Donbas di Ambang Kehancuran
Wilayah Donbas, yang sebagian telah dikuasai kelompok separatis dukungan Rusia, kini menjadi target penaklukan. Dukungan persenjataan sekutu Barat menambah moral Ukraina, terutama untuk membuka blokade laut Rusia.
KIEV, JUMAT — Donbas, wilayah industri lain yang menjadi target serangan militer Rusia, di ambang kehancuran total. Usai menghancurkan kota pelabuhan Mariupol, militer Rusia coba menaklukkan wilayah Donbas yang sebagian telah dikuasai kelompok separatis dukungan mereka.
Namun, perlawanan militer Ukraina masih cukup kuat atas Rusia. Perlawanan dipastikan akan semakin hebat setelah Amerika Serikat mengirimkan peralatan tempur yang bisa menyaingi kekuatan tempur Rusia.
”Para penjajah (militer Rusia) coba memberikan lebih banyak tekanan. Sekarang Donbas adalah neraka. Hal itu tidak berlebihan. Donbas benar-benar hancur,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidatonya pada Kamis (19/5/2022) malam.
Sejak pertengahan April, militer Rusia mulai mengalihkan fokus untuk merebut wilayah timur Ukraina seusai gagal merebut ibu kota Kiev. Serangan terhadap Donbas, yang terdiri dari Donetsk dan Luhansk, dinilai sejumlah ahli militer negara-negara sekutu telah jauh di belakang jadwal meski sepertiga dari wilayah itu dikuasai oleh kelompok separatis dukungan Rusia.
Baca juga: Integrasikan Ukraina Timur-Selatan, Rusia Gempur Donbas dan Mariupol
Kelompok separatis dukungan Rusia diperkirakan telah menguasai 90 persen wilayah Luhansk. Namun, kota-kota utama, seperti Slovianks dan Kramatorsk, sejauh ini belum bisa dikuasai untuk memperkuat cengkeraman serta kendali mereka di wilayah Donbas.
Serhiy Gaidai, Gubernur wilayah Luhansk timur, mengatakan, serangan militer Rusia selama beberapa hari terakhir difokuskan ke kawasan sekitar Sievierodonetsk dan Izium. Dia memperkirakan, militer Rusia ingin memotong rute utama Bakhmut-Lysychanks yang mengelilingi seluruh kawasan.
Michael Kofman, analis militer pada lembaga CAN, organisasi penelitian dan nirlaba di AS, mengatakan, dengan konsentrasi militer Rusia di wilayah Donbas, pertarungan keras untuk mendapatkan kendali antara para pihak berkonflik akan panjang dan sulit. Menurut dia, setiap pihak memiliki kelebihan dan kelemahan, terutama dalam hal moral.
”Akan ada pertarungan yang sulit dan berpotensi lama. Militer Rusia tidak melakukannya dengan baik dalam serangan, tetapi juga tidak menyerah atau menyerah dengan mudah,” kata Kofman.
Baca juga: Mariupol Sudah Jatuh, Eropa Masih Mainkan Standar Ganda
Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin harus memutuskan apakah akan mengirim lebih banyak pasukan dan perangkat keras untuk mengisi kembali kekuatan invasinya yang melemah secara dramatis karena masuknya persenjataan Barat modern mendukung kekuatan tempur Ukraina, kata para analis.
”Waktu benar-benar bekerja melawan Rusia. Mereka kehabisan peralatan. Mereka kehabisan rudal yang sangat canggih. Dan, tentu saja, Ukraina semakin kuat hampir setiap hari,” kata Neil Melvin dari RUSI, lembaga analis yang berbasis di London, Inggris.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, Selasa, mengatakan, semuanya akan direncanakan. ”Tidak ada keraguan bahwa semua tujuan akan tercapai,” sebut kantor berita RIA mengutip Peskov.
Namun, dalam komentar kritis di saluran televisi utama Rusia minggu ini, seorang analis militer terkemuka mengatakan, Rusia harus berhenti menelan ”penenang informasi” tentang apa yang disebut Putin sebagai operasi militer khusus. ”Dengan meningkatnya aliran pasokan senjata AS dan Eropa ke pasukan Ukraina, situasinya akan semakin buruk bagi kami,” kata Mikhail Khodaryonok, pensiunan kolonel.
Dukungan senjata
Dukungan dari AS dan negara-negara sekutunya terhadap Ukraina terus mengalir. Ini termasuk rencana menempatkan rudal antikapal untuk membantu militer Ukraina mengalahkan blokade laut Rusia yang bisa mendorong terbukanya kembali pengiriman produk biji-bijian dan pertaniannya ke seluruh dunia.
Menurut Kementerian Pertahanan Inggris, terdapat 20 kapal Angkatan Laut Rusia, termasuk kapal selam, berada di zona operasional Laut Hitam yang memblokade pelayaran dari dan ke Ukraina.
Baca juga: Nihil Diplomasi, Elite Kian "Gila" Perang
Sejumlah pejabat aktif dan mantan pejabat Pemerintah AS serta beberapa sumber di kalangan anggota Kongres mengatakan, ada beberapa hambatan yang membuat mereka belum bisa mengirimkan persenjataan tambahan ke Ukraina, seperti persyaratan pelatihan teknis yang panjang serta kesulitan pemeliharaannya. Hal lain yang menjadi perhatian utama adalah kekhawatiran bila senjata-senjata itu jatuh ke tangan militer Rusia.
Namun, tiga pejabat AS dan dua sumber di kalangan Kongres AS menyatakan, dua jenis rudal antikapal, yaitu Harpoon buatan Boeing dan Naval Strike Missile buatan Kongsberg-Raytheon Technologies, tengah dipertimbangkan untuk dikirim langsung ke Ukraina. Pilihan lainnya, rudal-rudal ini bisa dikirimkan dari negara sekutu mereka di Eropa yang memiliki rudal tersebut.
Pada April, Presiden Zelenskyy mengimbau Portugal untuk memberikan Harpoon kepada militer Ukraina, yang memiliki jangkauan hingga hampir 300 kilometer.
Permasalahan itu tidak hanya menjadi sumber keraguan di kalangan pengambil kebijakan di AS. Di sisi Ukraina, ketiadaan platform untuk meluncurkan rudal Harpoon juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Namun, menurut dua pejabat AS, mereka tengah mempertimbangkan menarik sebuah platform peluncur untuk rudal Harpoon dari kapal perang AS.
Bryan Clark, ahli angkatan laut di Institut Hudson, mengatakan, 12 hingga 24 rudal antikapal seperti Harpoon dengan jangkauan lebih dari 100 kilometer akan cukup untuk mengancam kapal-kapal Rusia dan dapat meyakinkan Moskwa untuk mencabut blokade. ”Jika Putin tetap bertahan, Ukraina bisa mengambil kapal terbesar Rusia karena mereka tidak punya tempat untuk bersembunyi di Laut Hitam,” kata Clark.
Baca juga: AS Percepat Birokrasi Distribusi Senjata ke Ukraina
Beberapa negara bersedia mengirim Harpoon ke Ukraina, kata pejabat AS dan sumber kongres. Namun, tidak ada yang ingin menjadi negara pertama atau satu-satunya yang melakukannya karena takut akan pembalasan dari Rusia jika sebuah kapal ditenggelamkan dengan Harpoon pada tumpukannya, kata pejabat AS.
Pejabat AS itu mengatakan, satu negara sedang mempertimbangkan untuk menjadi yang pertama memasok rudal ke Ukraina. Begitu negara yang ”berperlengkapan komplet” itu berkomitmen untuk mengirim Harpoon, negara lain mungkin akan mengikuti, kata pejabat itu.
Naval Strike Missile (NSM) dapat diluncurkan dari pantai Ukraina dan memiliki jangkauan 250 kilometer. Ini juga membutuhkan waktu kurang dari 14 hari pelatihan untuk beroperasi.
Sumber tersebut mengatakan, secara operasional dan perlengkapan, rudal NSM lebih mudah dibandingkan Harpoon. Negara-negara sekutu NATO bisa meminjamkan peluncur darat bergerak yang tersedia dan hulu ledak dari Norwegia. Dua pejabat AS dan sumber Kongres mengatakan, AS sedang berusaha mencari cara bagi Ukraina untuk mendapatkan NSM dan peluncur dari sekutu Eropa.
Sumber kongres mengatakan, opsi lain adalah Norwegia menyumbangkan NSM ke Ukraina. Ide ini didukung anggota parlemen Norwegia. Kementerian Pertahanan Norwegia menolak berkomentar tentang kontribusi tambahan senjata dan jenis peralatan pertahanan yang dipertimbangkan untuk ditawarkan kepada Ukraina.
Namun, untuk mengirimkannya ke Ukraina, Norwegia harus mendapatkan lampu hijau dari Gedung Putih. Semua permintaan senjata yang memiliki kandungan teknologi yang dikembangkan oleh AS, menurut panduan Gedung Putih, harus disetujui oleh Departemen Luar Negeri AS.
Baca juga: Cerita Gandum dan Kedelai di Tengah Dua Krisis
Senjata lain berada di urutan teratas daftar belanja Ukraina adalah sistem peluncur roket ganda (MLRS) seperti M270 buatan Lockheed Martin. Sistem persenjataan ini bisa menyerang target sejauh 70 kilometer atau lebih, tiga kali lipat lebih jauh dari peluru Howitzer mereka saat ini. Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintahan Presiden AS Joe Biden malah memutuskan untuk mengirim Howitzer derek M777 yang dapat digunakan lebih cepat dan dikirim dalam jumlah yang lebih besar, kata dua pejabat AS.
Kedua pejabat AS itu mengatakan, M270 atau sistem serupa seperti M142 HIMARS akan dipertimbangkan untuk dikirim ke Ukraina setelah Kongres meloloskan rancangan undang-undang pendanaan tambahan senilai 40 miliar dollar AS yang akan mengesahkan Otoritas Penarikan Presiden senilai 11 miliar dollar AS. Itu memungkinkan presiden mengizinkan transfer kelebihan senjata dari stok AS tanpa persetujuan Kongres sebagai tanggapan atas situasi darurat di Ukraina. (AP/REUTERS)