AS dan Sekutunya Desak Dewan Gubernur IAEA Bersikap Soal Nuklir Iran
Amerika Serikat dan sejumlah negara barat mendesak Dewan Gubernur IAEA bersikap soal temuan partikel uranium di lokasi pengayaan nuklir Iran yang tidak diumumkan. Hal itu membuat Iran gerah.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS – Amerika Serikat, Perancis, Inggris dan Jerman diketahui tengah berupaya mendorong Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menegur Iran karena gagal menjawab pertanyaan lama tentang jejak uranium di lokasi pengayaan rahasia. Hal ini akan menjadi hambatan tambahan bagi upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang terhenti sampai sekarang.
Sebuah draft rancangan resolusi yang dilihat kantor berita Reuters, Rabu (1/6/2022), tertulis bahwa Dewan Gubernur IAEA menyerukan agar Iran memenuhi kewajiban hukumnya mengklarifikasi dan menyelesaikan semua masalah perlindungan. Dalam draft tersebut tidak dituliskan negara mana yang menyusunnya, akan tetapi dua diplomat menyebut bahwa AS dan tiga negara E3, yakni Jerman, Inggris dan Perancis, menjadi bagian di dalamnya.
Masalah ini mengemuka ketika IAEA melaporkan kepada negara-negara anggota bahwa Iran belum bisa memberikan jawaban yang meyakinkan soal ditemukannya partikel uranium pada tiga lokasi instalasi nuklir tua dan belum dilaporkan. Tiga lokasi tempat ditemukannya partikel uranium milik Iran adalah Marivan, Varamin dan Turquzabad. Ketiganya juga belum dilaporkan sebagai tempat kegiatan nuklir Iran.
Sejumlah negara barat menunda pengajuan rancangan resolusi ini pada pertemuan triwulan Dewan Gubernur IAEA agar perundingan tidak langsung antara Iran-AS, yang difasilitasi Uni Eropa, tak berujung pada kegagalan. Akan tetapi, perundingan itu sendiri terhenti sejak Maret 2022.
Kementerian Luar Negeri Perancis telah meminta Iran untuk segera memenuhi permintaan IAEA agar menjelaskan soal temuan partikel uranium di tiga lokasi yang belum diumumkan. Kemenlu Perancis, dalam pernyataannya, mengatakan, mereka akan tengah berkonsultasi dengan sejumlah mitra tentang cara menghadapi situasi ini, khususnya pada pertemuan Dewan Gubernur IAEA akan datang.
Berbagai upaya untuk mengontrol program nuklir Iran, termasuk mencoba menghidupkan kembali Joint Comprehensive Action Plan (JCPOA) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kesepakatan Nuklir Iran 2015 selalu menemui tembok tebal. Perundingan tidak langsung di Vienna, Austria, sepanjang 2021 mengalami kebuntuan karena masing-masing pihak tidak bersepakat pada permintaan Iran agar semua sanksi terhadapnya dicabut. Amerika Serikat, yang didukung Israel, menolak pencabutan seluruh sanksi tersebut.
Israel sendiri telah bersiap menyerbu lokasi-lokasi yang diduga sebagai tempat pengayaan uranium Iran jika hasil perundingan itu dinilai menguntungkan Iran.
Reaksi Iran
munculnya draft rancangan resolusi untuk menekan Iran ditanggapi keras oleh Teheran. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, dalam sebuah pernyatan, mengatakan, mereka akan menanggapi resolusi yang dinilai Iran tidak konstruktif, dengan tegas dan tepat.
"Tanggung jawab atas konsekuensinya berada di pundak mereka yang melihat dewan gubernur dan laporan direktur jenderal sebagai pengungkit dan alat permainan politik melawan Iran," tambahnya.
Dikutip dari kantor berita Iran, IRNA, upaya meluncurkan resolusi tersebut dinilai Iran sebagai bagian dari operasi psikologis dan memberikan tekanan pada Teheran. Khatibzadeh mengatakan, program nuklir Iran tidak dibuat untuk tujuan konflik, melainkan untuk tujuan damai.
Dalam sebuah cuitan pada Rabu malam, Khatibzadeh mengatakan Israel, musuh bebuyutan Iran, merupakan negara satu-satunya pemilik nuklir di kawasan Timur Tengah dan Afrika utara. Dengan fakta yang terang benderang, menurutnya, seharusnya negara-negara barat meminta pertanggungjawaban soal program nuklirnya pada pemerintah Israel, bukan Iran.
"Saatnya E3/AS berhenti berpura-pura tidur," katanya merujuk pada tiga negara Eropa dan Amerika Serikat. (AFP/Reuters)