Di tengah serangan Rusia pikiran tenaga kesehatan di Ukraina sempat terpecah. Mereka, sembari meredam cemas, melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai tenaga medis. Pada saat yang sama kekhawatiran pada keluarga tumbuh.
Oleh
KRIS MADA DAN HARRY SUSILO DARI KYIV, UKRAINA
·5 menit baca
KOMPAS/HARRY SUSILO
Bangunan penampung hasil panen yang hancur terkena rudal di Okhtyrka.
Rumah Sakit Umum Daerah Okhtyrka berjarak 51 kilometer dari garis perbatasan Rusia-Ukraina. Posisinya menjadi salah satu tempat awal yang terimbas kala perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022. Meski cemas, pegawai rumah sakit itu mengutamakan tugas dan menyelamatkan para korban perang.
”Tentu saja saya ingin mengungsi. Namun, kalau saya mengungsi, tidak akan ada pelayanan untuk pasien,” kata Alexander Lysenko (38), Kepala Departemen Bedah RSUD Okhtyrka kala ditemui pada akhir Juni 2022.
Okhtyrka salah satu kota kecil di Sumy, provinsi Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Dari Kyiv, jarak lurus kota itu mencapai 300 kilometer. Lebih kurang setara jarak Monumen Nasional di Jakarta ke Purwokerto, Jawa Tengah. Sementara dari Belgorod, Rusia, kota itu berjarak 122 kilometer saja atau hampir setara jarak lurus dari Tugu Monas ke Gedung Sate di Bandung, Jawa Barat.
Lysenko mengaku kebingungan dan tidak paham saat korban mendadak berdatangan dalam jumlah besar ke rumah sakit tempat ia bekerja selama 15 tahun terakhir. ”Dalam beberapa jam, 70 orang datang dan harus segera dioperasi,” katanya mengenang kejadian pada 26 Februari 2022.
AFP/SERGEI SUPINSKY
Seorang warga Ukraina yang dibantu dengan tongkat dan kaki palsu berjalan di samping barikade anti-tank di Kyiv, Jumat (22/6/2022).
Ia tidak tahu apa yang terjadi jika ikut mengungsi beberapa hari sebelumnya. Saat korban perang semakin banyak masuk ruang operasi, pegawai rumah sakit hanya tersisa separuh. Di antara yang tersisa itu, ada Alexander dan istrinya, Olga, yang menjadi dokter anak. Selain itu, ada Olena Lyvchenko (55), perawat kepala di bangsal bedah RSUD Okhtyrka.
”Dalam berbagai situasi, saya selalu dicari karena jabatan saya. Kalau saya tidak ada, orang akan bertanya kepada siapa? Kalau tidak ada yang memimpin teman-teman, bagaimana pelayanan akan diberikan kepada pasien,” kata Lyvchenko yang sudah 35 tahun bekerja di rumah sakit itu.
Sasaran
Seiring memburuknya keadaan, Lyvchenko pun khawatir dengan keselamatan diri dan keluarganya selama perang meletus. Apalagi, rumah susun tempat Lyvchenko tinggal jadi sasaran pengeboman. Keluarganya ada di sana kala pengeboman terjadi. ”Setelah bekerja bertahun-tahun, saya terbiasa fokus ke pekerjaan selama di tempat kerja. Saya harus fokus melayani dan merawat pasien,” ujarnya.
Di sela-sela waktu kerja, ia menghubungi keluarganya di rumah. Hampir setiap kali menelepon, keluarganya menangis. Mereka khawatir dengan keselamatan Lyvchenko.
Padahal, hingga akhir Juni 2022, tidak ada sebutir peluru pun jatuh ke RSUD Okhtyrka. Sebaliknya, keluarga Lyvchenko justru berada di lokasi bombardir Rusia. ”Puji Tuhan, semua selamat,” katanya.
Keluarganya tidak mengungsi walau tempat tinggal jadi sasaran pengeboman. Sementara Lyvchenko tinggal di RSUD hampir sepanjang Maret dan separuh April 2022. Keputusan itu terutama didasarkan fakta bahwa korban amat banyak, sementara pegawai rumah sakit hanya tersisa sebagian.
Sepanjang Maret-April hanya ada 300 dokter dan perawat di RSUD Okhtyrka. Mereka terbagi ke berbagai departemen di RSUD itu.
Bukan hanya staf, pasokan juga terbatas. Perang memaksa pasokan terputus beberapa minggu. Tidak ada angkutan barang untuk memasok makanan dan obat serta peralatan kesehatan di pekan-pekan awal perang. Padahal, ada lonjakan pasien dan sebagian pegawai memutuskan tinggal di rumah sakit. Karena itu, kebutuhan makanan dan obat-obatan juga bertambah.
”Ada sukarelawan mengantarkan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lain. Ada yang pernah mengantarkan bahan bakar waktu pasokan listrik berhenti dan kami harus memakai generator sendiri,” kata Lyvchenko.
KOMPAS/HARRY SUSILO
Warga melintas di depan sebuah reruntuhan gedung yang hancur terkena rudal Rusia di Okhtyrka, Provinsi Sumy, Ukraina, Minggu (22/6/2022). Okhtyrka merupakan salah satu wilayah yang dibombardir Rusia saat awal-awal perang. Kini, perbatasan wilayah tersebut dijaga ketat prajurit Ukraina.
Selain obat, listrik dan air amat vital bagi operasional rumah sakit. Banyak peralatan membutuhkan listrik agar bisa dioperasikan. Tanpa air, proses pembersihan juga kebutuhan konsumsi sulit dipenuhi.
Lyvchenko berterima kasih kepada sukarelawan yang mau mengantarkan aneka kebutuhan ke RSUD Okhtyrka kala kota itu dilanda perang. Apalagi, sebagian sukarelawan itu tidak dikenalnya.
”Peran mereka sama pentingnya dengan staf rumah sakit yang mau tetap bertugas merawat pasien,” kata pria kelahiran Poltava, provinsi tetangga Sumy itu.
Para korban
Sejak perang meletus, paling tidak 400 orang dibedah di RSUD Okhtyrka. Tidak semua bisa diselamatkan. Ada 100 korban akhirnya tewas. Kini, tersisa 10 orang lagi masih dirawat di rumah sakit itu.
Para korban datang dengan kondisi beragam. Sebagian besar menjadi korban tertimpa reruntuhan bangunan yang terkena serangan Rusia. Sebagian lagi menjadi korban ledakan.
Untuk kategori kedua, paling banyak berasal dari anggota pasukan Ukraina di Okhtyrka dan wilayah sekitarnya.
”Saya tidak bisa menyebut mereka datang dari mana. Kebijakan militer seperti itu,” kata Lyvchenko.
Sebagian korban juga dirujuk ke rumah sakit lain di luar Okhtyrka atau sekaligus luar Sumy. Kondisi pasien menjadi alasan utama perujukan itu. Jika dianggap butuh perawatan di rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap, pasien akan dirujuk. Jika dianggap bisa dirawat di RSUD Okhtyrka, pasien tidak dirujuk ke mana-mana. Mereka tetap dirawat di RSUD Okhtyrka sampai sembuh.
AP/BERNAT ARMANGUE
Sejumlah tenaga medis lapangan tengah merawat seorang prajurit di sebuah lokasi di Donetsk, Kamis (7/6/2022).
Sumber penyemangat
Perkembangan kondisi kesehatan para pasien menjadi salah satu sumber penyemangat Lyvchenko. Seperti banyak paramedis lain, ia senang melihat pasien bisa diselamatkan dan perlahan-lahan pulih. Apalagi, bila akhirnya para pasien bisa pulang ke rumah masing-masing.
Hal lain yang menenangkan Lyvchenko adalah Okhtyrka tidak lagi jadi sasaran serangan Rusia. Kota dekat perbatasan Sumy-Kharkiv itu kembali ke kondisi tenang seperti sebelum perang meletus. Perang memang masih terus membara dan sebagian Sumy masih menjadi sasaran serangan Rusia.
Setiap hari, Penguasa Darurat Militer Sumy mengabarkan, daerah mana saja jadi sasaran serangan. Dalam pengumuman itu, Okhtyrka tidak termasuk. Lyvchenko berharap, Okhtyrka terus tidak masuk dalam daftar sasaran serangan.