China Cegah Nihil Covid-19 Jadi Nihil Ekonomi
Presiden China, Xi Jinping, akan tetap memberlakukan kebijakan nihil Covid-19 meski berisiko menggoyang perekonomian China.
"Long as the way is, I will keep on searching high and low …"
Puisi kuno China “Li Sao” karya penyair Qu Yuan yang terkenal semasa periode tahun 475-221 SM itu dikutip Presiden China, Xi Jinping, saat berpidato di upacara peringatan 95 tahun berdirinya Partai Komunis China atau PKC pada 2016. Xi, yang juga menjadi sekretaris jenderal komite sentral PKC dan ketua komisi militer pusat, mengutip puisi tersebut pada waktu itu demi membangkitkan semangat anggota PKC dan mengingatkan agar tetap setia pada misi pendirian partai dan terus bergerak maju. Puisi kuno itu selama ribuan tahun digunakan untuk menyemangati dan membangkitkan semangat patriotisme rakyat China.
Xi mengklaim di bawah kepemimpinan PKC, perekonomian China tumbuh pesat dan secara sosial stabil dalam jangka panjang. China berhasil cepat berubah, tumbuh makmur, dan menjadi negara adidaya.
“PKC mencapai hasil luar biasa tetapi ujian belum berakhir. Xi meminta seluruh anggota PKC untuk melestarikan tradisi kerja keras, berani berubah dan berinovasi, serta tidak kaku atau stagnan. ‘Impian China’ pasti tercapai. Jalan masih panjang dan berjuang itu satu-satunya jalan maju ke depan,” kata Xi, seperti dikutip kantor berita China, Xinhua, 4 Juni 2022.
Baca juga : Resolusi Ketiga Partai Komunis China dan Jaminan Masa Depan Xi Jinping
Kutipan dari puisi kuno yang sering diucapkan Xi itu dipublikasikan kembali oleh Xinhua di saat Xi dan pemerintahannya mendapat tekanan kuat, bahkan protes dari rakyatnya sendiri gara-gara kebijakan tegas nihil Covid-19. Berbeda dengan negara-negara lain yang sudah mulai “hidup dengan virus” dengan dukungan vaksin, China menjadi satu-satunya negara yang masih mempraktikkan kebijakan nihil Covid-19. Ini berisiko pada perekonomian China dan juga seluruh dunia yang berusaha menghindari resesi global.
Sejak China memulai reformasi pasar pada akhir 1970-an, PKC terbilang dari sisi ekonomi berhasil meningkatkan mata pencaharian rakyatnya. Namun, selama dua tahun terakhir, Xi memanfaatkan keberhasilan China menaklukkan Covid-19 sebagai bukti superioritas sistem politiknya atas negara-negara Barat. Pemerintahan Xi mengklaim berhasil “mengalahkan” Covid-19 di Wuhan dan Shanghai berkat kebijakan nihil Covid-19.
Hanya saja, “keberhasilan” itu rupanya menggoyang perekonomian hingga Perdana Menteri China, Li Keqiang, 25 Mei lalu, mengadakan pertemuan darurat dengan sedikitnya 100.000 anggota partai. Ia mengingatkan situasi perekonomian yang saat ini tengah kepayahan dibandingkan saat awal pandemi tahun 2020. Target pertumbuhan tahunan sebesar 5,5 persen dikhawatirkan tak tercapai.
“Krisis ekonomi akibat kebijakan ketat mengendalikan Covid-19 menunjukkan kekacauan, kesalahan koordinasi, dan salah hitung yang dilakukan para pemimpin. Akhirnya terlihat manifestasi pergantian ideologi oleh Xi Jinping,” kata pengamat politik China di Studi China di Institut Mercator di Berlin, Valerie Tan.
Baca juga : Kurikulum Xi Jinping dan Kontrol Ideologi China
Meski diprotes dimana-mana, kebijakan nihil Covid-19 ini akan tetap digunakan. Apalagi ini masa-masa yang penting bagi Xi mengingat Kongres PKC ke-20 yang kian dekat. Dalam kongres yang rencananya diadakan November mendatang itu, Xi kemungkinan akan kembali terpilih sebagai presiden untuk ketiga kalinya.
Kebijakan nihil Covid-19 Xi mendapatkan restu dari Politbiro PKC, badan politik tertinggi China, yang juga meyakini jika penanganan dilonggarkan, pandemi Covid-19 akan kian tak terkendali di China. Kekhawatiran ini didukung para peneliti dari Universitas Fudan Shanghai, Universitas Indiana, dan Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat, 10 Mei lalu. Melonggarkan pembatasan Covid-19 di China justru akan menambah jumlah kasus hingga 112 juta kasus dan 1,5 juta kematian hanya dalam waktu tiga bulan.
Hal itu karena China belum memvaksin 100 juta dari 264 juta orang yang berusia lebih dari 60 tahun. China juga belum menyetujui penggunaan vaksin asing yang artinya tidak ada akses pada vaksin yang berbasis teknologi mRNA yang terbukti efektif menahan Covid-19.
Rakyat China menyadari hal ini. Keluhan mengenai cara pemerintah menangani pandemi kerap muncul di media sosial, padahal media sosial sangat dikendalikan pemerintah. Hingga muncul dekrit resmi yang baru yang meminta rakyat untuk “jingmo” atau dengan kata lain berhenti menggerutu.
Selama pertemuan komite tetap Politbiro, 5 Mei, Xi menegaskan akan menindak “semua kata dan perbuatan yang mendistorsi, meragukan, dan menyangkal kebijakan pencegahan epidemi pemerintah”. Kepala Komisi Kesehatan Nasional China, Ma Xiaowei, juga pernah menulis dalam jurnal ideologis PKC, Qiushi, 16 Mei lalu, yang mengatakan bahwa rumah sakit karantina yang permanen harus lebih banyak dibangun dan tes Covid-19 mingguan harus dilakukan rutin.
Hidupkan industri
Kebijakan nihil Covid-19 merugikan China secara ekonomi karena membuat banyak pabrik berhenti berproduksi dan mengganggu rantai pasokan global. Ini membuat para mitra komersial China memilih mencari pasokan dari tempat lain.
Di Shanghai, pelabuhan terbesar China yang menangani seperlima pengiriman internasional China, waktu tunggu rata-rata untuk peti kemas impor 12,9 hari saja pada 12 Mei lalu. Kini, waktunya tambah lama 7,4 hari gara-gara Shanghai dikenai kebijakan penguncian sejak dua bulan lalu.
Menyadari kesulitan ekonomi yang mulai membelit, China akan memprioritaskan operasional industri di Shanghai, Shenzhen, dan kawasan industri berat di Provinsi Jilin beserta rantai pasokannya yang stabil dan tanpa hambatan. Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China (MIIT) kepada Xinhua, menekankan sektor industri merupakan tulang punggung dan mesin pertumbuhan ekonomi China, seperti industri semikonduktor berteknologi tinggi, suku cadang mobil, elektronik, tekstil, dan garmen.
Data resmi terbaru menunjukkan pertumbuhan keuntungan yang lebih lambat di perusahaan industri besar China. Perusahaan, masing-masing dengan pendapatan tahunan setidaknya 2,98 juta dolar AS, melihat keuntungan mereka meningkat 3,5 persen dari tahun ke tahun dalam empat bulan pertama tahun 2022. Ini kontras dengan pertumbuhan 8,5 persen pada tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga : Ekonomi China Bakal Kalahkan AS dan Menjadi Terbesar di Dunia pada 2028
China bergerak cepat melancarkan transportasi dan logistik dengan melakukan sejumlah tindakan seperti “daftar putih” yang membantu perusahaan di wilayah terdampak Covid-19 untuk melanjutkan produksi dan menjamin pasokan suku cadang, peralatan, dan produk penting lainnya. Pada gelombang pertama, ada 666 perusahaan yang masuk dalam “daftar putih” itu.
“Ini upaya untuk menghidupkan kembali ekonomi industri. Kami akan memastikan operasional yang stabil di perusahaan, industri, dan wilayah kritis,” kata Menteri MIIT, Xiao Yaqing.
MIIT juga berjanji akan membantu usaha kecil dan menengah (UKM). Provinsi Sichuan telah membentuk 10 kelompok kerja untuk menstabilkan rantai industri di bidang elektronik dan manufaktur peralatan. Di Provinsi Henan, pemerintah daerah membantu 40 perusahaan mendapatkan kredit untuk pembiayaan.
MIIT juga akan memanfaatkan potensi digitalisasi untuk mendorong ekonomi industri. Ini akan memulai proyek infrastruktur 5G dan internet industri lebih cepat dari jadwal, mempercepat transformasi hemat energi dan pengurangan karbon di sektor-sektor utama, dan meluncurkan babak baru kegiatan promosi kendaraan energi baru di daerah pedesaan.