Krisis Kemanusiaan Memburuk, Donbas Butuh Adanya Gencatan Senjata
Krisis kemanusiaan di Ukraina timur terus memburuk. Hanya dengan gencatan senjata penuh, evakuasi warga sipil yang terjebak di tengah perang bisa dilakukan.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·6 menit baca
KYIV, JUMAT — Hampir empat bulan setelah invasi Rusia, situasi kemanusiaan di seluruh Ukraina, khususnya di Donbas, Ukraina timur, sangat mengkhawatirkan dan bahkan terus memburuk. Ribuan warga sipil terperangkap perang di kota industri utama Sievierodonetsk, pusat pertempuran dalam sebulan terakhir ini. Ratusan orang di antaranya terkepung di area pabrik kimia Azot di kota itu.
Kantor Koordinasi Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) dalam pernyataannya, Jumat (17/6/2022), menyebutkan, warga sipil itu itu menderita akibat krisis air bersih, makanan, sanitasi, dan listrik. ”Hampir empat bulan sejak dimulainya perang, situasi kemanusiaan di seluruh Ukraina, khususnya di Donbas timur, sangat mengkhawatirkan dan terus memburuk dengan cepatnya,” sebut OCHA.
Situasinya memburuk setelah Rusia menghancurkan tiga jembatan penghubung Sieverodonetsk. Rencana evakusi warga sipil oleh Kyiv terhenti. Misi kemanusiaan pun tak bisa masuk untuk menyalurkan bantuan darurat. Menurut Gubernur Luhansk, Sergey Gaiday, di kota itu masih 10.000 warga sipil terjebak. Khusus di pabrik kimia Azot, ada 568 orang, termasuk 38 anak-anak.
Dalam pernyataannya itu OCHA menyebutkan, ”permusuhan aktif terus meningkat” di Donbas ”memakan korban sangat besar pada warga sipil, termasuk petugas bantuan”. Donbas, yang meliputi Provinsi Luhansk dan Donetsk di Ukraina timur, dikuasai separatis pro-Rusia sejak 2014. OCHA sangat mencemaskan keadaan warga sipil yang terdampak.
Situs berita OCHA melaporkan, kurangnya akses kemanusiaan akibat pertempuran telah mencegah aktivis bantuan menyalurkan bantuan penyelamatan kepada orang-orang yang terdampak di beberapa bagian Ukraina. Selama seminggu terakhir, permusuhan terus meningkat, terutama di Luhansk dan Donetsk, Ukraina timur, membuat jatuh banyak korban sipil dan aktivis bantuan.
Badan kemanusiaan PBB itu mengatakan, situasi memburuk di Luhansk dan Donetsk, baik wilayah yang dikendalikan pemerintah maupun ”non-pemerintah”. Ada lusinan warga sipil tewas dan ratusan terluka. ”Lebih banyak (orang) lagi terperangkap di tempat-tempat tanpa akses yang memadai ke layanan dan pasokan vital, termasuk air, makanan, kesehatan, dan listrik,” katanya.
Mitra kemanusiaan PBB yang telah berada di Sievierodonetsk menginformasikan bahwa ribuan orang masih berada di kota itu, termasuk ratusan yang berlindung di bungker pelindung bom di area pabrik kimia Azot. OCHA tidak bisa memverifikasi jumlah warga sipil tersebut. Namun, penjelasan Gaiday menyebutkan, masih ada 10.000 orang terjebak di Sievierodonetsk.
Kementerian Pengembangan Komunitas dan Wilayah Ukraina mengatakan, infrastruktur sipil telah hancur di sebagian besar negara itu, terutama di Ukraina timur. Lebih dari 3,5 juta orang tanpa rumah karena hancur akibat perang sejak invasi Rusia, 24 Februari 2022. PBB mengatakan, dugaan pelanggaran HAM berlanjut. Jumlah warga sipil yang tewas dan terluka kini mendekati 10.000 orang.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia telah memverifikasi, pada 15 Juni, lebih dari 9.983 warga sipil jadi korban, termasuk 4.452 orang tewas dan 5.531 orang terluka. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi. Wilayah Luhansk dan Donetsk paling menderita. Tuduhan baru tentang pelanggaran HAM warga sipil telah dibagikan Human Rights Watch (HRW) pada 10 Juni.
Menurut informasi yang dikumpulkan badan-badan PBB dan lembaga swadaya masyarakat, gangguan terhadap layanan penting memengaruhi terutama perawatan kesehatan. Dilaporkan, 19 fasilitas kesehatan diserang di Sievierodonetsk dan kota kembarnya, Lysychansk. Layanan medis lumpuh. OCHA mengharapkan agar pihak yang berperang segera membuka akses kemanusiaan.
Namun, ”Sampai saat ini, pihak-pihak yang berkonflik belum mencapai kesepakatan untuk memfasilitasi evakuasi warga sipil yang aman atau memungkinkan akses kemanusiaan untuk memberikan bantuan mendesak ke kota itu,” kata OCHA.
Gaiday mengatakan, evakuasi warga sipil atau penyaluran bantuan kemanusiaan hanya mungkin jika pasukan Rusia dan Ukraina melakukan gencatan senjata penuh. ”Hanya ’gencatan senjata penuh’ memungkinkan evakuasi ratusan warga sipil yang berlindung di pabrik kimia di Severodonetsk, Ukraina, pusat pertempuran sengit dengan Rusia,” katanya.
Menurut Gaiday, mustahil bagi warga sipil keluar dari area pabrik. ”Sekarang tak mungkin dan secara fisik berbahaya untuk keluar dari pabrik (kimia Azot) karena penembakan dan pertempuran terjadi terus-menerus. Ada 568 orang yang berlindung di sana, termasuk 38 anak-anak,” kata Gaiday lewat Telegram. ”Mustahil tercipta koridor kemanusiaan yang aman tanpa gencatan senjata penuh”.
Lintasan yang aman diperlukan bagi orang-orang yang memutuskan untuk mengungsi dari daerah yang mengalami pertempuran aktif. Gugus Tugas Pasukan Gabungan Ukraina melaporkan pada 9 Juni, misalnya, lebih dari 600 orang telah dievakuasi di Ukraina timur dalam 24 jam sebelumnya.
Secara terpisah, Rusia melaporkan bahwa pada 14 Juni, lebih dari 1,84 juta orang, termasuk hampir 295.000 anak-anak, telah menyeberang ke Rusia sejak 24 Februari. Badan Pengungsi PBB (UNHCR) memperkirakan pada 9 Juni bahwa lebih dari 1,13 juta orang telah menyeberang ke wilayah Rusia.
PBB dan mitra kemanusiaan terus memperluas bantuan kepada orang-orang yang terdampak perang. Lebih dari 8,8 juta orang kini telah dijangkau dengan bantuan kemanusiaan dan layanan perlindungan oleh organisasi bantuan di seluruh Ukraina sejak 24 Februari. Sebanyak 7,1 juta orang mengungsi di dalam negeri dan sedikitnya 5 juta orang mengungsi ke wilah Eropa tetangga Ukraina.
Sementara itu, Gubernur Wilayah Odesa Maksym Marchenko mengklaim bahwa rudal ukraina pada Jumat ini menghantam satu kapal tunda milik Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam. Kapal itu sedang mengangkut tentara, senjata, dan amunisi menuju Pulau Zmiinyi yang diduduki Rusia di selatan wilayah Odesa. Tidak dijelaskan apa dampak dari tembakan rudal itu. Rusia tidak mengonfirmasinya.
Selain itu dilaporkan, 15.000 jutawan Rusia mencoba meninggalkan Rusia. Eksodus lanjutan ini berasal dari komunitas bisnis dan oligarki Rusia. Menurut Kementerian Pertahanan Inggris, eksodus dapat memperburuk kerusakan ekonomi Rusia jangka panjang akibat perang. ”Pengajuan di migrasi menunjukkan, 15.000 jutawan Rusia kemungkinan sudah berusaha untuk pergi,” kata kementerian.
Rusia, Jumat, mengatakan, hampir 2.000 tentara bayaran asing telah tewas di Ukraina sejak dimulainya intervensi militer Moskwa. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, 6.956 ”tentara bayaran dan spesialis senjata” dari 64 negara telah tiba di Ukraina sejak awal konflik. Sebanyak 1.956 orang telah dibunuh dan 1.779 orang lainnya meninggalkan Ukraina.
Seorang pejabat Eropa pada April lalu mengatakan, hingga kini 20.000 tentara bayaran dari perusahaan swasta Rusia, Grup Wagner, serta dari Suriah dan Libya bertempur bersama pasukan Moskwa di Ukraina. Awal Juni ini, separatis Ukraina timur menghukum mati tiga kombatan asing Ukraina.
Petinggi militer separatis Republik Rakyat Luhansk, Andrey Marochko, Jumat, dikutip TASS, mengatakan, beberapa pasukan Ukraina yang bertahan di pabrik kimia Azot menyerahkan diri. ”Selama operasi militer khusus di Azot, kota Sievierodonetsk, beberapa pasukan Ukraina membuat keputusan yang benar dan mulai menyerah,” kata Pusat Informasi Luhansk mengutip Marochko.
Asisten Menteri Dalam Negeri Republik Rakyat Luhansk Vitaly Kiselyov sebelumnya mengatakan bahwa militan Ukraina menyandera hingga 1.200 warga sipil di lokasi pabrik kimia Azot.
Seperti dilaporkan sebelumnya, hingga kini 2.500 milisi dengan seperempatnya adalah tentara bayaran asing, mungkin sedang berlindung di kawasan industri Sievierodonetsk. Asisten Menteri Dalam Negeri Republik Rakyat Luhansk Vitaly Kiselyov sebelumnya mengatakan bahwa militan Ukraina menyandera hingga 1.200 warga sipil di lokasi pabrik kimia Azot.
Hari Kamis (16/6/2022), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kepada BBC News, segala sesuatu yang terjadi di Ukraina kini tidak seperti yang terlihat. ”Kami tidak menginvasi Ukraina,” katanya. ”Kami mendeklarasikan operasi militer khusus karena kami sama sekali tidak punya cara lain untuk menjelaskan kepada Barat bahwa merangkul Ukraina ke NATO adalah tindakan kriminal.” (AFP/REUTERS/AP)