Gaung Harapan di Maidan, Segera Berakhirlah Perang Ini (Bagian 8)
Bagi warga Ukraina, Lapangan Kemerdekaan tak sekadar menjadi sandaran hidup. Lapangan tersebut telah menjadi bagian dari ikon gerakan prodemokrasi rakyat Ukraina.
Kawanan burung merpati warna abu-abu beterbangan di langit Maidan Nezalezhnosti atau Lapangan Kemerdekaan di kota Kyiv, Ukraina, Minggu (12/6/2022). Mereka seolah menyemangati warga yang hilir mudik di lapangan itu untuk tegar melanjutkan kehidupan, meski sulit dan penuh jalan terjal, akibat perang.
Burung-burung merpati itu mungkin ada benarnya. Sekalipun kehidupan belum pulih betul, kehadiran warga yang ramai memadati Maidan pada akhir pekan itu menyuntikkan semangat dan harapan baru di Kyiv. Setidaknya bagi sebagian warga yang menyandarkan hidup mereka dari wisatawan yang datang ke Maidan.
Baca juga : Relokasi Bisnis untuk Menjauhi Zona Perang
Sergei (22), contohnya. Dengan berkostum babi bernuansa merah, ia menawarkan diri untuk berfoto bersama dengan wisatawan ataupun warga yang berkunjung ke Maidan. Tidak ada tarif untuk sekali foto bersamanya. ”Ini sifatnya donasi. Silakan saja mau membayar berapa,” ucap Sergei.
Ia tahu, perang masih berkecamuk dengan sengit di wilayah timur. Ia juga sadar, sewaktu-waktu serangan Rusia bisa saja melanda ibu kota, seperti yang kerap diperingatkan pemerintah kota lewat pengumuman dan alarm di aplikasi. Namun, Sergie kali ini mulai semringah. Setidaknya ekonomi di Kyiv mulai menggeliat.
Situasi Kyiv hari-hari ini jauh berbeda dengan momen-momen mencekam saat Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022. Kala itu hampir seluruh penduduk Kyiv berbondong-bondong mengungsi ke arah barat. Ada yang menuju kota Lviv, ada yang melintasi batas ke negara Polandia, Slowakia, Moldova, dan Austria.
Pada akhir Februari itu, Kyiv pun tampak seperti kota mati. Hampir semua pertokoan, pusat perbelanjaan, gerai, perkantoran swasta, dan kantor pemerintah tutup. Warga pria berusia di atas 18 tahun dilarang keluar Kyiv. Mereka diperintahkan mengikuti wajib militer, membela Ukraina dalam perang melawan Rusia. Hanya perempuan, anak-anak, dan warga lansia yang boleh mengungsi.
Baca juga : Dalam Semalam, Dua Kali Peringatan Ancaman Serangan Rusia Itu Diumumkan
Sergei menuturkan, setahun lalu sebelum serangan Rusia ke Ukraina, setiap hari rata-rata ada 10 wisatawan yang mau berfoto dengannya. Begitu perang melanda Ukraina, Kyiv sempat sepi. Hampir tidak ada orang yang datang ke Maidan.
Victoria (19), yang menawarkan wisatawan untuk berfoto bersama burung merpati yang bertengger di tangannya, juga mengenang masa-masa kelam awal serangan Rusia. Ia sempat mengungsi ke Vinnytsa, selatan Kyiv. Setelah kembali ke Kyiv, pendapatannya tak menentu.
Tak jarang ia pulang dengan tangan hampa. ”Kadang saya hanya dapat 20 hryvna (setara Rp 9.800). Kalau sedang beruntung, bisa 100 hryvna (setara Rp 49.000),” kata Victoria.
Dulu sebelum invasi Rusia, penghasilannya bisa mencapai 1.000 hryvna per hari (setara Rp 490.000) pada akhir pekan.
Revolusi Euromaidan
Bagi warga Ukraina, Lapangan Kemerdekaan tak sekadar menjadi sandaran hidup bagi orang-orang, seperti Sergei atau Victoria. Lapangan tersebut telah menjadi ikon Kyiv. Setiap kali Kyiv punya hajatan akbar, Lapangan Kemerdekaan selalu menjadi episentrum kumpulan massa. Ketika Kyiv menggelar final turnamen sepak bola Piala Eropa 2012, lapangan itu menjadi arena konser yang dimeriahkan para musisi kelas dunia, seperti Elton John, grup musik Queen, dan lain-lain.
Baca juga : Tak Mudah Meretas Jalan Perdamaian
Namun, lebih dari itu, Lapangan Kemerdekaan memiliki arti lebih besar bagi kebanyakan masyarakat Ukraina, terutama setelah peristiwa tahun 2013. Saat itu, pada November-Desember 2013, di lapangan tersebut meletus demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang pro-Rusia.
Yanukovych dituding menjadi kaki tangan Moskwa, melakukan tindak pidana korupsi, dam praktik nepotisme. Unjuk rasa besar-besaran itu dikenal dengan Revolusi Euromaidan.
Demonstrasi di Ukraina dimulai setelah Presiden Yanukovych menolak menandatangani pakta kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa. Yanukovych mengatakan, sikapnya yang berbalik arah karena UE tak menawarkan bantuan finansial mencukupi untuk mendongkrak nasib Ukraina. Selain itu, Yanukovych beralasan, negerinya tak mungkin mengorbankan neraca perdagangannya dengan Rusia.
Sejak saat itu, gelombang unjuk rasa besar-besaran pecah di Kyiv. Pada awal Desember, aksi protes diikuti sekitar 300.000 pengunjuk rasa yang menyerukan slogan-slogan anti-Yanukovych. Mereka berpawai menuju Maidan Nezalezhnosti atau Lapangan Kemerdekaan.
Pendek kata, lapangan itu juga menjadi bagian dari ikon gerakan prodemokrasi rakyat Ukraina. Revolusi itu berujung pada tumbangnya Presiden Yanukovych pada Februari 2014. Namun, penggulingan Yanukovych membuat penduduk Donetsk dan Luhanks marah. Yanukovych lahir dan besar di Donetsk. Selepas Yanukovych digulingkan, sebagian penduduk Donetsk dan Luhanks memberontak. Tak lama kemudian, pemberontak di Donetsk dan Luhanks mendeklarasikan pembentukan Republik Rakyat Donetsk (RRD) dan Republik Rakyat Luhanks (RRL).
Baca juga : Kota Industri Utama Ukraina di Donbas di Ambang Kejatuhan
Pada Maret 2021, pemerintahan Ukraina di bawah Volodymyr Zelenskyy mengungkap rencana latihan bersama dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada akhir 2021. Skenario latihan itu merebut kembali Luhanks dan Donetsk dari pemberontak.
Rencana latihan bersama itu disampaikan dua tahun berselang setelah NATO memasukkan Ukraina dalam daftar calon anggota baru. Pada Juni 2020, Presiden Zelenskyy menyatakan negaranya perlu bergabung dengan NATO. Padahal, selama bertahun-tahun, Rusia menentang Ukraina bergabung dengan NATO. Keberatan Moskwa tidak didengar.
Alhasil, pengumuman latihan tersebut disikapi Presiden Rusia Vladimir Putin dengan menyiagakan ratusan ribu tentara Rusia di perbatasan Rusia-Ukraina. Bahkan, Putin meneken dekrit pengakuan kedaulatan RRD dan RRL pada 20 Februari 2022. Dengan alasan ada permintaan dari RRD dan RRL, Putin kemudian memerintahkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Perang Ukraina-Rusia hingga kini masih berkecamuk, tetapi terkonsentrasi di Ukraina bagian timur. Kyiv sendiri saat ini mulai berangsur normal setelah mencekam karena serangan udara dari Rusia. Bahkan, pada Minggu (5/6/2022), sebuah bengkel gerbong kereta di pinggiran Kyiv hancur karena dihantam rudal Rusia.
Pengungsi mulai kembali
Tiga bulan berselang dari serangan Rusia yang pertama, penduduk yang mengungsi berangsur mulai kembali ke kota Kyiv. Kondisi ini diikuti dengan mulai beroperasinya pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran swasta, kantor pemerintahan, kantor perbankan, restoran, hotel, hingga kios-kios kecil.
Hingga Minggu (12/6/2022) ini, bahkan setidaknya 2,5 juta warga Ukraina sudah kembali dari Eropa ke negara asalnya. Hal itu seperti yang diungkapkan Badan Penjaga Perbatasan dan Pantai Uni Eropa, Frontex, Dengan demikian, tersisa 3 juta warga Ukraina masih berada di berbagai wilayah Uni Eropa.
Mayoritas pengungsi Ukraina kembali melalui Polandia dan Romania. Dari sana pula, mayoritas pengungsi Ukraina meninggalkan negara mereka. Peningkatan jumlah pengungsi yang mudik tidak hanya tercatat di data Frontex. Perusahaan kereta api Ukraina, Ukrzaliznytsia, juga melihat kenaikan jumlah pengungsi yang pulang.
Karena itu, Ukrzaliznytsia, menambah kereta yang melayani rute Polandia-Ukraina. Penambahan itu bagian dukungan pada upaya pengungsi Ukraina untuk kembali ke kampung halaman.
Dalam pernyataan pada Minggu (12/7/2022), Ukrzaliznytsia mengumumkan bahwa ada 50.000 warga Ukraina naik kereta dari Przemysl, Polandia sepanjang Mei 2022. Selain warga Ukraina, kereta dari kota dekat perbatasan Polandia-Ukraina itu juga dinaiki warga dari berbagai negara lain.
Peningkatan penumpang membuat Ukrzaliznytsia memutuskan menambah dua rangkaian kereta. Dari Przemysl, kereta mengangkut penumpang menuju dua provinsi Ukraina yakni, Kyiv dan Zaporiznhia.
Seiring kembalinya jutaan warga Ukraina dari tempat mereka mengungsi, Kyiv pun menggeliat. Tidak hanya bagi Sergei dan Victoria, warga Kyiv lain pun turut lega. ”Saya berharap perang bisa segera berakhir,” kata Oksana dengan mata berlinang karena terharu Kyiv dapat kembali hidup.
Oksana tidak pernah mengungsi dari Kyiv sejak perang meletus karena mesti mengelola penginapan yang berada di dekat Maidan. Namun, baru sebulan terakhir, dia merasakan kehidupan di Kyiv kembali berdenyut. Dengan makin ramainya masyarakat masuk ke Kyiv, dia berharap penginapan yang dikelolanya juga kembali dipenuhi pengunjung maupun wisatawan.
Orang-orang seperti Sergei, Victoria, dan Oksana menaruh harapan besar terhadap geliat ekonomi di Maidan. Lapangan Kemerdekaan yang pernah menjadi tempat masyarakat Ukraina melancarkan revolusi kini juga menjadi penanda akan kehidupan di Kyiv yang mulai bergeliat.
-------
Serial liputan khusus Perang Ukraina-Rusia:
Menyelami Tragedi Kemanusiaan, Mengabarkan Sekecil Apa Pun Upaya Perdamaian (Bagian 1)
Menembus Jantung Perang Eropa (Bagian 2)
Solidaritas Kemanusiaan Tanpa Batas bagi Pengungsi Ukraina (Bagian 3)
Adaptasi Warga Kyiv di Tengah Perang (Bagian 4)
Banyak Pembatasan Akibat Perang Ukraina, Penting Tetap Jaga Kewarasan (Bagian 5)