Kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Arab Saudi, Juli nanti, tidak sekadar membicarakan soal minyak dan Yaman. Biden juga dipesan untuk mengingatkan soal kerja sama pertahanan Arab Saudi-China.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA – Kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Timur Tengah diyakini tidak sekadar mendorong Arab Saudi untuk menaikkan produksi minyaknya dan mendukung gencatan senjata di Yaman. Politisi Partai Demokrat ini juga diperkirakan mendorong Arab Saudi untuk berpikir ulang soal kebijakannya membangun kemampuan militer dengan membeli rudal balistik dari China, rival utama AS saat ini.
Dikutip dari laman The New York Times, beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Komite Intelejen, Komite Hubungan Luar Negeri, hingga Komite Keamanan Dalam Negeri pada 7 Juni 2022 mengirimkan surat kepada Biden dan meminta dia membicarakan beberapa isu saat bertemu pejabat Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, termasuk Pangeran Mohammed bin Salman, putra mahkota sekaligus pemimpin de facto negara itu. Selain masalah produksi minyak dan Yaman, Biden juga diharapkan berbicara soal hak asasi manusia dan upaya Arab Saudi memperoleh teknologi nuklir sipil dan kerja sama militer dengan China.
Menurut The New York Times, Arab Saudi telah membeli teknologi rudal balistik jarak pendek dari China selama beberapa tahun terakhir. Di tengah ketegangan yang meninggi antara Washington dan Beijing, hubungan Arab Saudi dan China semakin intensif, terutama setelah Riyadh membeli rudal dengan kemampuan jelajah lebih jauh.
Bahkan, menurut Jeffrey Lewis, ahli pengendalian senjata pada Institut Studi Internasional Middlebury di Calirfornia, lokasi uji coba rudal milik Arab Saudi merupakan versi kecil lokasi pengujian di China. Dia meyakini para insinyur dan ahli teknologi Arab Saudi telah memiliki kemampuan untuk produksi motor roket dan merakit rudal.
Keenam anggota DPR AS itu menekankan agar Biden berbicara pada Pemerintah Arab Saudi soal risiko kerja sama strategis yang lebih besar dengan China. ”Kami mendesak Anda (Biden) untuk memperjelas bahwa kemitraan dengan China, yang menggunakan cara yang merusak kepentingan nasional AS, akan berdampak negatif pada hubungan AS-Arab Saudi dalam jangka panjang,” tulis mereka.
Informasi mengenai lokasi pengujian rudal balistik Arab Saudi pertama kali dilaporkan The Washington Post pada awal tahun 2019. Lokasi pengujian itu terdapat di dekat kota Al Dawadmi, sekitar 230 kilometer sebelah barat Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Arab Saudi juga dikabarkan telah membeli sejumlah produk pesawat nirawak dan rudal balistik Dongfeng dari China.
Bilal Y Saab, Direktur Program Keamanan dan Pertahanan Institut Timur Tengah, dikutip dari laman Foreign Policy, mengatakan, Arab Saudi mencoba memperkuat sistem pertahanannya dengan membeli sejumlah rudal dari China sejak tahun 1980-an. Alasan pembelian saat itu adalah kemampuan pertahanan yang lemah. Alasan lainnya adalah kegagalan kekuatan dunia, termasuk AS, untuk mencegah Iran memiliki kemampuan nuklir.
”Tidak akan mudah bagi Biden meyakinkan Arab Saudi untuk mengurungkan niat memiliki senjata balistik yang akan membawa ketidakstabilan di Timur Tengah. Perlombaan senjata adalah hal terakhir yang dibutuhkan oleh penduduk di kawasan ini,” kata Saab.
Saab mengatakan, upaya Arab Saudi untuk menjadi kekuatan penggentar bagi Iran dengan meningkatkan kemampuan militer dan sistem persenjataannya mungkin tidak akan berhasil. ”Kemungkinan besar tidak berhasil karena untuk memahami apa yang menghalangi Iran menjadi pekerjaan sangat sulit bagi semua musuh Teheran,” katanya.
AS pun, menurut dia, kesulitan untuk mencegah perilaku ofensif Iran terhadap negara-negara tetangganya. Saab mengatakan, yang harus dilakukan Biden terhadap Pangeran MBS adalah mencoba meyakinkan bahwa tindakannya bekerja sama dengan China, terutama dengan menggunakan produk persenjataan China, akan berujung pada hilangnya dukungan AS dalam sistem pertahanan. ”Seharusnya ini tidak akan sulit bagi Biden,” kata Saab. (AP)