Retno Tawarkan Formula Cegah Indo-Pasifik Bernasib seperti Ukraina-Rusia
Perang Ukraina-Rusia menimbulkan dampak geopolitik dan geoekonomi di kawasan lain, termasuk Indo-Pasifik. Indonesia mendorong spirit kerja sama dan inklusivitas guna mencegah konflik Ukraina-Rusia melanda Indo-Pasifik.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PRAHA, SELASA — Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam forum Dialog Tingkat Tinggi tentang Indo-Pasifik mengungkapkan bahwa perang Ukraina-Rusia membuka kelemahan arsitektur kawasan pasca-Perang Dingin yang kental dengan pendekatan pembendungan (containment). Hal itu mengingatkan pentingnya semua negara untuk bisa mengelola konflik dan mencegahnya di kawasan masing-masing.
Dalam keterangan pers yang disiarkan melalui saluran YouTube pada Selasa (14/6/2022), Retno dari Praha menjelaskan beberapa hal yang disampaikannya dalam Dialog Tingkat Tinggi tentang Indo-Pasifik di Praha, Ceko, pada Senin (13/6/2022). Forum itu merupakan seri kedua dari pertemuan serupa yang digelar Perancis di Paris, 22 Februari 2022. Saat ini Perancis memegang keketuaan UE, sementara Ceko akan menggantikan Perancis sebagai Ketua UE mulai Juli 2022.
Retno mengungkapkan, perang Ukraina-Rusia memberi dampak geopolitik dan geoekonomi yang luas ke banyak negara, termasuk kawasan Indo-Pasifik. Perang tersebut merupakan gejala dari beberapa masalah serius, seperti hilangnya rasa saling percaya, adanya paradigma zero-sum, dan tergerusnya penghormatan terhadap hukum internasional.
Menurut Retno, perang di Ukraina membuka kembali kelemahan arsitektur kawasan pasca-Perang Dingin yang kental akan pendekatan pembendungan. ”Perang ini mengingatkan kita untuk bisa mengelola konflik jauh lebih baik di kawasan kita. Di dalam high-level dialogue tersebut saya tekankan bahwa perdamaian dan stabilitas tidak dapat tiba-tiba terjadi. Hal ini harus terus diupayakan dan ditumbuhkembangkan," ujarnya.
Pembendungan merupakan kebijakan yang diterapkan oleh suatu negara untuk mencegah atau membatasi perluasan wilayah atau pengaruh ideologi pihak lawan. Pembendungan itu, antara lain, bisa dilihat pada kebijakan Amerika Serikat yang mencegah penyebaran komunisme di negara Barat pada saat Perang Dingin.
Seperti diuraikan dalam Kamus Hubungan Internasional (Khasan Ashari, 2015), gagasan mengenai pembendungan berasal dari diplomat Amerika Serikat, George F Kennan, yang bersumber pada hasil pengamatan terhadap perilaku politik Uni Soviet saat Kennan ditugaskan di Moskwa. Melalui artikel berjudul ”The Sources of Soviet Conduct” yang dimuat jurnal Foreign Affairs edisi Juli 1947, Kennan merekomendasikan Pemerintah AS untuk menjalankan kebijakan yang bertujuan membatasi perluasan pengaruh Uni Soviet.
Tiga formula
Dalam forum tersebut, Retno menawarkan tiga formula untuk mewujudkan keamanan dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Pertama, semua pihak harus menegakkan kembali Piagam PBB dan hukum internasional. Artinya, penghormatan terhadap prinsip kedaulatan dan integritas wilayah harus konsisten dan tidak tebang pilih.
”Resolusi damai adalah satu-satunya cara yang dipilih dalam menyelesaikan konflik, ini merupakan aturan main yang harus dipatuhi semua negara,” ujarnya.
Formula kedua, lanjut Retno, pentingnya menciptakan arsitektur kawasan yang inklusif. Ia mengambil contoh di ASEAN yang terus berupaya membangun paradigma kolaborasi sebagai pemandu pembentukan arsitektur kawasan. ASEAN adalah contoh paradigma kolaborasi seperti terlihat pada proses yang dipimpin ASEAN (ASEAN-led processes) dan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) yang menawarkan paradigma kolaborasi ke luar kawasan ASEAN.
”Kita menghendaki prinsip atau nilai inklusivitas dan bukan pembendungan (no containment) yang diterapkan semua negara dalam interaksi di Indo-Pasifik. Saya tekankan bahwa pembentukan kelompok atas minilaterisme di Indo-Pasifik harus menjadi building block untuk menciptakan stabilitas, perdamaian dan kemakmuran kawasan,” tutur Retno.
Formula ketiga, kata Retno, adalah pentingnya mengutamakan kerja sama yang konkret. Kerja sama di kawasan Indo-Pasifik tidak dapat dibangun hanya berdasarkan pendekatan politik keamanan semata.
Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, menurut Retno, menawarkan kerja sama konkret yang bermanfaat bagi rakyat di kawasan, khususnya di bidang maritim, konektivitas, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan kerja sama ekonomi, terutama perdagangan dan investasi.
”Saya garis bawahi bahwa empat bidang kerja sama tersebut mewakili kepentingan semua negara di kawasan yang dapat menyatukan dan tidak memecah belah kepentingan bersama. Kerja sama ini menimbulkan saling percaya, dan spirit ini harus terus didorong,” kata Retno.
Retno mengungkapkan, sebagai mitra strategis ASEAN, Uni Eropa dapat berperan besar untuk merealisasikan formula itu dengan mengedepankan kerja sama yang saling menguntungkan dan bermanfaat bagi semua. ”Saya mengajak semua pihak untuk terus menghidupkan spirit multilateralisme, spirit perdamaian, dan spirit kolaborasi,” kata Retno.
Di sela-sela forum Dialog Tingkat Tinggi tentang Indo-Pasifik, Retno mengadakan pertemuan bilateral dengan mitranya dari Ceko, Hongaria, dan Lituania. Ia juga diterima Presiden Ceko Milos Zeman. Dari Praha, pada Selasa ini Retno bertolak ke Brussels, Belgia, untuk bertemu dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan UE Joseph Borrell dan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg. (*)