Junta Militer Myanmar Mulai Eksekusi Mati Tahanan Politik
Empat tahanan politik junta militer Myanmar bakal dihukum gantung. Masih ada ratusan terpidana mati lainnya yang masih menunggu dieksekusi. PBB minta tuduhan terhadap tahanan politik itu dibatalkan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
NAYPYIDAW, SABTU — Junta militer Myanmar mengumumkan akan memulai eksekusi mati empat orang tahanan yang merupakan aktivis prodemokrasi di Myanmar. Mereka dieksekusi berdasarkan undang-undang terorisme. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta junta membatalkan tuduhan tersebut.
Pengumuman eksekusi disampaikan juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun, pada Jumat (3/6/2022). Keputusan hukuman gantung tersebut dikonfirmasi setelah upaya banding keempat tahanan ditolak.
Empat tahanan itu terdiri dari dua aktivis yang tidak disebutkan namanya yang dituduh membunuh seorang perempuan yang diyakini junta sebagai informan militer. Dua orang lainnya adalah mantan anggota parlemen di pemerintahan yang dikudeta sebelumnya, Phyo Zeya Thaw dan Kyaw Min Yu yang dikenal dengan nama Ko Jimmy.
Phyo Zeya Thaw, yang juga dikenal sebagai Maung Kyaw, dan Kyaw Min Yu dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer tertutup. Mereka dinyatakan bersalah atas pelanggaran yang melibatkan bahan peledak, pengeboman, dan pendanaan terorisme.
Phyo ditangkap atas tuduhan memiliki senjata dan amunisi, menurut laporan di surat kabar yang dikelola pemerintah pada saat itu. Pengadilan militer juga menuduh ia sebagai tokoh kunci dalam jaringan ”teroris” di Yangon, kota terbesar Myanmar.
Adapun Kyaw merupakan salah satu pemimpin Kelompok Pelajar Generasi 88, veteran pemberontakan rakyat tahun 1988 yang gagal melawan kekuasaan militer. Dia aktif secara politik sejak itu dan menghabiskan lebih dari belasan tahun di balik jeruji besi. Dia ditangkap di Yangon pada Oktober 2021.
Sebelumnya junta mengatakan, Kyaw melakukan tindakan terorisme terkait serangan ranjau yang merusak stabilitas negara dan memimpin kelompok yang disebut ”Operasi Cahaya Bulan” untuk melakukan serangan gerilya perkotaan.
Para terpidana mati dihukum karena melanggar Undang-undang Kontraterorisme Myanmar. Namun, empat orang itu hanya tahanan yang pertama dieksekusi. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar mencatat, pengadilan militer Myanmar menjatuhkan hukuman mati kepada 114 terpidana pelanggar politik, termasuk dua anak di bawah umur. Mereka semua ditangkap sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintahan Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Tak hanya itu, asosiasi tersebut juga mencatat setidaknya 1.887 warga sipil tewas di tangan polisi dan militer dalam tindakan keras terhadap penentang kekuasaan militer.
Jenderal Zaw menjelaskan, eksekusi mati akan berjalan sesuai prosedur. Menurut aturannya, eksekusi mati harus disetujui oleh kepala pemerintahan. Walakin, belum ada kepastian kapan eksekusi mati itu bakal dilakukan.
”Mereka melanjutkan proses hukum banding dan mengirim surat permintaan untuk perubahan hukuman, tetapi pengadilan menolak banding dan permintaan mereka. Tidak ada langkah lain setelah (penolakan) itu,” kata Zaw Min Tun.
Melihat hal tersebut, Juru Bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric mengungkapkan, PBB sudah beberapa kali meminta junta militer Myanmar untuk membatalkan semua tuduhan terhadap para tahanan yang merupakan aktivis prodemokrasi.
PBB menilai, keputusan junta militer Myanmar itu merupakan pelanggaran terbuka terhadap hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan yang dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM). ”Deklarasi Universal HAM menggunakan prinsip persamaan di depan hukum, praduga tak bersalah, hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak, dan semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaan seseorang,” kata Dujarric.
Junta militer Myanmar, tambah Dujarric, harus menghormati hak warganya atas kebebasan berpendapat dan menghormati hak kebebasan berekspresi. (AP/REUTERS)