G7 menambah anggaran penanganan krisis pangan global. Akan tetapi, harus ada upaya mencari jalan keluar mandeknya ekspor gandum dari Rusia dan Ukraina akibat perang yang berkecamuk.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo mengikuti sesi foto bersama semua kepala negara G7 dan pemimpin negara mitra G7 di Elmau, Jerman, Senin (27/6/2022).
ELMAU, SELASA — Kelompok tujuh negara terkaya di dunia atau G7 menjanjikan tambahan dana 4,5 miliar dollar AS untuk mengatasi risiko krisis pangan global. Mereka juga meminta agar tidak ada negara ataupun korporasi yang menumpuk pasokan pangan. Pada saat yang sama, harus ada solusi untuk perkara ditutupnya Laut Hitam sehingga ekspor komoditas pangan dari Rusia dan Ukraina terhalang.
Hal itu dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Elmau, Jerman, Selasa (28/6/2022). Anggota G7 adalah AS, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Kanada. Turut hadir sebagai tamu dalam KTT itu, antara lain, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Presiden Senegal Macky Sall yang juga Ketua Uni Afrika.
Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan, ada 320 juta penduduk di 47 negara yang berisiko menghadapi kelaparan akut. Di beberapa negara yang tengah dilanda krisis seperti Lebanon, kelaparan telah menjadi masalah yang nyata dalam keseharian rakyatnya. Tambahan dana 4,5 miliar dollar AS ini menggenapkan janji G7 menyumbang total 14 miliar dollar AS untuk menangani krisis pangan.
Sebelumnya, pada Mei, Sall bertemu dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel. Dilansir dari media The National, Sall menjelaskan, harga bahan pangan di Benua Afrika naik hingga tiga kali lipat. Panen di 54 negara di benua tersebut turun 20-50 persen.
”Adanya perang antara Rusia dan Ukraina membuat stok gandum kami berkurang drastis. Sejumlah negara hanya memiliki pasokan pangan untuk tiga bulan ke depan,” ujar Sall.
Penghalang tank diletakkan di ladang gandum di sebuah pertanian di Mykolaiv, Ukraina selatan, 11 Juni 2022, di tengah invasi Rusia ke Ukraina.
Uni Eropa mengemukakan, usulan untuk meningkatkan produksi pupuk di Afrika agar tidak tergantung dari impor dari wilayah lain. Usulan ini diterima oleh G7, yang juga menambahkan agar ada bantuan untuk menaikkan produksi pangan di negara-negara yang berisiko terdampak krisis.
Negara-negara miskin dan berkembang memiliki pandangan berbeda dengan para anggota G7. Negara-negara kaya ini selama KTT berusaha menambah sanksi ekonomi atas Rusia karena telah menginvasi Ukraina. Mereka hendak menaikkan tarif ekspor minyak dan gas dari Rusia. Akan tetapi, bagi negara-negara miskin serta berkembang, embargo perekonomian terhadap Rusia adalah penyebab terjadinya krisis pangan global.
Presiden Rusia Vladimir Putin dituding sengaja memperparah krisis. Ia memblokir ekspor pangan dari negara tersebut guna menekan negara-negara Barat mencabut embargo ekonomi atas Rusia. Keduanya bersikeras dengan cara masing-masing yang, menurut negara-negara miskin dan berkembang, menunjukkan keegoisan negara-negara maju.
Rusia dan Ukraina secara gabungan mengekspor 20 persen gandum dunia yang mayoritas dinikmati oleh negara-negara di Afrika dan Timur Tengah. Jalur pengiriman biasanya dari Laut Hitam yang saat ini diblokir Rusia. Dalam Dialog Shangri-La dua pekan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan, normalnya Ukraina bisa mengekspor 10 juta ton gandum per bulan. Akibat ditutupnya Laut Hitam, mereka terpaksa memakai jalur darat lewat Polandia dan hanya bisa mengirim 2 juta ton.
Pekerja mengangkut karung-karung berisi gandum ke truk di gudang Perserikatan Bangsa-Bangsa di Semera, Provinsi Afar, Etiopia, pada 15 Mei 2022. Konflik yang berkecamuk di Etiopia sejak akhir 2020 mengakibatkan jutaan orang kelaparan.
Rusia menyatakan tidak menghalangi ekspor gandum dan minyak bunga matahari Ukraina dari Laut Hitam. Akan tetapi, Zelenskyy tidak memercayai pernyataan Rusia sehingga meminta bantuan global untuk membentuk jalur baru ekspor komoditas tersebut.
Rusia dan Ukraina merupakan produsen 30 persen gandum dunia dan 75 persen minyak biji bunga matahari global. Tidak ada kabar mengenai sampai kapan produksi dan ekspor akan terhambat. Hal ini mengakibatkan negara-negara lain yang memproduksi bahan pangan berisiko menimbun untuk pasokan masing-masing.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengatakan, tak lama lagi ada kemungkinan ekspor serealia dari Ukraina dibuka kembali. Berbicara pada akhir KTT G7, Draghi menyebutkan, tidak perlu semua ranjau dibersihkan dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina. ”Ada koridor yang memungkinkan kapal-kapal kargo beroperasi. Semua tinggal menanti lampu hijau dari Kremlin untuk memulai kembali ekspor tersebut,” katanya.
Dalam KTT G7, para anggota menyepakati hendak membuat jalur darat melalui Romania. Harapannya, jalur ini bisa menambah volume ekspor. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan agar G7 tetap mengupayakan pembukaan kembali Laut Hitam karena jalur itu tetap yang paling efektif untuk mendistribusikan gandum dari Rusia dan Ukraina.
AFP/POOL/JOHN MACDOUGALL
Para pemimpin tujuh negara terkaya di dunia (G7) bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen (keempat dari kiri) dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel (tengah) menghadiri sesi terakhir KTT G7 di Kastil Elmau, Jerman selatan, 28 Juni 2022.
Selain itu, G7 mengimbau agar semua negara dan korporasi tidak menumpuk pangan. Seyogianya, mereka memastikan selalu ada pasokan yang dikirim kepada Program Pangan Dunia (WFP). Hal ini sesuai dengan kesepakatan sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pekan lalu. Negara-negara berkembang menyetujui akan selalu menyisihkan hasil panen untuk diberikan kepada WTO. Stok ini khusus dan dipisah dari stok darurat dalam negeri.
Presiden Bank Dunia David Malpass, dikutip The New York Times, mengatakan, krisis pangan sangat mungkin melahirkan krisis politik. Krisis politik berpotensi menciptakan konflik-konflik baru yang, jika dibiarkan berlarut-larut, bisa menghasilkan peperangan.