Dialog Shangri-La Jadi Ajang Perang Kata-kata AS-China
Perseteruan Amerika Serikat-China terus terjadi. AS menilai kehadiran China di kawasan terkesan agresif. Sebaliknya China menilai AS konfrontatif.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·4 menit baca
SINGAPURA, SABTU - Pertemuan para menteri pertahanan negara-negara Asia-Pasifik di Singapura menjadi ajang perang kata-kata antara Amerika Serikat dan China. Dalam forum yang dikenal sebagai Dialog Shangri-la, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Sabtu (11/6/2022), di Singapura dengan keras mengkritik China. Menurut dia, aktivitas militer China di kawasan dinilainya provokatif. Austin juga mengatakan, pendekatan China di kawasan, terutama terkait klaim teritorialnya, cenderung agresif dan koersif.
Secara khusus terkait Taiwan, melihat sikap Beijing yang terus-menerus menekan Taipei, AS pun gerah. ”Kami telah menyaksikan peningkatan aktivitas militer (yang) provokatif dan tindakan destabilisasi di dekat Taiwan,” kata Austin. ”Aktivitas itu termasuk kehadiran pesawat (militer China) yang terbang di dekat Taiwan dalam jumlah besar dalam beberapa bulan terakhir dan hampir setiap hari. Kami dengan tegas menentang setiap perubahan sepihak terhadap status quo kedua belah pihak,” kata Austin menambahkan.
Sehari sebelumnya, Austin telah bertemu dengan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe. Secara khusus, pada pertemuan yang digelar Jumat itu, mereka membahas isu Taiwan.
Menurut seorang pejabat China, dalam pertemuan dengan Austin, Wei mengingatkan, jika ada pihak-pihak yang berani memisahkan Taiwan dari China, tentara China tak akan segan-segan memulai perang. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pertahanan China menegaskan, mereka akan menghancurkan setiap usaha untuk memerdekakan Taiwan.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Taiwan menegaskan bahwa Taipei menolak dengan tegas klaim Beijing yang mereka sebut sebagai ”tidak masuk akal”. ”Rakyat Taiwan tidak akan tunduk pada ancaman Pemerintah China,” kata Kementerian Luar Negeri Taiwan dalam sebuah pernyataan.
Parang kata-kata antara Washington dan Beijing sejatinya bukanlah hal baru. Mereka kerap bersemuka terkait klaim sepihak Beijing atas wilayah Laut China Selatan. AS juga kerap mengkritik China terkait isu pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan Hong Kong.
Secara khusus, terkait Taiwan—sebagaimana telah dikemukakan di atas—Washington gerah dengan kehadiran terus-menerus pesawat tempur China di ruang identifikasi udara (ADIZ) Taiwan. Tak hanya itu, sekutu AS di kawasan, yaitu Australia, juga mengecam China karena pesawat tempur China melakukan tindakan berbahaya saat mencegat pesawat pengintai Australia yang terbang di atas Laut China Selatan, Mei lalu. Keluhan serupa dilayangkan Kanada yang mengatakan pesawat tempur China mengganggu pesawat patroli Kanada yang tengah memantau implementasi sanksi untuk Korea Utara.
Menteri Pertahanan Kanada Anita Anand mengatakan, intersepsi oleh China terhadap pesawat tempur Kanada dinilai tidak profesional.
Menyikapi situasi itu, Austin mengatakan, Amerika Serikat akan terus mendukung sekutunya, termasuk Taiwan. ”Itu sangat penting karena China mengadopsi pendekatan yang lebih koersif dan agresif terhadap klaim teritorialnya,” kata Austin.
Meskipun demikian, Austin mengatakan pentingnya tetap membuka jalur komunikasi dengan petinggi militer dan pertahanan China. Jalur itu diperlukan untuk menghindari salah perhitungan. ”Ini adalah pembicaraan yang sangat, sangat penting,” kata Austin.
Secara terpisah, seorang perwira senior China, Letnan Jenderal Zhang Zhenzhong, mengatakan, pidato Austin di Dialog Shangri-La sebagai bentuk ”konfrontasi”.
”Ada banyak tuduhan tidak berdasar terhadap China. Kami menyatakan sangat tidak puas dan menentang dengan tegas tuduhan palsu itu,” kata Zhang yang menjabat sebagai Wakil Kepala Departemen Staf Gabungan pada Komisi Militer Pusat China. ”Amerika Serikat sedang coba membentuk lingkaran kecil di kawasan Asia-Pasifik dengan mengikat beberapa negara untuk melawan beberapa negara lain. Apa yang dapat kita katakan tentang itu selain konfrontasi?”
Isu Rusia
Selain isu kawasan, isu Rusia juga menjadi perhatian dalam Dialog Shangri-La. Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen mengatakan, hubungan antara China dan Rusia dibahas pada pertemuan tertutup para menteri pada Sabtu. Dalam kesempatan itu, sejumlah delegasi meminta Beijing untuk berbuat lebih banyak guna mendekati dan ”mengendalikan” Moskwa.
Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan, masuk akal untuk mengharapkan China menjelaskan bahwa mereka tak mendukung invasi atas sebuah negara berdaulat karena tindakan itu melanggar Piagam PBB. ”Bahwa China belum melakukannya seharusnya membuat kita khawatir, terutama mengingat investasi yang dilakukannya dalam kekuatan militer,” katanya pada pertemuan itu.
Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi mengatakan, kerja sama militer antara China dan Rusia telah mempertajam persoalan keamanan di kawasan. ”Operasi militer gabungan di antara dua kekuatan militer yang kuat ini tidak diragukan lagi akan meningkatkan kekhawatiran di antara negara-negara lain,” kata Nobuo Kishi.