Pemerintah Ukraina bertekad merebut kembali semua wilayah negara itu yang diduduki oleh pasukan Rusia. Termasuk di dalamnya adalah Crimea.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KYIV, JUMAT — Pemerintah Ukraina bertekad merebut kembali semua wilayah yang dikuasai oleh pasukan Rusia, termasuk Semenanjung Crimea yang dicaplok pada 2014. Mereka mengatakan bahwa penyatuan kembali semua wilayah Ukraina merupakan hak dan kewajiban Ukraina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov menyampaikannya dalam wawancara dengan CNN yang ditayangkan pada Jumat (17/6/2022). Pasukan Rusia sejak invasi per 24 Februari 2022 telah menduduki 20 persen wilayah Ukraina. Pada 2014, Rusia telah menguasai Semenanjung Crimea.
”Perang ini semakin memantapkan kami untuk menyatukan kembali Ukraina. Termasuk Semenanjung Crimea yang secara politik dan geografis merupakan wilayah Ukraina sejak dulu,” tutur Reznikov.
Ia menjelaskan, pasukan Ukraina akan bergerak dalam tiga tahap. Pertama, memastikan situasi yang stabil di semua wilayah yang diduduki oleh Rusia. Kedua, mengusir pasukan penjajah dari wilayah-wilayah tersebut. Ketiga, mengumumkan pengambilalihan wilayah beserta pemerintahan ke dalam Ukraina.
Reznikov optimistis tujuan ini bisa tercapai. Alasannya karena dari bukti-bukti yang ditemukan di jasad tentara Rusia maupun mereka yang berhasil ditangkap, Pemerintah Rusia awalnya memperkirakan dalam 12 jam invasi ke Ukraina pada 24 Februari bisa selesai. Mereka menghitung, maksimal ibu kota Kyiv jatuh dalam 72 jam.
Negara-negara sahabat Ukraina kala itu juga pesimistis dengan nasib negara pecahan Uni Soviet tersebut. Reznikov mengungkapkan, sejumlah kepala negara sahabat menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy guna membujuk dia menyerah karena secara kekuatan militer, Rusia jauh lebih besar. Mereka turut terpengaruh perkiraan Kyiv akan jatuh dalam 72 jam.
“Kenyataannya, kami sudah empat bulan, lebih dari 100 hari mempertahankan diri. Kami tidak akan menyerah berjuang,” katanya.
Di samping itu, lanjut Reznikov, ia yakin dengan bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris. AS telah menetapkan paket bantuan senilai 4,6 miliar dollar AS. Negara-negara Barat turut menjanjikan pengiriman persenjataan berstandar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Dalam rapat NATO di Brussels, Belgia, awal pekan ini, Juru Bicara Kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak mengatakan bahwa Ukraina membutuhkan 1.000 meriam Howitzer, 500 tank, dan 1.000 pesawat nirawak. Ini di luar kebutuhan senapan dan amunisi. ”Tentu akan kami berikan, hanya memang proses pengirimannya membutuhkan waktu,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
Perwira militer Ukraina Mayor Jenderal Dmitry Marchenko ketika diwawancara oleh media setempat, Vesti, mengungkapkan bahwa rencana perebutan kembali Semenanjung Crimea ialah dengan memutus akses wilayah itu dari Rusia. Salah satu titik strategis yang akan diintervensi adalah Jembatan Kerch yang merupakan jalur transportasi militer serta logistik Rusia.
Perkara Crimea bisa dibilang pelik. Pada Februari 2014, Rusia datang dan mencaplok semenanjung ini. Alasannya karena mayoritas warga setempat berasal dari kelompok etnis yang berbahasa Rusia. Mereka mengaku lebih dekat dengan budaya Rusia, bukan Ukraina.
Pada Maret 2014, sebuah referendum diadakan. Hasilnya menyebut bahwa 97 persen warga Semenanjung Crimea memilih bergabung dengan Rusia.
Pada Maret 2014, sebuah referendum diadakan. Hasilnya menyebut bahwa 97 persen warga Semenanjung Crimea memilih bergabung dengan Rusia. Akan tetapi, Ukraina keberatan dan menganggap referendum itu tidak sah. Alasannya, karena pertanyaan yang diajukan hanya dua, yaitu memilih bergabung dengan Rusia atau tidak. Pemerintah Ukraina meminta ada pertanyaan ketiga, yakni menjadikan wilayah Crimea sebagai status quo.
Selain itu, pengadaan referendum adalah ketika Crimea diduduki pasukan Rusia. Pemerintah Ukraina mengklaim bahwa masyarakat Crimea di bawah tekanan mental sehingga tidak memilih secara jernih. Mereka meminta referendum diulang, tetapi Rusia menolak. Saat ini, terdapat Republik Donetsk dan Republik Luhansk yang ingin melepaskan diri dari Ukraina. Simpatisannya bergabung ke dalam milisi yang membantu pasukan Rusia.
Sementara itu, di Forum Ekonomi Internasional St Petersburg, delegasi Crimea menandatangani perjanjian investasi dengan Rusia. Nilainya adalah 60 miliar rubel atau lebih-kurang Rp 15,6 triliun. Ketua Delegasi Crimea Sergey Aksenov mengatakan, investasi itu diharapkan bisa membuka setidaknya 1.500 lapangan pekerjaan baru.
Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov kepada kantor berita nasional Rusia, TASS, menuturkan bahwa Rusia sama sekali tidak menghalangi jalur ekspor komoditas Ukraina. Zelenskyy mengeluhkan Rusia menutup akses ke Laut Hitam. Sebaliknya, Antonov mengatakan pasukan Rusia memastikan keamanan jalur. ”Pemerintah Ukraina saja yang merepotkan diri sendiri karena tidak mau bekerja sama,” ujarnya. (REUTERS)