"Goyang Bollywood" yang Bebas dan Aktif
Di tengah polarisasi dunia, India menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Alhasil, India muncul sebagai kekuatan yang makin relevan dan diperhitungkan dalam politik internasional.

Presiden Joko Widodo bersama Perdana Menteri India Narendra Modi bermain layang-layang, disaksikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, di kawasan Monas, Jakarta, Rabu (30/5/2018). Kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi ke Indonesia dalam rangka menyongsong 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-India pada 2019. (KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)
India menjadi bahan pembicaraan internasional dalam dinamika politik internasional mutakhir. Layaknya koreografi tari dalam film-film produksi Boollywood, negara itu menari dengan bebas dan aktif, memproyeksikan kepentingan nasionalnya dengan cerdas dan percaya diri.
India, seperti semua negara di dunia, tidak sempurna. Banyak tantangan dan persoalan dalam perjalanannya membangun bangsa ke level yang lebih baik. Namun, ada satu hal yang layak menjadi catatan dan perhatian, India dengan diplomasinya yang bebas dan aktif menjadi semakin relevan dan penting di arena politik internasional mutakhir.
Ada banyak dinamika politik internasional dalam beberapa bulan dan tahun terakhir. Perang proksi Amerika Serikat (AS) dan sekutu melawan Rusia di Ukraina serta kompetisi AS dan China di Asia-Pasifik jadi episentrumnya.
India dengan diplomasinya yang bebas dan aktif menjadi semakin relevan dan penting di arena politik internasional mutakhir.
Dalam konteks ini, India aktif mengartikulasikan kebijakan luar negerinya dengan jelas dan percaya diri, termasuk dalam menanggapi kritik atas pilihan kebijakannya. Posisi India dalam sejumlah resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait perang di Ukraina, misalnya, dianggap cenderung dekat ke Kremlin. Apalagi India terang-terangan menambah impor minyak mentah dari Rusia.
Berkali-kali di sejumlah kesempatan, India menghadapi tekanan dan kritik dari AS dan negara-negara Eropa serta media Barat atas kebijakannya itu. Namun, India tenang, lugas, dan percaya diri memberikan penjelasan.

Presiden Joe Biden menggelar pertemuan virtual dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di Gedung Putih, Washington DC, Senin (11/4/2022). Menteri Pertahanan India Rajnath Singh (tengah) dan Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar (kanan) hadir di lokasi. (AP Photo/Carolyn Kaster)
Terakhir adalah saat Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar menjadi salah satu narasumber pada sesi dialog pada GLOBSEC’s Bratislava Forum, konferensi di Eropa Tengah yang membicarakan strategi global, 3 Juni 2022. Pada kesempatan itu, moderator bertanya soal bagaimana India mengelaborasi kebijakan nonblok dengan impor minyak dari Rusia pada 2022 yang meningkat sembilan kali lipat dibandingkan 2021.
”Sejujurnya, saya tidak melihat adanya kaitan antara kebijakan nonblok dan impor minyak (dari Rusia). Eropa hari ini membeli minyak dan gas (dari Rusia). Saya baru saja membaca paket sanksi dari Eropa terhadap Rusia. Paket didesain dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat Eropa,” kata Jaishankar.
Pemerintah India tidak mengirim orang untuk membeli minyak Rusia. India mengirim orang untuk membeli minyak dengan harga terbaik yang tersedia di pasar.
Jika AS dan Eropa bisa penuh pertimbangan demi kepentingan mereka sendiri, hal yang sama mestinya diterapkan untuk kepentingan negara lain. AS dan Eropa, menurut Jaishankar, bebas mengambil kebijakan agar ekonominya tidak traumatik. Prinsip yang sama harus dimiliki negara lain.
Pemerintah India, lanjut Jaishankar, tidak mengirim orang untuk membeli minyak Rusia. India mengirim orang untuk membeli minyak dengan harga terbaik yang tersedia di pasar.
”Jika AS dan Eropa punya perhatian dalam urusan ini, mengapa mereka tidak mengizinkan minyak dari Iran dan Venezuela masuk ke pasar? Mereka (AS dan Eropa) menutup sumber minyak lain. Lalu mereka (AS dan Eropa) bilang, kalian tidak boleh masuk ke pasar dan mendapatkan minyak terbaik untuk rakyat kalian. Saya pikir, itu bukan pendekatan yang adil,” tutur Duta Besar India untuk AS pada 2013-2015 itu.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (tengah) bersama dengan Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar (kiri) dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi (kanan) berpose pada sesi di Pertemuan Menteri Luar Negeri Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Moskwa 10 September 2020. (Photo by Handout / RUSSIAN FOREIGN MINISTRY / AFP)
Padatnya kegiatan diplomasi India sejak April 2022 menunjukkan relevansi dan pentingnya India pada politik internasional mutakhir. India sibuk menerima kunjungan para ”diplomat top” dari Barat dan Timur.
Sebut saja, misalnya, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Wakil Penasihat Keamanan Nasional AS Daleep Singh.
Baca juga : Rumitnya Hubungan India-China
Pada 11 April, Perdana Menteri Narendra Modi dan Presiden AS Joe Biden menggelar pertemuan virtual yang dilanjutkan dengan pembahasan di level Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar dan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin.
Modi juga melakukan safari politik luar negeri ke Eropa selama tiga hari, 2-4 Mei. Dalam kunjungan itu, Modi bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, dan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Modi juga berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-2 India-Nordik yang mencakup India dan negara-negara Nordik, yakni Denmark, Finlandia, Eslandia, Norwegia, dan Swedia.
Baca juga : Modi Safari Politik ke Eropa
”Kunjungan saya ke Eropa berlangsung saat kawasan itu menghadapi banyak tantangan dan pilihan. Melalui keterlibatan ini, saya bermaksud memperkuat semangat kerja sama dengan Eropa yang merupakan mitra penting dalam upaya India mencari perdamaian dan kemakmuran,” kata Modi dalam pernyataan yang diunggah di laman Kementerian Luar Negeri India.
Pada 24 Mei, Modi menghadiri pertemuan Quad di Tokyo. India yang memiliki sengketa perbatasan dengan China berkepentingan dalam forum yang semua anggotanya punya aspirasi membendung ekspansi China tersebut.

Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese tiba untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi Quad di Tokyo, Jepang, Selasa (24/5/2022).
Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2009-2014, Marty Natalegawa, berpendapat, India adalah negara yang lebih kurang mirip dengan Indonesia dalam tradisi kebijakan luar negerinya. Kedua negara sama-sama berorientasi dasar pada kebijakan nonblok.
”Yang ditunjukkan India adalah betapa penafsiran dan aplikasi orientasi itu sifatnya dinamis. Tidak bisa statis. Harus diaplikasikan secara terukur dan aktif terhadap situasi yang berkembang. Politik luar negeri pada dasarnya tidak netral atau di tengah, tetapi bebas-aktif,” kata Marty.
Diplomasi tidak bisa merkantilis atau cash and carry. Bukan juga hanya mengandalkan potensi, data, atau self proclaimed.
India, masih menurut Marty, mencoba mengarungi tantangan dan mengambil peluang secara hati-hati. Agar sukses, India harus mampu mengidentifikasi dinamika internasional secara cermat dan menempatkan kepentingan nasionalnya secara tepat. Untuk itu, dibutuhkan kemahiran yang tinggi dalam menavigasikan kepentingan nasional dalam mengarungi dinamika geopolitik yang multidimensi dalam berbagai bentuknya itu.
”Diplomasi tidak bisa merkantilis atau cash and carry. Bukan juga hanya mengandalkan potensi, data, atau self proclaimed. Kemampuan India menampilkan diri (melalui diplomasi) itu yang menjadikan negara itu relevan dan penting,” ucap Marty.

Mantan Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja (kedua dari kanan) menerima Anugerah Pahlawan Nasional Dr Ide Anak Agung Gde Agung untuk Keunggulan dalam Diplomasi 2011 yang diserahkan Menlu Marty Natalegawa (kedua dari kiri) di Jakarta, Senin (25/7/2011). Mochtar meninggal dalam usia 92 tahun, Minggu (6/6/2021). (Kredit Foto : Julius) (FOTO TITIPAN DARI PAK AUGUST PARENGKUAN) 25-07-2011
India adalah negara demokrasi terbesar di dunia dengan 1,4 miliar juta jiwa penduduk atau hampir 1/5 jumlah populasi manusia Bumi. Jumlah generasi mudanya adalah yang terbesar di dunia. Saat ini, Bhārat Gaṇarājya memiliki produk domestik bruto (PDB) terbesar ke-6 di dunia. Pada 2050, skalanya akan merangsek ke peringkat ke-2 terbesar di dunia di bawah China.
Dalam aspek pertahanan, merujuk PowerIndex yang diterbitkan Global Fire Power, India berada di urutan ke-4 negara dengan kekuatan militer terbesar di dunia, di bawah Amerika Serikat (AS), Rusia, dan China. Dalam ”kontelasi nuklir” dunia, India berada urutan ke-7 dengan 156 hulu ledak nuklir.
Baca juga : Kabar dari India
India adalah juga satu dari segelintir negara dengan program ruang angkasa yang sudah maju. Misi mengirim manusia pertamanya ke angkasa menjadi target India dalam jangka pendek.
Itu semua adalah modal dasar dan besar dalam politik internasional. Namun itu saja tidak cukup dan tidak serta-merta membawa India relevan dan penting di komunitas internasional. Sebagaimana disampaikan Marty, modal dasar itu perlu diartikulasikan lebih lanjut ke dalam politik luar negeri yang cerdas sehingga bisa membuat suatu negara relevan dan penting dalam politik internasional.

Satu keluarga India menonton televisi yang tengah menayangkan Perdana Menteri Narendra Modi yang berpidato dari Prayagraj, Negara Bagian Uttar Pradesh, India, Rabu (27/3/2019). Modi mengatakan, India berhasil menguji coba rudal antisatelit. Kemampuan itu telah menempatkan India sejajar dengan kekuatan antariksa dunia, yakni Amerika Serikat, Rusia, dan China.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menyatakan, India mempunyai kemampuan memetakan semua negara di dunia berdasarkan konsep Mandala. Konsep ini, antara lain, mencakup kekurangan-kelebihan serta kepentingan sejumlah negara.
”Itulah hebatnya diplomasi India. Dia adalah bangsa pemikir sehingga punya informasi melimpah, sama seperti China. Dengan kemampuan Mandala itu, India bisa mengidentifikasi mitra-mitra dan lawan-lawannya,” tuturnya.
Modi dan Jaishankar hadir di banyak forum internasional. Jaishankar bahkan berani berdiskusi di berbagai forum internasional.
Salah satu faktor yang membuat India relevan dan penting dalam politik internasional mutakhir, Rezasyah menambahkan, adalah diplomasinya yang aktif di berbagai level. Modi dan Jaishankar hadir di banyak forum internasional. Jaishankar bahkan berani berdiskusi di berbagai forum internasional.
”Kehadiran pemimpin negara dalam forum internasional menunjukkan keseriusan dan menunjukkan penghormatan terhadap hukum-hukum internasional. Langkah ini sekaligus memungkinkan adanya dialog-dialog bilateral maupun multilateral. Dan itu perlu kemampuan komunikasi dan kesiapan diplomasi yang juga luar biasa,” kata Rezasyah.

Kunjungan PM India - Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/5/2018). Kunjungan PM India Narendra Modi ke Indonesia menjadi bagian dalam rangka menyongsong 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-India tahun 2019.
Di depan sivitas akademika di Institut Teknologi India Guwahati, 29 Mei, Jaishankar menjelaskan beberapa hal tentang diplomasi India. Salah satunya tentang bagaimana menavigasi kepentingan nasional India, baik saat dunia terpolarisasi sebagaimana terjadi saat ini maupun pada konteks dinamika lainnya.
”Pertama, kita butuh jelas tentang apa kepentingan kita. Kita butuh percaya diri bahwa kita akan mencapainya. Pada saat yang sama, kita butuh terampil untuk membangun narasi dan mengharmonisasi kepentingan nasional kita dengan kepentingan sejumlah negara lain di komunitas internasional,” ujar Jaishankar.
Pertama, kita butuh jelas tentang apa kepentingan kita. Kita butuh percaya diri bahwa kita akan mencapainya.
Sebelum melakukan diplomasi, Jaishankar menekankan, penting untuk menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu dengan benar. Ini, antara lain, merujuk pada data terkait serta identifikasi kepentingan mitra.
”Diplomasi adalah komunikasi yang sifatnya sangat lintas budaya. Anda berbicara dengan seseorang dari masyarakat yang sangat berbeda, acapkali dengan bahasa atau karakteristik sosial lainnya yang berbeda. Jika ingin benar-benar ulung di bidang ini, Anda butuh mengerti apa yang ada dalam pikiran mereka dan menyampaikannya dengan cara-cara yang mereka pahami,” kata pria yang disebut-sebut sebagai salah satu diplomat top dunia mutakhir itu.