Warga Rusia di Pengasingan Peduli pada Pengungsi Ukraina
Invasi Rusia menyebabkan penderitaan jutaan dan kematian ribuan warga sipil Ukraina, Perang juga membangkitkan solidaritas di kalangan warga Rusia untuk membantu warga Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina yang kini memasuki bulan kelima telah menyebabkan penderitaan jutaan warga Ukraina serta kematian ribuan tentara dan milisi di kedua sisi. Perang juga membangkitkan solidaritas di kalangan warga Rusia terhadap warga Ukraina.
Salah satu bentuk kesetiakawanan sosial ditunjukkan Yevgeny Zhukov, sarjana ilmu politik yang juga pemilik kedai kopi di Moskwa. Ketika invasi militer Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022, dia memutuskan meninggalkan negaranya.
Zhukov adalah salah satu dari puluhan ribu warga Rusia yang meninggalkan negaranya karena kurang setuju dengan tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin menginvasi Ukraina. Zhukov pergi ke negara tetangga dan membantu mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membantu para pengungsi Ukraina.
”Saya tak bisa menghadapi ketidakadilan seperti itu dan tak melakukan apa-apa,” kata Zhukov. ”Saya mengambil keputusan mengurus paspor dan pergi ke Georgia untuk melakukan sesuatu, entah bagaimana caranya,” kata pria berusia 23 tahun itu.
Di Tbilisi, ibu kota Georgia, Zhukov membantu pengungsi Ukraina mendapatkan pasokan medis via lembaga amal Emigration for Action. Di ruang bawah tanah markas lembaga amal yang dikelola warga Rusia yang baru mengasingkan diri, dia menata rak obat-obatan yang dipasok apotek lokal.
Tampak pula deretan kantong kertas coklat berlabel rapi. Setiap kantong berisi obat pesanan untuk pengungsi atau pesanan yang siap diambil oleh keluarga Ukraina. ”Ketika kami datang ke sini, sangat jelas kami tidak bisa melakukan apa-apa,” kata Daniil, sukarelawan lainnya yang dipindahkan ke Tbilisi oleh yayasan politik Jerman tempat dia bekerja. Kata dia, ada kesenjangan penyediaan obat-obatan gratis bagi ribuan pengungsi Ukraina di Georgia.
Sejak mulai bekerja pada akhir April, kelompok amal itu telah menyediakan obat-obatan bagi lebih dari 250 pengungsi Ukraina, mulai dari obat pereda rasa sakit biasa hingga obat dengan resep dokter.
Saat ini jumlah sukarelawan sudah mencapai lebih dari 30 orang. Semakin banyak pengungsi Ukraina yang membutuhkan bantuan mereka. Hal yang kini semakin mengkhawatirkan adalah permintaan layanan semakin tinggi sementara jumlah sukarelawan masih sangat terbatas.
Banyak warga Rusia yang pindah ke Georgia sejak invasi Rusia ke Ukraina disambut dingin oleh penduduk lokal karena memori konflik mereka sendiri dengan Rusia pada 2008. Namun, warga Rusia ini tidak mengalami tindakan negatif apa pun, baik dari warga Rusia maupun Ukraina.
”Kami hanya ingin membantu, tetapi kami juga tidak ingin menyangkal kalau kami adalah orang Rusia. Itu sebabnya kami memasang bendera di luar,” kata Daniil, pria berusia 26 tahun itu, merujuk pada bendera oposisi Rusia berwarna putih-biru-putih yang tergantung di pintu masuk.
Dia mengakui bahkan agak canggung menerima ucapan terima kasih dari para pengungsi yang telah mereka bantu. Di antara mereka yang menjangkau kelompok itu adalah Nikolai, yang melarikan diri dari kota pelabuhan Mariupol, Ukraina selatan, yang telah jatuh ke bawah kendali Rusia.
Nikolai bersama istri dan dua putrinya memutuskan untuk lari dari Mariupol karena pertempuran sengit yang menghancurkan kota itu. Pekerja teknologi informasi berusia 40 tahun itu sekarang tinggal di Tbilisi. Emigration for Action membantunya mendapatkan obat yang tidak mungkin didapat di Mariupol.
Zhukov mengakui bahwa baginya sulit untuk memaklumi negaranya, Rusia, menyerang Ukraina. ”Saya warga dari negara yang merupakan agresor, tetapi saya sangat yakin dengan ucapan terima kasih dari para pengungsi,” katanya.
”Dalam banyak hal, saya bekerja untuk masa depan saya sehingga ketika saya memiliki anak yang membaca buku sejarah dan bertanya, ’Ayah, apa yang kau lakukan selama ini?’ Saya bisa menatap mata mereka dan mengatakan, saya melakukan hal yang benar.”
Zhukov tidak sendirian. Ada puluhan ribu warga Rusia yang telah meninggalkan negaranya sebagai bentuk protes terhadap agresi militer Putin ke Ukraina. Perang Ukraina yang dikobarkan Putin, yang khawatir akan ancaman aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), turut memicu gelombang pelarian warga Rusia.
Saat gelombang protes di dalam negeri dibungkam dan sanksi ekonomi Barat semakin mencekik Rusia, ribuan warga Rusia lari ke luar negeri. Mereka marah pada apa yang mereka lihat sebagai perang kriminal. Mereka juga takut wajib militer atau kemungkinan penutupan perbatasan Rusia serta khawatir mungkin akan kehilangan mata pencarian di dalam negeri.
Media The Financial Times, 19 Mei 2022,melaporkan, jaringan sukarelawan Rusia bahkan telah membantu banyak keluarga Ukraina untuk mengungsi ke negara-negara tetangga di Barat. Tatyana, suami, dan tiga anaknya lolos dari kengerian Mariupol dan berhasil tiba di Estonia berkat sukarelawan Rusia.
Jaringan yang melibatkan antara lain aktivis antiperang dan sukarelawan umum beroperasi diam-diam, dari mulut ke mulut, dan aplikasi pesan Telegram. Ribuan warga Ukraina juga melarikan diri dari Rusia, melintasi perbatasan darat ke negara-negara tetangga seperti negara-negara Baltik.
Dinas keamanan Rusia telah meningkatkan target terhadap LSM dan aktivis independen sejak invasi ke Ukraina. Para sukarelawan Rusia tahu bahwa membantu Ukraina dapat membawa risiko.
Penulis dan sukarelawan Evgeny Bakalo telah mengorganisasi jaringan dukungan untuk sekitar 600 pengungsi Ukraina yang tinggal di kota Belgorod, Rusia, 40 kilometer dari perbatasan dengan Ukraina. Dia mengatakan, warga Ukraina yang dievakuasi ke Rusia takut pergi ke pusat penampungan resmi.
Banyak jaringan bawah tanah bergerak membantu mereka keluar dari Rusia. Pekerjaan itu sangat berbahaya dan dapat membawa petaka. Saat berbicara di Milken Institute di Beverly Hills, salah satu orang terkaya Rusia, Mikhail Khodorkovsky, mengatakan, ”Dunia takkan aman selama Putin berkuasa,” seperti dikutip Forbes, 3 Mei 2022. Khodorkovsky pernah dipenjara karena berselisih dengan Putin dan akhirnya mengasingkan diri ke London, Inggris.
Dalam sebuah panel yang dihadiri mantan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin; anggota DPR AS dari Partai Republik, Victoria Spartz; dan politisi Jerman, Peter Beyer; Khodorkovsky memperingatkan hadirin tentang Putin. Menurut dia, perang melawan Ukraina adalah tindakan tanpa alasan.
Pengalaman akan semakin dalam dan kuatnya otoritarian-personalis membuat banyak orang Rusia putus asa akan masa depan mereka yang tidak pasti. Mereka menentang invasi dan meninggalkan Rusia meski jumlah mereka jauh lebih kecil dibandingkan dengan 12 juta warga Ukraina yang mengungsi akibat serangan Rusia.
Sebagian warga Rusia menilai operasi militer khusus Putin ke Ukraina sebagai tindakan tidak masuk akal. Mereka mengungsi ke luar dari Rusia dan pergi ke negara-negara tetangga. Beberapa di antaranya memberikan bantuan kepada pengungsi Ukraina. (AFP/REUTERS/AP)