Insiatif kerja sama ekonomi Indo-Pasifik yang dicanangkan oleh Amerika Serikat dianggap China minim program kongkret dan hanya mengacaukan kestabilan Asia Pasifik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
GUANGZHOU, SENIN - Pemerintah China menyatakan keberatan mereka terkait pembentukan Kerangka Ekonomi Indo Pasifik atau IPEF yang dikembangkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Rencananya, IPEF diluncurkan pada hari Selasa (24/5/2022) di Tokyo, Jepang. China menganggap inisiatif ini mengganggu kestabilan kawasan Asia Pasifik.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Guangzhou, Senin (23/5/2022). Ia baru selesai bertemu dengan Menlu Pakistan Bilawal Bhutto.
"Secantik dan semenarik apapun AS mengemas IPEF ini, tidak akan bisa berfungsi dengan baik," tutur Wang seperti dikutip oleh kantor berita nasional China, Xinhua.
Ia memaparkan, budaya, visi, dan misi negara-negara Asia Pasifik ialah meningkatkan kesejahteraan masing-masing. Caranya melalui kerja sama ekonomi dan pembangunan. Dalam hal ini, kuncinya ialah perdagangan bebas, bukan proteksionisme.
Pendekatan politik luar negeri AS di kawasan Asia Pasifik ialah dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari negara-negara yang mereka anggap pro AS. Perilaku ini akan menimbulkan rasa saling curiga dan rawan terhadap politik adu domba di antara sesama anggota kawasan.
"Sejak awal, inisiatif ini tidak menghargai individualitas, kemampuan, dan kepentingan negara-negara Asia Pasifik," kata Wang.
Ia menjabarkan, pada akhir tahun 2021, Asia Pasifik berhasil meningkatlan ekonominya 6,3 persen berkat kerja keras tiap-tiap negara. Menurut Wang, IPEF berniat untuk memutus para anggotanya dari sistem rantai pasok yang sudah ada dan mendirikan rantai pasok sendiri. Hal ini berbeda dari mengembangkan rantai pasok baru tanpa mengorbankan yang telah ada.
China merupakan mitra dagang terbesar negara-negara Asia Pasifik. AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump mundur dari Kesepakatan Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Akibatnya, pengaruh China di kawasan meningkat. Sekarang, Biden berupaya menanamkan kembali pengaruh AS di Asia Pasifik guna menjegal China.
"Kita bisa melihat bahwa AS membawa-bawa isu Taiwan dan Laut China Selatan ke dalam pembahasan IPEF. Ini akan semakin mengacaukan kestabilan kawasan," kata Wang.
Biden telah bertolak dari Korea Selatan menuju Jepang. Ketika berada di Korsel, ia mengunjungi pangkalan udara Osan untuk melihat latihan gabungan militer AS dan Korsel. Ia juga menggelar rapat dengan Grup Hyundai yang menjanjikan investasi sebesar 10 miliar dollar AS di "Negara Paman Sam".
Presiden Korsel Yoon Suk-yeol telah menandatangani IPEF. Meskipun begitu, Yoon mengatakan bahwa Korsel tetap hendak mengembangkan strategi Indo-Pasifik mereka sendiri dan hal ini didukung oleh Biden. Korsel ingin menjadi pemain yang lebih besar di kawasan. Di saat yang sama, Korsel tetap berada dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang melibatkan China dan negara-negara di Asia Tenggara.
Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan berkali-kali menekankan bahwa IPEF adalah kerja sama ekonomi, bukan pertahanan dan keamanan. "Tujuannya ialah memastikan apapun krisis global yang terjadi, rantai pasok ekonomi tetap berjalan. Demikian pula dengan pengembangan ekonomi digital dan industri yang berkelanjutan," ujarnya.
Dikabarkan, negara-negara yang berminat bergabung dengan IPEF adalah Jepang, India, Singapura, Filipina, Australia, dan Selandia Baru. Perdana Menteri India Narendra Modi akan bertemu dengan Biden di Tokyo hari Selasa. Mereka juga akan melakukan rapat Pakta Pertahanan Quadrilateral dengan Jepang dan Australia.
"Soal IPEF, India masih mengkaji isinya. Kami belum bisa mengabarkan keputusannya kepada masyarakat," kata Juru Bicara Kemlu India Arindam Bagchi kepada The Economic Times. (AP)