Perang Mengubah Jalan Hidup Warga Ukraina (Bagian 21)
Serangan Rusia mengubah jalan hidup banyak warga Ukraina. Dari semula tak pernah memegangnya, banyak warga kini menjadikan senjata api sebagai perlengkapan pokok keseharian. Ada tenaga paramedis terpaksa menjadi milisi.
Arut Papoian menghabiskan 45 tahun hidupnya tanpa perlu senjata api. Sejak Februari 2022, penduduk pinggiran Kyiv, Ukraina, itu terpaksa memiliki dua senapan otomatis dan pistol. Sementara Kyrylo meninggalkan pekerjaan sebagai paramedis di Kharkiv dan sukarelawan penyelamat hewan di Gostomel. Kini, Kyrylo menjadi milisi penembus garis depan pertempuran dalam perang Ukraina-Rusia.
Papoian tahu ada perang saudara meletus di Donetsk dan Luhansk sejak Februari 2014. Karena jarak terdekat Donetsk-Kyiv hampir 500 kilometer, ia tidak merasa perang menjadi kesehariannya. ”Sampai beberapa bulan lalu, kehidupan di sini damai,” kata pria yang tinggal di daerah perbatasan kota Kyiv dengan Provinsi Kyiv itu.
Sebelum perang meletus pada Februari 2022, Papoian bekerja di Pemerintahan Desa Petropavliska. Ia tidak suka berburu. Karena itu, ia tidak merasa memerlukan senjata api. ”Banyak orang di sini tidak punya senjata api. Di sini aman, tidak perlu senjata,” katanya pada pekan ketiga Juni 2022.
Baca juga: Menyelami Tragedi Kemanusiaan, Mengabarkan Sekecil Apa Pun Upaya Perdamaian (Bagian 1)
Saat pasukan Rusia mendekati desanya, akhir Februari 2022, Papoian dan ratusan pria lain menggunakan benda apa pun untuk bertahan. Mereka melintangkan mobil, menumpuk karung berisi pasir, hingga menimbun jalan dengan gundukan tanah. Sebagian orang membawa senapan berburu.
”Kami menghadapi pasukan bersenjata modern yang didukung pesawat, tank, dan artileri. Sementara kami hanya punya beberapa pucuk senapan. Sebagian besar hanya membawa garpu jerami dan cangkul,” tutur Papoian.
Fokus warga desa kala itu adalah sedapat mungkin menahan laju serangan Rusia. Untuk mencapai Kyiv dari barat, desa itu memang harus dilewati. ”Kalau diingat-ingat, kami konyol sekali. Akan tetapi, waktu itu pikiran kami hanya soal melawan sedapat mungkin,” kata Papoian.
Baca juga: Menembus Jantung Perang Eropa (Bagian 2)
Butuh beberapa hari sampai akhirnya pasokan senjata tiba di desa itu. Dari satu pucuk, Papoian akhirnya mendapat dua pucuk senapan otomatis. Belakangan, ia juga mendapat rompi dan helm antipeluru. Ia juga mendapatkan pistol Makarov. ”Di awal perang, saya cuma pakai jaket dan kaus. Air saja bisa menembus, apalagi peluru,” ujarnya.
Kini, ia punya izin untuk semua senjata itu. Pistol selalu dibawa, satu pucuk senapan disimpan di rumah, dan sepucuk lagi disimpan di kantor desa. ”Saya tidak punya pilihan. Saya harus menyelamatkan istri dan dua anak saya yang masih kecil,” kata Papoian.
Baca juga : Solidaritas Kemanusiaan Tanpa Batas bagi Pengungsi Ukraina (Bagian 3)
Meski punya tiga pucuk senjata api, ia tetap merasa tidak nyaman harus berdekatan dengan senjata. Perang memaksanya beradaptasi dengan keadaan itu.
Kisah paramedis
Sementara Kyrylo baru setahun bekerja menjadi paramedis kala perang saudara meletus di Donetsk dan Luhansk pada Februari 2014. Pekerjaan itu selaras dengan pendidikannya, jurusan perawat gawat darurat di Kharkiv Medical College. Bersama saudaranya, ia jadi paramedis di ambulans.
Sejak sekolah, Kyrylo sudah mengikuti organisasi kepemudaan, yang salah satu materi pelatihannya adalah cara menembak. Ia tetap aktif di organisasi itu sampai setelah bekerja. Ia semakin kerap berada di kantor organisasi itu saat perang meletus.
Baca juga : Adaptasi Warga Kyiv di Tengah Perang (Bagian 4)
”Para separatis menyerang kantor kami pada 14 Maret 2014. Saya tidak pernah melupakan hari itu,” kenang Kyrylo pada awal pekan keempat Juni 2022 di salah satu daerah di Ukraina Selatan.
Separatis yang dimaksudnya adalah orang-orang yang memprotes penggulingan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, Februari 2014. Gerakan EuroMaidan, yang berpusat di Kyiv dan menjalar ke berbagai penjuru Ukraina, menjadi penyebab utama penggulingan kala itu. Para pendukung Yanukovych marah dengan penggulingan tersebut. Dari aksi unjuk rasa, kemarahan itu diwujudkan menjadi pemberontakan bersenjata yang terus meluas sampai sekarang.
Baca juga : Banyak Pembatasan akibat Perang Ukraina, Penting Tetap Jaga Kewarasan (Bagian 5)
Sejak Maret 2014, Kyrylo meninggalkan pekerjaannya. Ia memilih terus menjadi milisi dan sudah bertempur di berbagai penjuru Ukraina. Saudara, ayah, dan kakeknya juga menjadi anggota kelompok milisi tersebut.
Pada akhir 2017, ia memutuskan berhenti mengangkat senjata dan menjadi sukarelawan penyelamat hewan telantar di Gostomel. ”Kasihan hewan-hewan itu tidak ada yang merawat,” ujar Kyrylo.
Ia dan rekan-rekannya tidak membentuk organisasi apa pun. Mereka hanya kumpulan orang-orang yang tidak tega melihat hewan telantar. Mereka memungutnya, merawat di penampungan, dan menyalurkan hewan-hewan ke orang yang mau memelihara.
Baca juga : Rudal Rusia Kejutkan Angelina (Bagian 6)
Kegiatan itu benar-benar sukarela. Kyrylo tidak mengambil imbalan apa pun. Ia merasa cukup hidup dari penghasilan di pekerjaan lain.
Semua itu ditinggalkannya pada awal Februari 2022. Meski memilih nonaktif, Kyrylo tetap berkomunikasi dengan koleganya di organisasi massa yang berubah menjadi kelompok milisi. Apalagi, ayah dan kakeknya tetap aktif di kelompok tersebut. Dari kelompok itu, ia mendapat kabar bahwa perang akan segera meletus.
Pertahankan Kyiv
Bersama saudaranya, Kyrylo memutuskan bergabung dengan milisi yang mempertahankan Kyiv. Menjelang perang meletus, ia kembali mengenakan seragam milisi dan menenteng senapan. Ia berpindah di berbagai lokasi di Kyiv.
Seperti banyak orang lain, ia ikut membantu persiapan pertahanan. Awalnya ikut membuat dan menyusun karung pasir. Selain menjadi perintang, karung pasir juga menjadi dinding pos-pos pertahanan dan pemeriksaan. Sampai sekarang, sebagian perintang dan pos itu masih dipertahankan.
Baca juga : Kisah Kyra dan Yarina di Depan Gereja St Michael (Bagian 7)
Saat akhirnya perang meletus, ia ikut baku tembak. Pertempuran di sekitar kota Kyiv berlangsung sampai 30 Maret 2022. Awal April 2022, Rusia menarik pasukan dari Kyiv, lalu memusatkan kekuatan di Ukraina timur dan selatan.
Kyrylo tetap di Kyiv sampai kota itu benar-benar dipastikan aman. Dari Kyiv, ia menuju Zaporizhia, yang pusatnya berada 450 kilometer di tenggara Kyiv. Kala ia tiba, sebagian Provinsi Zaporizhia sudah diduduki Rusia. Selain di Zaporizhia, Rusia juga menduduki Luhansk, Donetsk, dan Kherson.
Oleh kelompok milisi di sana, Kyrylo diberi dua tugas. Saat tidak diperintahkan maju ke garis depan, ia membantu mengelola pasokan untuk dikirim ke garis depan. Ia juga membantu mengurus keluarga milisi dan milisi yang terluka.
Evakuasi berisiko
Dalam tugas lainnya, Kyrylo sesekali diperintahkan ke garis depan. Tugasnya menjemput orang yang terperangkap di sana. Bukan hanya yang hidup, ia dan timnya juga beberapa kali menjemput jenazah milisi kelompok mereka.
Penjemputan itu bagian dari perwujudan prinsip tidak meninggalkan siapa pun. Hidup atau mati, semua harus dibawa pulang. Tugas ini tidak mudah. Kyrylo harus ke medan pertempuran yang berlangsung amat sengit. Selain serangan udara, ada gempuran mortir serta artileri medan. Juga baku tembak dengan senapan.
Baca juga : Gaung Harapan di Maidan, Segera Berakhirlah Perang Ini (Bagian 8)
Anggota tim evakuasi dan repatriasi adalah para spesialis operasi sejenis. Mereka sudah bertahun-tahun berlatih dan mempraktikkan operasi sejenis. Mereka harus mengetahui seluk beluk hingga jalan tikus dari lokasi evakuasi sampai ke tempat penyelamatan. Lebih penting lagi, mereka harus berani menembus garis depan tanpa senjata. ”Harus terlihat sebagai sipil, tidak boleh bawa senjata,” kata Marina Chumachenko, petinggi salah satu kelompok milisi di Zaporizhia.
Jika memungkinkan, tim harus masuk ke lokasi evakuasi tanpa diketahui pasukan lawan. Sementara ketika mengevakuasi, tim harus berpisah satu sama lain dan semua tak membawa senapan atau pistol yang sehari-hari mereka pegang.
Baca juga : Perang Pertama Gelenna (Bagian 9)
Sebelum berangkat, tim tidak hanya harus tahu posisi lawan. Mereka harus tahu juga di mana saja lokasi ranjau. Pengetahuan itu dibutuhkan karena proses evakuasi harus melewati pula jalur-jalur di luar jalan biasa. Ranjau memang amat jarang di jalan biasa. Ranjau biasanya ditanam di hutan, ladang, atau tanah kosong di antara permukiman. Kyrylo harus tahu semua itu sebelum mengevakuasi.
---------
Serial lainnya liputan khusus Perang Ukraina-Rusia:
Aplikasi Digital Penolong Warga Kyiv (Bagian 10)
”Surga” Dunia Malam saat Damai, ”Surga” bagi Korban Saat Perang (Bagian 11)
Sejak Meletus Perang Ukraina, Etha Selalu Tidur Bersama Senjata (Bagian 12)
Dari Mariupol ke Kyiv, Perang Ukraina-Rusia Itu Mengerikan (Bagian 13)
Perang Mengejar Lyudmila dari Severodonetsk ke Bucha (Bagian 14)
Mereka Berupaya Memulihkan Trauma dari Horor di Borodyanka (Bagian 15)
Keindahan Sirna di Mata Anak-anak Muda Ukraina (Bagian 16)
Ilya dan Generasi Baru Pengungsi yang Lahir di Tengah Perang Ukraina-Rusia (Bagian 17)
Kode Jari Menembus Markas Milisi di Ukraina Selatan (Bagian 18)
Hasrat Sergei dan Sebotol Air di Garis Depan (Bagian 19)
Sievierodonetsk Jatuh, Kendali Rusia Meluas di Ukraina Timur (Bagian 20)