Sri Lanka, Negeri Agraris yang Menghadapi Kelaparan
Sri Lanka dilanda krisis. Politik dinasti keluarga kerajaan disebut-sebut sebagai penyebabnya. Negeri agraris yang jaya itu kini menghadapi kelaparan.
Sri Lanka memiliki arti ”tanah yang bersinar”. Bukan tanpa alasan, negara tetangga India itu memang dikenal karena tanah yang subur, produksi teh yang mendunia, dan pertanian yang maju. Kini, sinar itu redup. Sri Lanka menghadapi krisis terburuk sepanjang sejarah.
(Hormat… hormat… ”ibu” Sri Lanka… Tanah kemenangan… Penuh bunga dan buah…)
Begitulah penggalan lirik ”Sri Lanka Matha”, lagu kebangsaan Sri Lanka, yang membersitkan kebanggaan atas negara yang subur buminya itu. Industri pertanian adalah penopang ekonomi Sri Lanka. Dalam hal volume produksi teh, misalnya, Sri Lanka merupakan negara peringkat ke-4 terbesar di dunia.
Dalam hal volume produksi teh, misalnya, Sri Lanka merupakan negara peringkat ke-4 terbesar di dunia.
Buku karangan Lucy Emerton bertajuk Values and Reward: Counting and Capturing Ecosystem Water Services for Sustainable yang diterbitkan Badan Konservasi Dunia (IUCN), 2005, menyebutkan, Sri Lanka pernah dikenal sebagai lumbung padi dari Timur. Catatan sejarah menyebutkan tentang padi yang dibudidayakan di Anuradhapura pada 161 sebelum Masehi dan berkembang hingga 1017 Masehi.
Menjadi jalur dagang favorit negara-negara Eropa dan Asia membuat Sri Lanka jadi incaran banyak negara, termasuk bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Singkat cerita, negara-negara itu menjajah Sri Lanka. Banyak penjajah kaget dengan sistem irigasi di negara pulau pesisir tenggara India tersebut. Mereka menilai sistem itu merupakan salah satu yang tertua di dunia.
Sejarawan Sri Lanka, Ananda Coomaraswamy, menulis dalam Seni Sinhala Abad Pertengahan bahwa penduduk di Sri Lanka memiliki hubungan yang erat dengan tanah atau ladang. Mereka tak pernah lupa akan perkataan Raja Sri Lanka Parakraman Bahu yang memimpin tahun 1153-1186. Ia mengungkapkan, ”Biarlah satu tetes air hujan yang jatuh ke bumi jangan sampai mencapai laut jika belum dimanfaatkan untuk kehidupan manusia”.
Ananda mengungkapkan, raja Sri Lanka bahkan tidak malu memegang bajak di tangan mereka. Bahkan, Goviya atau kasta petani diangkat sejajar seperti prajurit oleh sang raja karena menyadari betapa pentingnya peran mereka dalam memberi makan masyarakatnya, sekaligus penghargaan mereka atas tanah.
Biarlah satu tetes air hujan yang jatuh ke bumi jangan sampai mencapai laut jika belum dimanfaatkan untuk kehidupan manusia.
Menanam padi menjadi bagian dari budaya. Orang Sri Lanka kerap melaksanakan ritual yang rumit sebelum menanam padi. Mereka juga berpesta setelah panen besar. Ritual yang berlangsung selama ratusan tahun itu terus dijaga. Terdapat dua musim tanam di Sri Lanka, yakni Yala dan Maha. Musim Maha (besar) berlangsung selama September-Maret. Musim Yala (kecil/pendek) berlangsung selama Mei hingga akhir Agustus.
Beras memang merupakan makanan pokok penduduk Sri Lanka. Catatan Departemen Sensus dan Statistik Sri Lanka menyebutkan, saat ini terdapat 708.000 hektar lahan yang khusus digunakan menanam padi untuk memberi makan 21,8 juta orang di Sri Lanka. Sebanyak 30 persen dari angkatan kerja di Sri Lanka bekerja di sektor pertanian padi. Total produksi padi bisa mencapai 2,96 juta ton atau 96 persen dari kebutuhan nasional.
Kini, cerita kejayaan agraris itu tengah dibayangi krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah negara, bahkan termasuk sejak zaman kerajaan. Pandemi memukul negara itu begitu keras. Inflasi terjadi dan membuat harga pangan naik. Krisis ekonomi yang menyakitkan di Sri Lanka dipicu oleh kekurangan mata uang asing, membuat para pedagang tidak mampu membayar impor penting, termasuk pupuk.
Krisis tambah buruk saat Presiden Sri Lanka pada April tahun lalu mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan pupuk kimia karena ingin dikenal sebagai bangsa pertanian organik. Perubahan kebijakan yang drastis menyebabkan pertanian Sri Lanka yang masih ditopang pupuk kimia menjadi kelimpungan. Petani gagal panen karena pupuk organik ternyata tidak siap.
Baca juga: Krisis di Sri Lanka Memburuk
Dilansir dari Newsfirst.lk, lahan pertanian Sri Lanka yang biasanya menghasilkan 4,5 ton padi per hektar kini hanya mampu 2,8 ton per hektar. Dari total 708.000 hektar, hanya sekitar 400.000 hektar yang bisa dipanen. Sisanya gagal.
Selama setahun lebih, petani tidak bisa mengelola lahannya. Inflasi menyebabkan kelangkaan pasokan bensin, solar, dan pupuk, telah mempersulit petani untuk bercocok tanam setelah kebijakan organik yang merusak hasil panen tahun lalu.
Dalam kondisi itu, Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa pada Senin (9/5/2022) mengundurkan diri dan digantikan oleh Ranil Wickremesinghe. Ranil bersama Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, saudara kandung Mahinda, kemudian melantik kabinet baru untuk mengatasi krisis ekonomi.
Kepemimpinan keluarga Rajapaksa di Sri Lanka menuai protes ribuan rakyat. Mereka menuntut keluarga Rajapaksa mundur dari pemerintahan karena tak mampu memimpin.
Baca juga: Pemerintah Sri Lanka Melantik Kabinet Baru
”Tanpa minyak tanah dan gas, kami tidak bisa melakukan apa-apa. Tanpa makanan, kami akan mati,” kata Mohammad Shazly yang sedang antre membeli tabung gas. Shazly mengaku sudah mengantre selama tiga hari.
Pada Senin (6/6), Pemerintah Sri Lanka mengupayakan untuk mengambil pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF). Mereka juga meminta bantuan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
India, negara tetangga Sri Lanka, Jumat (3/6), mengirimkan 3,3 ton obat-obatan dan pupuk ke Sri Lanka. Komisaris Tinggi Kota Colombo Gopal Baglay mengungkapkan, bantuan tersebut menjadi angin segar di tengah krisis yang, antara lain, menyebabkan kelangkaan obat-obatan. Pihaknya langsung menyerahkan obat-obatan tersebut ke Layanan Ambulans Suwaseriya 1990.
China juga memberikan bantuan senilai 500 juta yuan atau sekitar Rp 1 triliun. Bantuan ini diberikan secara bertahap. Tak ketinggalan, Rusia berkomitmen memasok 90.000 ton minyak mentah Siberia ke Sri Lanka. Kebutuhan impor senilai 72,6 juta dollar AS itu vital untuk Sri Lanka yang telah mengalami krisis energi selama berbulan-bulan.
Sri Lanka, negara dengan kisah kejayaan agraris itu, kini tengah terpuruk dalam krisis. Nafsu kekuasaan dinasti, geopolitik, hingga konflik ras disebut-sebut jadi penyebabnya.
Saking parahnya krisis ini, hingga menyebabkan rakyat Sri Lanka di ambang kelaparan. Kekurangan bahan pangan telah disampaikan Pemerintah Sri Lanka, minimal sejak pertengahan Mei.
Sri Lanka, negara dengan kisah kejayaan agraris itu, kini tengah terpuruk dalam krisis. Nafsu kekuasaan dinasti, geopolitik, hingga konflik ras disebut-sebut jadi penyebabnya.
Saatnya rakyat Sri Lanka bersatu dalam demokrasi yang sebenarnya. Seperti penggalan lirik lainnya pada lagu kebangsaan ”Sri Lanka Matha”, pada hari ketika semua perpecahan dihilangkan, kita akan mendapatkan lebih dari cinta. Namo….