteri Pertahanan, Kepala Staf Umum, dan Panglima Angkatan Bersenjata melaporkan ke saya terkait semua hal untuk persetujuan pergerakan bagi anggota wajib militer dan komponen cadangan. Saya meminta Kepala Staf Umum tidak membuat keputusan tanpa (izin) saya,” ujar Zelenskyy lewat pengumuman pada Rabu.
Sejak perang meletus, Ukraina melarang hampir seluruh pria berusia 18 tahun hingga 60 tahun meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Mereka diminta bersiap dipanggil ke pasukan, baik di militer organik maupun pertahanan wilayah, sewaktu-waktu.
Perempuan
Warga juga kebingungan dengan informasi mobilisasi perempuan. Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Maliar menuding, ada pihak-pihak yang menyesatkan warga dengan kabar palsu. ”Sampai sekarang tidak ada keperluan mobilisasi perempuan ke Angkatan Bersenjata Ukraina dan tidak ada rencana melarang perempuan bepergian ke luar negeri. Bahkan, rencana itu tidak pernah dibahas sampai sekarang,” ujarnya.
Ia membenarkan, di angkatan bersenjata banyak perempuan bergabung. Mereka dinyatakan bergabung atas keinginan sendiri dan tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan pria, semua perempuan Ukraina tetap dibebaskan bergerak bahkan meninggalkan negara itu selama perang. Karena itu, mayoritas pengungsi Ukraina merupakan perempuan dan anak berusia di bawah 18 tahun.
Baca juga : Yang Menjadi Puing karena Perang
Kebingungan soal wajib militer bagi perempuan meruak hampir bersamaan dengan pengumuman Zaluzhnyi. Sejumlah media massa Ukraina mengabarkan pembatasan gerak bagi perempuan yang bekerja di sektor tertentu. Pakar kimia, biologi, fisika, konstruksi sipil, hingga teknologi pangan termasuk yang disebut dilarang bepergian ke luar negeri.