Surat Terbuka Raja Abdullah II dan Sekuel Intrik di Kerajaan Jordania
Drama pertikaian di internal keluarga Kerajaan Jordania terus berlanjut. Raja Abdullah II memutuskan melucuti fasilitas bagi saudara tirinya, Pangeran Hamzah, yang dijebloskan ke dalam tahanan rumah sejak tahun lalu.
Drama dan intrik di lingkungan keluarga Kerajaan Jordania berlanjut, menggemakan perselisihan yang semakin dalam di lingkungan keluarga besar Hasyimiyyah, penguasa di negara kawasan Timur Tengah itu. Melalui surat terbuka yang ditujukan kepada seluruh rakyat Jordania dan dirilis melalui kantor berita Petra, Kamis (19/5/2022), Raja Jordania Abdullah II mengumumkan hukuman tahanan rumah bagi saudara tirinya, Pangeran Hamzah bin Hussein. Tidak hanya itu, Raja Abdullah II juga menyetujui upaya untuk membatasi komunikasi dan pergerakannya.
”Kami akan memberi Hamzah semua yang dia butuhkan untuk menjalani kehidupan yang nyaman. Akan tetapi, dia tidak akan memiliki ruang yang bisa digunakan untuk menyinggung bangsa, institusinya, dan keluarganya, atau untuk merusak stabilitas Jordania,” kata Raja Abdullah II dalam surat terbukanya.
Dibandingkan isi surat sebelumnya, pilihan kata-kata yang digunakan Raja Abdullah II kali ini dipandang lebih keras dan lebih tajam. Raja Abdullah dalam surat tersebut, misalnya, menyebut mantan putra mahkota Kerajaan Jordania itu mengalami delusi, memiliki perilaku dan aspirasi tidak menentu. Keputusan yang dikeluarkan olehnya dinyatakan telah mendapatkan rekomendasi Dewan yang dibentuk sesuai dengan hukum Keluarga Kerajaan.
Baca juga : Pemerintah Jordania Tuduh Pangeran Hamzah Berkomplot dengan Pihak Asing
Raja telah menempatkan Hamzah di bawah tahanan rumah pada April 2021 terkait dugaan kudeta bersama sejumlah pejabat kerajaan dengan bantuan beberapa negara asing. Abdullah menuduh saudaranya menghasut, tetapi ingin menyelesaikan masalah itu secara internal di lingkungan keluarga kerajaan. Hal ini dilakukan dengan menempatkan Hamzah berada di dalam istana di bawah pengawasan kerajaan.
Pangeran Hamzah bin Hussein adalah putra pertama mendiang Raja Hussein dengan Ratu Noor Al Hussein, istri keempatnya. Pangeran Hamzah sempat memiliki karier cemerlang di militer setelah mengenyam pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Sandhurst di Inggris. Dia juga diketahui memiliki sejumlah gelar nonmiliter dari beberapa universitas terkemuka dunia.
Awal perpecahan
Raja Abdullah II, yang kini memerintah Jordania, adalah saudara tiri Pangeran Hamzah dari Putri Muna Al Hussein, istri kedua Raja Hussein. Seperti dicatat Kompas (11 April 2021), drama dan intrik perselisihan internal di Kerajaan Jordania ini sesungguhnya sudah dimulai menjelang wafatnya Raja Hussein pada 1999. Ratu Noor, istri keempat Raja Hussein, menginginkan putra sulungnya, Pangeran Hamzah, naik takhta sebagai raja setelah Raja Hussein wafat. Namun, Raja Hussein saat itu masih ragu menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Hamzah sesuai permintaan Ratu Noor karena usia Pangeran Hussein masih terlalu muda, baru 19 tahun saat itu, dan kurang pengalaman.
Raja Hussein cenderung memilih memberi kekuasaan kepada Pangeran Abdullah II yang saat itu sudah berusia 37 tahun dan sedang memimpin pasukan elite komando Jordania. Pangeran Abdullah II dinilai jauh lebih matang dibandingkan dengan Pangeran Hamzah, baik dari segi usia maupun pengalaman.
Baca juga: Intrik Keluarga Kerajaan hingga Peran Geopolitik Jordania
Sebagai jalan kompromi dengan Ratu Noor, Raja Hussein berjanji akan menempatkan Pangeran Hamzah sebagai putra mahkota dari Raja Abdullah II. Raja Hussein juga berwasiat kepada Pangeran Abdullah II agar menunjuk Pangeran Hamzah menjadi putra mahkota jika kelak naik takhta. Tatkala Raja Hussein wafat pada 7 Februari 1999 dan Pangeran Abdullah II dinobatkan sebagai raja baru Jordania, Raja Abdullah II langsung menunjuk Pangeran Hamzah sebagai putra mahkota sesuai dengan wasiat mendiang ayahnya.
Namun, posisi Pangeran Hamzah sebagai putra mahkota hanya berlangsung lima tahun. Tahun 2004 Raja Abdullah II mendudukkan putra sulungnya sendiri yang ketika itu baru berusia 10 tahun, Pangeran Hussein bin Abdullah II menggantikan Pangeran Hamzah. Mengutip surat Raja Abdullah II yang berisi alasan pencopotan Pangeran Hamzah sebagai putra mahkota, di laman BBC pada akhir November 2004 dikatakan, pelepasan status sebagai putra mahkota akan memberi Pangeran Hamzah kebebasan lebih luas untuk bekerja dalam tugas apa pun yang dibebankan kepadanya dari Kerajaan (Kompas, 4 April 2022).
Ratu Noor saat itu marah besar atas tindakan Raja Abdullah II tersebut karena dianggap melanggar wasiat mendiang Raja Hussein. Sejak Pangeran Hamzah tidak menjabat putra mahkota, Ratu Noor memilih lebih banyak tinggal di Amerika Serikat. Ia hanya sesekali berkunjung ke Jordania untuk menengok anak-anaknya. Hubungan Ratu Noor dengan Raja Abdullah II dan istrinya, Ratu Rania, juga dikenal kurang harmonis. Hal itu berdampak pada hubungan Pangeran Hamzah dan Raja Abdullah II yang selalu dingin.
Baca juga : Gejolak Monarki Jordania Memanas, Mantan Putra Mahkota Lepaskan Gelar
Pada 3 April 2021, masyarakat internasional dikejutkan kabar dari Amman yang menyebutkan adanya gerakan pembangkangan Pangeran Hamzah dan loyalisnya. Media-media internasional saat itu menyebut gerakan Pangeran Hamzah itu adalah sebuah upaya kudeta terhadap kekuasaan kakak tirinya, Raja Abdullah II. Cerita tersebut juga disebut lagi dalam surat terbuka Raja Abdullah II.
”Dia (Hamzah) melontarkan narasi bohong terkait perannya dalam kasus penghasutan, mengabaikan fakta-fakta yang diketahui publik seputar hubungan dan komunikasinya yang mencurigakan dengan pengkhianat Bassem Awadallah dan Hassan bin Zeid yang, diketahui oleh saudaraku, telah mendekati dua kedutaan besar asing guna meminta kemungkinan dukungan negara mereka atas apa yang disebutnya sebagai pergantian rezim,” tulis Raja Abdullah II.
Tahanan rumah
Pada April 2021, Kerajaan menempatkan Hamzah sebagai tahanan rumah. Pada Maret lalu, menurut surat tersebut, Hamzah sempat meminta maaf kepada Raja Abdullah II. Disebutkan bahwa Hamzah berharap ”kita dapat membuka lembaran dalam babakan sejarah negara dan keluarga kita”,
Namun, bulan lalu, Hamzah menggunakan akun Twitter pribadinya untuk menyatakan melepas gelarnya sebagai anggota keluarga kerajaan. Selain itu, dia juga menulis bahwa keyakinannya tidak bisa didamaikan dengan pendekatan, kebijakan, dan metode institusi (kerajaan) untuk melancarkan kritik terhadap Raja. Pernyataan Hamzah soal keinginannya melepas gelar anggota keluarga kerajaan itu membuat Istana tersinggung karena hal itu hanya bisa dilakukan oleh kerajaan.
Dalam suratnya, Abdullah mengatakan, dirinya tidak akan pernah membiarkan Jordania disandera oleh keinginan seseorang yang tidak melakukan apa pun untuk melayani negaranya. Abdullah juga menyebut bahwa selama setahun terakhir Hamzah telah menyia-nyiakan kesempatan untuk memulihkan diri dan kesetiaannya terhadap raja dan kerajaan, serta jalan yang benar.
”Delusi yang dia jalani bukanlah hal baru. Tidak lama setelah bersumpah untuk meninggalkan cara-caranya yang salah, dia kembali pada janjinya dan kembali ke jalan yang dia pilih bertahun-tahun yang lalu, menempatkan kepentingannya di atas bangsa,” tulis Abdullah dalam pernyataannya.
Abdullah menilai, dirinya sudah cukup memberikan waktu dan menoleransi perilaku dan tindakan saudara tirinya. Namun, tindakan Hamzah sangat mengecewakan. ”Selama beberapa tahun terakhir, saya telah menerapkan tingkat toleransi, pengendalian diri, dan kesabaran tertinggi dengan saudara laki-laki saya dan telah berkali-kali dikecewakan,” tambah Sang Raja.
Baca juga : Drama Tiga Hari di Jordania
Tak lama setelah keputusan Raja Abdullah II diumumkan, Ratu Noor melalui Twitter mencuit tentang beberapa hal yang benar-benar aneh dan lebih aneh daripada fiksi (sedang) beredar sekarang. Tidak ada penjelasan lebih lanjut soal ini.
Kerajaan mengatakan, mereka ”tidak akan terkejut” jika Hamzah merilis pesan lain. ”Saya dan rakyat kami tidak akan membuang waktu untuk menanggapinya. Saya yakin dia akan terus menyebarkan narasi kebohongan ini. Akan tetapi, kami tidak punya waktu untuk menghadapinya,” kata Abdullah.
Surat terbuka yang ditulis secara panjang lebar itu semacam curahan hati Raja Abdullah II mengenai perselisihan internal di Kerajaan Jordania. Raja Abdullah, misalnya, menceritakan kepribadian Pangeran Hamzah selama berkarier di militer. Ia juga menyebut urusan keluarga hingga hal-hal detail, seperti ketidakhadiran Hamzah dalam upacara pemakaman paman mereka, Pangeran Mohammad bin Talal, dan insiden terbaru dalam perayaan Idul Fitri, beberapa waktu lalu.
Sebagai pemimpin, Raja Abdullah II berupaya menyelesaikan perpecahan internal di Kerajaan Jordania guna melindungi harkat dan martabat keluarga Hasyimiyah, pemegang kekuasaan negara di kawasan Timur Tengah yang memiliki jalur hubungan trah langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
Namun, dengan surat terbuka yang membeberkan sisi-sisi kehidupan privat Kerajaan Jordania tersebut, api perpecahan itu dikhawatirkan tidak mereda. Justru, perselisihan itu bisa semakin memanas. Hamzah adalah sosok yang populer, terutama di kalangan suku-suku di Jordania yang menjadi penopang dukungan utama pada kerajaan. (AP/AFP/REUTERS)