Presiden Jerman: Ketahanan Pangan Jadi Salah Satu Agenda Utama G7 dan G20
Dalam kunjungan ke Universitas Gadjah Mada, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier berdiskusi tentang ketahanan pangan. Dia menyebut, ketahanan pangan menjadi salah satu agenda utama dari forum internasional G7 dan G20.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyatakan, isu ketahanan pangan menjadi salah satu agenda utama dari forum internasional G7 dan G20. Agenda tersebut menjadi prioritas karena adanya ancaman krisis pangan global yang membutuhkan peningkatan kerja sama internasional untuk mengatasinya.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Steinmeier dalam diskusi bertajuk ”Food Security, Global Challenges, and Dependencies” di Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (17/6/2022). Diskusi tersebut merupakan salah satu agenda yang dijalankan Presiden Steinmeier saat berkunjung ke DIY.
Selain ke UGM, Presiden Steinmeier berkunjung ke Keraton Yogyakarta untuk bertemu dengan Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang juga merupakan Gubernur DIY.
Seusai berkunjung ke Keraton Yogyakarta, Presiden Steinmeier berkunjung ke Jogja National Museum untuk melihat presentasi proyek seni kerja sama seniman Indonesia dan Jerman.
Dalam diskusi di UGM, Presiden Steinmeier menyatakan, dirinya telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (16/6/2022). Dalam pertemuan itu, Presiden Steinmeier menyebut, dirinya dan Presiden Joko Widodo berupaya mengooordinasikan agenda prioritas antara G7 dan G20.
Koordinasi itu dilakukan karena saat ini Jerman sedang memegang Presidensi G7, sementara Indonesia tengah memegang Presidensi G20. ”Kami mencoba mengoordinasikan prioritas antara Presidensi G7 dan Presidensi G20,” ujar Presiden Steinmeier.
Presiden Steinmeier memaparkan, dirinya juga menyaksikan bahwa di dalam G7 dan G20, ketahanan pangan merupakan salah satu agenda prioritas. Hal ini karena ada kekhawatiran dari sejumlah pihak mengenai ancaman krisis pangan global.
”Saya bukan ahli dalam hal mengatasi krisis pangan, tetapi saya sangat tertarik dengan isu ini. Saya banyak bepergian dan menyaksikan banyak negara menghadapi krisis pangan,” ungkap Presiden Steinmeier.
Presiden Steinmeier menambahkan, untuk mengatasi masalah krisis pangan, harus dilakukan analisis yang mendalam mengenai akar masalah tersebut. Selain itu, dibutuhkan juga peningkatan kerja sama internasional untuk mengatasi masalah krisis pangan.
Menurut Presiden Steinmeier, Jerman merupakan salah satu pendukung utama organisasi Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP). Namun, dia menyebutkan, hal bukan sesuatu yang perlu dibanggakan karena merupakan dukungan yang memang selayaknya diberikan oleh masyarakat internasional.
Masalah global
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies Yose Rizal Damuri mengatakan, isu ketahanan pangan harus dilihat sebagai masalah global, bukan hanya masalah nasional setiap negara. Oleh karena itu, dunia membutuhkan kerja sama yang lebih besar untuk mewujudkan ketahanan pangan global.
Yose juga mengingatkan, dunia internasional tidak bisa membiarkan tiap negara menghadapi sendiri masalah pangan yang mereka alami. ”Dalam banyak kasus, kita tidak bisa membiarkan setiap negara untuk menghadapi masalah pangan mereka sendiri,” katanya saat menjadi pembicara diskusi di UGM.
Saya bukan ahli dalam hal mengatasi krisis pangan, tetapi saya sangat tertarik dengan isu ini. Saya banyak bepergian dan menyaksikan banyak negara menghadapi krisis pangan. (Steinmeier)
Sayangnya, kata Yose, masih banyak negara yang berpikir bahwa isu ketahanan pangan bukanlah masalah global. Saat menghadapi krisis pangan, misalnya, banyak negara yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan negara-negara lain.
Di sisi lain, Yose memaparkan, dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) beberapa waktu lalu, negara-negara anggota WTO menganggap isu ketahanan pangan sebagai sesuatu yang serius. Negara-negara anggota WTO juga sepakat untuk tidak melarang ekspor bahan pangan, terutama terkait masalah kemanusiaan.
”Ini adalah kabar yang sangat bagus meskipun masih harus dilihat bagaimana implementasinya,” ujar Yose.
Yose menambahkan, G20 juga merupakan forum yang tepat untuk mempromosikan kerja sama internasional terkait ketahanan pangan. Sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia pun diharapkan bisa bekerja sama dengan Jerman sebagai pemegang Presidensi G7 untuk mengatasi masalah ketahanan pangan.
”Dengan Presidensi G7 oleh Jerman dan Presidensi G20 oleh Indonesia, kita akan memiliki sinergi yang sangat bagus untuk mengatasi masalah ketahanan pangan,” ungkap Yose.
Sementara itu, Rektor UGM Ova Emilia mengatakan, Jerman dan Indonesia merupakan dua negara yang bersahabat baik. Apalagi, Jerman telah menjadi tempat pelatihan bagi banyak akademisi Indonesia, termasuk bagi banyak pengajar di UGM.
”Presiden ketiga Indonesia, Presiden Habibie, juga merupakan lulusan Jerman. Sementara itu UGM menjadi tempat belajar dari Presiden Indonesia saat ini, Presiden Joko Widodo. Ada kesamaan ini yang membuat ikatan kita lebih kuat,” kata Ova.
Ova memaparkan, interaksi dan hubungan baik antara Indonesia dan Jerman sangat penting dalam konteks geopolitik dan teknologi. Sementara itu, di bidang pendidikan, UGM menjadi salah satu perguruan tinggi Indonesia yang telah memiliki hubungan kerja sama yang intensif dengan institusi pendidikan di Jerman.
Ova pun berharap, ke depan, kerja sama antara UGM dan institusi pendidikan di Jerman bisa semakin diperkuat. ”UGM banyak kerja sama dengan berbagai institusi di Jerman dan kita berharap ke depan akan lebih intens lagi kerja samanya,” tuturnya.