Serangan bertubi-tubi Rusia juga berdampak pada sejumlah bangunan sipil, termasuk bangunan sekolah. Hancurnya fasilitas pendidikan itu mengancam kelangsungan masa depan pendidikan di Ukraina.
Oleh
kris mada dan harry susilo dari kharkiv, ukraina
·5 menit baca
KHARKIV, KOMPAS - Pengeboman aneka sarana pendidikan membuat warga Kharkiv, Ukraina, cemas pada masa depan pendidikan anak-anak mereka. Kecemasan semakin meningkat karena perang Rusia-Ukraina belum jelas kapan berakhir.
Sejak Jumat hingga Senin, di kota Kharkiv saja ada tiga sekolah menjadi sasaran pengeboman. Pada Senin (4/7/2022) pukul 04.00, dua rudal meledak di kompleks SD 47 Kharkiv. Salah satu bom meledak di halaman dan satu lagi menghancurkan sebagian dari bangunan utama gedung sekolah tiga lantai tersebut.
Sementara pada Minggu pagi, roket meledak di halaman salah satu SD di Distrik Novobayarski. Adapun Jumat pagi, salah satu bangunan di dalam kompleks SMP di Distrik Slobid hancur terkena rudal.
Rudal pada Senin pagi merusak hampir seluruh perabotan sekolah di lantai pertama. Kebakaran menghanguskan bagian bangunan seluas 60 meter persegi. Dinas Pemadam Kebakaran mengerahkan enam mobil pemadam dan 30 petugas ke lokasi. Hingga Senin sore, petugas tanggap darurat dan sukarelawan masih membersihkan reruntuhan gedung.
Selain di kompleks sekolah, pembersihan juga dilakukan di lingkungan sekitar. ”Kami mencari kepingan rudal, terutama bagian yang bisa meledak. Sebagian lagi dikumpulkan untuk menjadi bukti kejahatan ini,” kata Yevgeniv, seorang polisi.
Ia mengukur lubang selebar 5 meter dan sedalam 3 meter akibat ledakan itu. Selain memeriksa lubang, ia dan rekannya juga menggali informasi soal korban. Saat rudal meledak, ada beberapa orang di sekolah itu.
Khawatir
Salah seorang wali murid SD 47 Kharkiv, Nikolay, mengatakan, anak-anaknya menangis saat mendengar sekolah mereka hancur. Pada Minggu malam, ia dan kedua anaknya sedang membahas persiapan tahun ajaran baru. Menurut rencana, sekolah akan kembali dimulai pada 1 September 2022. ”Senin pagi, ternyata sekolah mereka terkena (rudal jelajah) Iskander,” kata anggota Angkatan Bersenjata Ukraina itu.
Gara-gara ledakan itu, ia meminta istri dan anak-anaknya tetap tinggal di Bulgaria sampai waktu yang belum ditentukan. Meski demikian, ia bingung soal proses belajar kedua putri kembarnya itu. ”Mereka sangat bersemangat dan sudah tidak sabar segera sekolah lagi. Guru-guru sudah memberikan materi tambahan untuk persiapan masuk sekolah,” kata Nikolay.
Selama dua tahun terakhir, anaknya menjalani sekolah jarak jauh. Awalnya karena pandemi, selanjutnya karena harus mengungsi gara-gara perang. Karena itu, mereka sangat semangat dengan kemungkinan belajar tatap muka dalam beberapa bulan mendatang.
Mantan guru SD 47 Kharkiv, Zaitzev Yevgeniv (65), cemas para murid tak lagi mendapatkan pendidikan seperti kala kelas tatap muka. Sebagai mantan guru prakarya, ia tahu metode terbaik untuk mempelajari keterampilan tangan adalah lewat latihan dan bimbingan tatap muka.
”Seni kriya sulit diajarkan secara daring. Ukraina amat kaya seni kriya. Ini warisan budaya leluhur kami,” katanya.
Sementara dosen di Sekolah Tinggi Hukum Kharkiv, Vasyl Bilous, mengatakan, para mahasiswanya sudah bertanya kapan kelas akan kembali dimulai. ”Dalam situasi sekarang, saya belum bisa menjawab. Saya hanya meminta mereka tetap membaca bahan ajar,” ujarnya.
Secara berkala, ia masih mengirimkan bahan ajar kepada para mahasiswanya. Di sela-sela kesibukan sebagai sukarelawan, ia masih memenuhi kewajiban sebagai dosen beberapa mata kuliah. ”Saya mengajar kriminologi, sejarah hukum, dan membimbing beberapa mahasiswa,” katanya.
Selama perang, Bilous membantu Kejaksaan Agung dan Angkatan Bersenjata Ukraina mengumpulkan aneka bukti dugaan kejahatan perang. Statusnya sebagai dosen membuatnya tidak terkena wajib militer. Meski demikian, ia memilih tetap bekerja sama dengan aparat Ukraina. ”Sekalian untuk mempraktikkan hal yang saya pelajari dan ajarkan selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Ia menganggap perang dan proses ikutannya masih akan panjang. Jikapun dalam waktu dekat karena berbagai alasan, proses ikutan selepas perang masih butuh waktu panjang untuk diselesaikan. ”Selain rekonstruksi dan pemulihan dampak perang, masih ada penyelidikan dan penuntutan kejahatan perang,” katanya.
Sengit
Perang masih berlangsung sengit di berbagai palagan Ukraina. Di Kharkiv saja, tentara Ukraina terus menembakkan artileri ke berbagai posisi pasukan Rusia. Saling balas artileri, antara lain, terjadi di Izyum dan Chuguyiv.
Penguasa Darurat Militer Kharkiv Oleg Synegubov mengatakan, roket Rusia merusak banyak bangunan dan ladang pada Minggu hingga Senin saja. Ada bengkel di pinggiran kota dan kebun beberapa kilometer dari kota rusak karena terkena roket.
Ia menuding Rusia berusaha meruntuhkan semangat dan daya tahan fisik warga serta pasukan Ukraina. Sebab, Rusia mengubah waktu serangan dari biasanya menjelang tengah malam menjadi sekitar pukul 04.00. Dengan pilihan waktu serangan itu, orang akan sulit terlelap karena khawatir akan ada roket atau rudal saat mereka tidur dan menjadi cepat lelah.
Kantor Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina menyebut, Rusia berusaha mencegah Ukraina mampu melancarkan serangan balasan di Kharkiv. Karena itu, Rusia terus menembaki berbagai posisi pasukan Ukraina di Kharkiv. Rusia juga menggunakan pengacak sinyal sehingga perangkat komunikasi dan pesawat nirawak Ukraina di Kharkiv tidak beroperasi optimal.
Kantor itu juga menyebut, Rusia sedang mempersiapkan serangan besar di Kherson. Kyiv memantau pemindahan 17 gerbong amunisi dari Semenanjung Crimea ke wilayah Kherson yang diduduki Rusia. Kini, Rusia menduduki Kherson di sisi selatan Sungai Dnipro. Sementara Kherson sisi utara sungai itu masih dikendalikan pasukan Ukraina. Sungai itu menjadi dinding pertahanan alami yang mencegah Rusia maju lebih ke utara.
Di Donetsk, Rusia mulai meningkatkan serangan ke Kramatorsk, Slovyansk, Siversk, dan Bahkmut. Rusia menggunakan taktik sama dengan yang dipakai di Sievierodonetsk dan Lysychansk yang sudah ditaklukan lebih dulu.
Dalam serangannya, Rusia mengandalkan artileri. Hingga 2.000 peluru artileri medan ditembakkan Rusia ke berbagai posisi pasukan Ukraina dan sasaran lain. Kondisi itu membuat penduduk sipil belum bisa sepenuhnya dievakuasi. Sedikitnya 10.000 warga sipil masih berada di Lysychanks dan 8.000 lain di Sievierodonetsk.