Tahun ini, hubungan diplomatik Indonesia-Serbia genap berusia 68 tahun. Kerja sama ekonomi, perdagangan, dan sosial budaya serta diplomasi kian berkembang.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO, MAWAR KUSUMA WULAN, MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
Jelang genap 68 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Serbia, kerja sama kedua negara kian erat. Seusai menggelar pertemuan dengan mitranya, Menteri Luar Negeri Serbia Nikola Selakovic, Senin (23/5/2022) di Jakarta, dalam akun Twitter-nya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mencuit tentang positifnya pertemuan mereka.
”Salam hangat Menlu Serbia Nikola Selakovic @MFASerbia di Kementerian Luar Negeri RI hari ini. Diskusi menggembirakan tentang perkuatan kerja sama bilateral Indonesia-Serbia, termasuk dalam bidang ketahanan pangan, perdagangan dan investasi, serta kerja sama sosial budaya,” tulis Retno.
Lebih lanjut, Retno menulis bahwa mereka sepakat memperkuat kerja sama perdagangan beragam produk pertanian dan perkebunan, antara lain gandum. Tentu saja, di tengah melorotnya pasokan gandum global akibat perang antara Ukraina dan Rusia—keduanya adalah produsen utama komoditas tersebut—kesepakatan yang dicapai oleh Serbia dan Indonesia adalah kabar gembira.
”Mengenai kerja sama ketahanan pangan, kami telah berbagi keprihatinan tentang dampak perang di Ukraina terhadap ketahanan pangan, khususnya kenaikan harga pangan. Untuk itu, kami sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan komoditas pangan/pertanian, khususnya gandum,” kata Retno dalam pernyataan pers bersama dengan Selakovic.
Terkait kerja sama itu, PT Berdikari, salah satu badan usaha milik negara dan mitra bisnis dari Serbia, menurut Retno, siap memfasilitasi impor gandum dari Serbia. Lebih lanjut, Retno menjelaskan bahwa Selakovic akan bertemu dengan manajemen PT Berdikari untuk membahas lebih detail kerja sama tersebut.
Tak bisa disangkal, isu ketahanan pangan menjadi isu serius di tengah belum pulihnya dunia dari deraan pandemi Covid-19, dan merosotnya pasokan biji-bijian seperti gandum karena perang di Ukraina. Di Indonesia, selain untuk bahan roti, gandum adalah bahan dasar untuk membuat mi.
Sebaliknya, Indonesia dalam kerja sama perdagangan terbaru menawarkan produk sawit untuk pasar Serbia. Peluang itu tentu akan mengangkat nilai perdagangan Indonesia-Serbia yang pada tahun 2021 mencapai angka 26,8 juta dollar AS. Peningkatan itu diharapkan dapat memberi efek positif pada neraca perdagangan kedua negara yang selama dua tahun terakhir, Indonesia mencatatkan defisit. ”Saya berterima kasih atas kesediaan Serbia untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor minyak sawit Indonesia hingga 30 persen,” kata Retno.
Tentang mi, investor Indonesia mengucurkan jutaan dollar AS untuk mengembangkan pabrik mi instan di Serbia. Pabrik itu dikembangkan antara lain oleh Indo Serbia Food yang berada di bawah bendera Salim Group dan Bawazir Group. Pabrik itu berdiri sejak tahun 2010, dan kini memasok 40.000 karton mi instan per bulan ke wilayah eks Yugoslavia, Albania, Bulgaria, dan Romania. Pihak Indo Serbia Food sedang merintis kembali kerja sama dengan distributor di Hongaria, Slowakia, dan Ceko.
Politik
Seiring dengan menguatnya kerja sama ekonomi, dalam bidang politik dan kebudayaan, relasi kedua negara juga terus meningkat. Kunjungan Selakovic ke Jakarta Senin lalu merupakan kunjungan balasan atas kunjungan Retno ke Belgrade pada Oktober 2021. Kala itu, pertemuan keduanya terjadi di sela-sela pertemuan tingkat tinggi peringatan ke-60 Gerakan Non-blok.
Bagi Indonesia, Serbia adalah mitra penting di wilayah Eropa Tenggara. Kehadiran keduanya dalam GNB menunjukkan aspirasi yang sama. Dalam hubungan diplomatik, Indonesia dan Serbia sepakat untuk terus memperkuatnya. Hal itu antara lain ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman Konsultasi Politik antara Indonesia dan Serbia oleh Retno dan Selakovic. Nota kesepahaman itu menjadi dasar Forum Konsultasi Bilateral Indonesia-Serbia guna membahas berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama.
Salah satu isu global yang dalam pertemuan antara Retno dan Selakovic menjadi pembahasan bersama adalah perang di Ukraina. Indonesia sekali lagi menekankan pentingnya memperkuat sikap saling percaya dan mengedepankan resolusi damai.
”Setiap negara memikul tanggung jawab untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk penyelesaian konflik secara damai,” kata Retno.