Inggris Ekstradisi Assange ke AS, Keluarga Banding
Pemerintah Inggris memutuskan mengekstradisi Julian Assange, pendiri Wikilieaks, ke Amerika Serikat. Keluarga dan pengacara akan banding. Tindakan ekstradisi ini dianggap sebagai ancaman bagi kebebasan pers.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
LONDON, SABTU – Pemerintah Inggris memutuskan akan segera mengekstradisi Julian Assange, pendiri dan editor Wikileaks.org, ke Amerika Serikat setelah Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel, Jumat (17/6), mengesahkan tindakan tersebut. Kementerian Dalam Negeri Inggris menyatakan pemerintah harus menyetujui ekstradisi karena pengadilan Inggris tidak menemukan bahwa tindakan itu adalah sebuah penindasan, tidak adil atau merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan kewenangan.
WikiLeaks dan keluarga menentang keputusan Patel dan akan memanfaatkan waktu 14 hari untuk mengajukan banding. "Kami tidak berada di ujung jalan di sini. Kami akan melawan keputusan ini," kata istri Assange, Stella Assange.
Barry Pollack, pengacara Assange di Amerika Serikat (AS), mengatakan, keputusan Pemerintah Inggris untuk mengekstradisi kliennya adalah berita yang mengecewakan. Menurutnya, kabar itu harus menjadi perhatian siapapun yang peduli soal Amandemen Pertama dan hak untuk mengeluarkan informasi atau penerbitan (right to publish). Ia juga memastikan bahwa mereka akan mengajukan upaya hukum baru, termasuk ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.
Pengacara Assange lainnya, Jennifer Robinson mendesak Presiden AS Joe Biden untk membatalkan tuduhan yang dialamatkan pada kliennya pada masa pemerintahan Donald Trump. Dia menilai, tuduhan yang ditujukan pada Assange merupakan ancaman besar terhadap kebebasan berbicara.
Selama konferensi pers di luar Konsul Inggris di Kota New York, AS, ayah Assange, John Shipton, juga mendesak Gedung Putih untuk membatalkan tuntutan terhadap putranya. “Yang diperlukan hanyalah panggilan telepon sederhana dari Jaksa Agung Merrick Garland ke Mendagri Inggris untuk membatalkan tuduhan ini. Hanya itu yang dibutuhkan. Tidak rumit,” ujarnya.
Proses pengajuan ekstradisi Assange di Inggris memakan waktu cukup panjang. Pada Januari 2021, hakim Distrik, Vanessa Baraitser memutuskan bahwa pria kelahiran Australia itu tidak bisa diekstradisi ke AS karena kekhawatiran kesehatan mental dan risiko bunuh diri jika ditahan di penjara di Negeri Paman Sam. Pemerintah AS memutuskan banding terhadap putusan tersebut dan banding itu diterima oleh Pengadilan Tinggi Inggris.
Keputusan Pengadilan Tinggi Inggris, Desember 2021, mengabulkan gugatan Pemerintah AS untuk mengekstradisi Assange. Majelis hakim menerima argumentasi Pemerintah AS yang berjanji menjamin keselamatan sekaligus memperlakukan Assange secara manusiawi selama dalam penjara AS.
Dalam putusannya, pengadilan tinggi memerintahkan hakim pengadilan yang lebih rendah untuk mengirim permintaan ekstradisi oleh AS ke Mendagri Patel. Adalah pengadilan tertinggi yang nanti akan memberikan keputusan akhir, apakah Assange akan diektradisi ke AS untuk diadili atau tetap di Inggris.
”Tidak ada alasan mengapa pengadilan ini tidak menerima jaminan sebagaimana yang mereka (kuasa hukum AS) katakan,” kata panel dua hakim di pengadilan tinggi dalam putusannya. (Kompas.id, 11 Desember 2021)
Ancaman terhadap Para Pembawa Pesan
Organisasi jurnalisme dan kelompok hak asasi manusia telah meminta Inggris untuk menolak permintaan ekstradisi AS. Pengacara Assange mengatakan, kilennya bisa menghadapi 175 tahun penjara jika dia dinyatakan bersalah di AS. Pihak berwenang AS mengatakan, apa pun hukumannya kemungkinan akan jauh lebih rendah dari itu.
Sekretaris Jenderal Amnesty Internasional yang juga merupakan pelapor khusus Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, Agnes Callamard, mengatakan, membiarkan Assange diekstradisi ke AS telah menempatkan warga negara Australia itu dalam risiko besar. Selain itu, ekstradisi Assange menjadi sebuah pesan buruk bagi jurnalis di seluruh dunia.
Bila ekstradisi benar-benar dilaksanakan, Assange akan menghadapi tuduhan spionase dan ancaman keamanan nasional seperti yang didengung-dengungkan oleh komunitas intelejen AS.
WikiLeaks mengguncang dunia pada 2009 ketika menerbitkan sekitar 750.000 dokumen rahasia AS dan kabel diplomatik yang mengungkap kemungkinan kejahatan perang, penyiksaan dan operasi militer rahasia, serta aktivitas diplomasi AS yang seringkali tidak pantas. Perwira intelejen AS, Chelse Manning, yang dianggap bekerja sama dengan Assange, telah ditangkap dan dijatuhi hukuman 35 tahun penjara.
Akan tetapi Manning mendapatkan pengampunan dari Presiden Barrack Obama saat itu. Ia dibebaskan pada pertengahan Maret 2020.
Otoritas keamanan dan intelejen AS menuduh Assange mengarahkan dan mendukung Manning dalam mencuri berbagai file dan arsip, serta meretas sistem komputer Pentagon. Assange dituduh mencuri informasi pertahanan dan keamanan nasional AS dan mengungkapkannya. Hal itu diklaim telah menempatkan AS, para pejabatnya, dan sumber-sumber rahasianya, dalam bahaya.
Assange menyebut dirinya seorang jurnalis. WikiLeaks, yang didirikan pada 2006, adalah sebuah situs web yang mengumpulkan dokumen rahasia dan mempublikasikannya secara daring untuk dilihat siapa saja. Ini menjadi aktivitas baru dalam dunia jurnalistik.
Dalam pandangan banyak pihak, kegiatan yang dilakukan oleh Wikileaks tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan media tradisional, yaitu mencoba menerbitkan rahasia pemerintah. Hal ini merupakan bagian tugas serta tanggung jawab pers. Tindakan Wikileaks adalah bagian dari upaya menuntut akuntabilitas pemerintah, khususnya AS, dalam setiap kebijakannya.
"Tuduhan baru berfokus pada penerimaan dan penerbitan materi rahasia dari sumber pemerintah. Itu adalah sesuatu yang dilakukan jurnalis sepanjang waktu," tulis New York Times dalam editorial pada hari dakwaan itu dirilis, Maret 2019. Dalam pandangan NY Times, tindakan Assange adalah bagian dari hak konstitusional warga dan jurnalis. "Inilah yang Amandemen Pertama lindungi: kemampuan penerbit untuk memberikan kebenaran kepada publik,” tulis NY Times.
Pemerintah Barack Obama, selama periode 2009-2017, memilih untuk tidak mengejar Assange guna menghindari pertarungan konstitusional atas apa yang menjadi ranah jurnalisme dan apa yang bukan. Namun pemerintahan Trump, yang didukung Partai Republik, menilai tindakan Assange sebagai tindakan permusuhan, ancaman asing. WikiLeaks dianggap sebagai "dinas intelijen yang bermusuhan."
"Departemen menganggap serius peran jurnalis dalam demokrasi kita. Tapi Julian Assange bukan jurnalis," kata Asisten Jaksa Agung Trump John Demers saat itu.
Sebagian besar komunitas intelijen AS ingin Assange diadili. Sementara itu, media AS dan kelompok hak asasi sedang bersiap untuk memperjuangkan prinsip konstitusional.
"Dengan mengekstradisi Assange, Kementerian Kehakiman Biden mengabaikan peringatan dari hampir setiap organisasi kebebasan sipil dan hak asasi manusia utama di negara itu bahwa kasus itu akan merusak hak kebebasan pers dasar wartawan AS," kata Direktur Eksekutif Yayasan Kebebasan Pers di AS, Trevor Timm. (AP/AFP/REUTERS)