Finlandia-Swedia Bakal Hadapi Pembalasan Rusia
Finlandia dan Swedia ingin meninggalkan sikap netral atau nonblok militer dan bergabung dengan NATO. Keduanya bersiap menghadapi pembalasan yang mungkin dilakukan Moskwa.
Finlandia dan Swedia ingin meninggalkan sikap netral atau nonblok militer yang sejak lama dipertahankan setelah melihat kehancuran Ukraina akibat agresi militer Rusia. Setidaknya itulah alasan utama yang membuat Helsinki dan Stockholm mengajukan proposal untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Antlantik Utara atau NATO di markas besar aliansi militer Barat itu di Brussel, Rabu (18/5/2022).
Invasi Rusia ke Ukraina telah menghancurkan tatanan stabilitas politik dan keamanan selama 30 tahun pasca-Perang Dingin di Eropa. Di antara efek geopolitik yang paling signifikan dan tak terduga adalah Finlandia dan Swedia, dua negara nonblok, kemungkinan segera bergabung dengan NATO.
Sebenarnya Swedia telah lama keluar dari aliansi militer, lebih dari 200 tahun lalu. Itu terjadi sejak Swedia meneken perjanjian damai Convention of Moss pada 14 Agustus 1814 untuk mengakhiri perang dengan Norwegia. Adapun Finlandia mengadopsi netralitas setelah meneken perjanjian damai (Finlandisasi) dengan Moskwa pada 10 Februari 1947 setelah dikalahkan Soviet dalam Perang Dunia II.
Baca juga :Wacana ”Finlandisasi” Ukraina dan Fakta yang Membuat Putin Kesal
Situasinya berubah di tengah perang Rusia-Ukraina. Finlandia dan Swedia yang merasa terancam berpikir ulang tentang kebijakan netralitasnya. Masih terngiang di telinga para pemimpin kedua negara ketika Moskwa pada 25 Februari 2022, sehari pasca-invasi Rusia ke Ukraina, mengancam Finlandia dan Swedia akan menerima konsekuensi militer jika mereka membahayakan keamanan Rusia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova saat itu mengatakan, komitmen Finlandia untuk tidak bergabung dengan aliansi militer telah memastikan keamanan dan kestabilan Eropa Utara. Karena itu, Moskwa menilai wacana Swedia dan Finlandia untuk menjajaki peluang keanggotaan NATO berbahaya bagi Rusia.
Swedia merasa terancam dalam beberapa tahun terakhir setelah beberapa pelanggaran wilayah udara yang dilakukan oleh pesawat-pesawat militer Rusia. Pada 2014, rakyat Swedia terkejut oleh laporan bahwa kapal selam Rusia bersembunyi di perairan dangkal di sebuah pulau di dekat Stockholm.
Ketakutan pada Rusia bukanlah hal baru bagi Finlandia. Negara ini selama satu abad dalam genggaman kekaisaran Rusia sebelum memperoleh kemerdekaan pada tahun 1917. Sebagian wilayah tenggara Finlandia diambil Uni Soviet setelah perang dingin singkat tahun 1939-1940, dan kemudian kehilangan otonominya di bawah kebijakan Finlandisasi.
Sejak tahun 2014, setelah aneksasi Crimea oleh Moskwa, Rusia mulai mengancam Finlandia lagi. Dalam banyak hal Moskwa memperlakukan Helsinki tidak berbeda dengan negara-negara NATO di dekatnya. Rusia berulang kali melanggar wilayah udara Finlandia dan dua kali mengganggu kapal penelitian ilmiah Finlandia yang beroperasi di perairan internasional. Namun, Finlandia secara formal tetap tidak berpihak karena publik takut memusuhi Rusia, tetangganya yang kuat.
Baca juga: Serangan ke Ukraina Masih Intensif, Rusia Ancam Swedia dan Finlandia
Kini, serangan militer Rusia yang menghancurkan sebagian wilayah dan beberapa kota Ukraina membuat Helsinki dan Stockholm tidak bisa lagi mempertahankan sikap netral atau nonblok militer. Keduanya harus menentukan sikap, mana yang lebih berisiko: bergabung atau tidak bergabung dengan NATO?
Finlandia dan Swedia menilai lebih besar peluang ancaman untuk diserang Rusia jika mereka tidak bergabung dengan NATO. Takut akan agresi militer Rusia yang bisa menghancurkan, seperti yang kini terjadi di Ukraina, para pemimpin Finlandia dan Swedia pun mengajukan permohonan resmi bagi keanggotaan NATO.
Hambatan
Langkah Finlandia dan Swedia bukan tanpa hambatan. Turki, negara anggota NATO, bersikeras akan memblokir usulan dua negara Nordik itu karena mereka diduga mendukung kelompok Kurdi. Perlawanan Ankara menjadi soal besar karena suara bulat dari 30 negara NATO diperlukan untuk penerimaan anggota baru.
Keberatan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperumit upaya perluasan NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina. Erdogan sudah dua kali menyampaikan keberatannya atas rencana Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO, yakni pada Jumat (13/5) dan Senin (16/5).
Baca juga : Senjata NATO Mengadang Rusia di Ukraina
Menurut Erdogan, beberapa negara Eropa, termasuk Finlandia dan Swedia, telah melindungi "teroris" Kurdi, sejumlah pengikut ulama Fethullah Gulen yang dituding terlihat dalam kudeta gagal pada 2016, dan telah menjatuhkan sanksi kepada Turki. Pada 2019, Finlandia dan Swedia menghentikan ekspor senjata ke Turki karena Ankara mengirim pasukannya ke Suriah untuk menyerang kelompok Kurdi.
Banyak orang Kurdi dan buangan lainnya berlindung di Swedia selama beberapa dekade terakhir. Menurut media yang dikelola pemerintah Turki, Swedia dan Finlandia menolak untuk mengekstradisi 33 orang yang dicari oleh Turki.
Rencana Stockholm mengirim diplomatnya ke Ankara ditolak. Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde mengatakan kepada media lokal bahwa upaya diplomatik sedang berlangsung. ”Pernyataan Turki berubah sangat cepat dan keras belakangan ini. Saya yakin kita akan menyelesaikan situasi ini dengan pembicaraan konstruktif,” kata Presiden Finlandia Sauli Niinisto, Selasa.
Keberatan Turki tampaknya juga mengejutkan Washington, yang hubungannya dengan Ankara telah tegang dalam beberapa tahun terakhir. AS menangguhkan Turki dari program pembelian jet tempur F-35 karena keputusan Ankara membeli sistem pertahanan rudal Rusia.
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu bertolak ke Washington untuk bertemu Menlu AS Antony Blinken, Rabu (18/5/2022). Sementara itu, Gedung Putih mengumumkan, Presiden Joe Biden akan bertemu Presiden Niinisto dan Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson di Washington, Kamis, untuk membahas usulan keanggotaan NATO dan situasi Ukraina.
Baca juga : NATO Tak Siap Perang Melawan Rusia
Pejabat Eropa berharap keberatan Turki untuk keanggotaan Finlandia dan Swedia di NATO dapat diatasi. Menlu Blinken, Minggu, yakin Swedia dan Finlandia akan bergabung dengan NATO meskipun ditentang oleh Turki.
”Kedua negara akan menerima dukungan kuat, saya yakin, dari semua negara anggota, karena itu meningkatkan persatuan kita, dan itu membuat kita lebih kuat,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell.
Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn mengatakan kepada radio Jerman, Deutschlandfunk, dia menduga Erdogan hanya ”menaikkan harga” untuk keanggotaan kedua negara. ”Pada akhirnya, saya yakin bahwa Turki tidak dapat mengerem hal ini (keanggotaan NATO bagi Finlandia dan Swedia),” katanya.
Tanggapan Rusia
Jika Turki mungkin bisa diatasi, bagaimana dengan Rusia? Apa yang akan terjadi setelah proposal Finlandia dan Swedia diajukan dan kelak diterima Brussel?
Moskwa berulang kali memperingatkan Finlandia dan Swedia soal dampak negatif jika mereka bergabung dengan NATO. Andersson memperingatkan warganya untuk bersiap menghadapi potensi tindakan mengganggu oleh Rusia atau hal terburuk lainnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin sering menggunakan prospek perluasan pengaruh NATO ke Ukraina untuk membenarkan invasinya. Jadi, Finlandia dan Swedia bergabung dengan aliansi NATO akan dianggap sebagai provokasi.
Baca juga : Rusia Kurangi Pasukan, Sebaliknya NATO Menambah Pasukan
Kemenlu Rusia mengatakan, kedua negara Eropa itu telah diperingatkan tentang ”konsekuensi” dari langkah semacam itu. Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan, keinginan Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO bukanlah hal yang mengejutkan karena mereka telah lama berpartisipasi dalam latihan militer NATO.
”Finlandia dan Swedia, serta negara-negara netral lainnya, telah bertahun-tahun berpartisipasi dalam latihan militer NATO,” kata Lavrov.
Moskwa telah mengusir dua diplomat Finlandia. Kemenlu Rusia mengatakan, itu langkah protes atas konfrontasi Finlandia terhadap Rusia, termasuk perannya dalam sanksi terhadap Mokswa dan pasokan senjata ke Ukraina. Moskwa juga akan keluar dari organisasi multinasional yang berfokus pada Laut Baltik.
Mantan Presiden dan PM Rusia Dmitry Medvedev, sekutu dekat Putin, telah memperingatkan bahwa bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO dapat mendorong Moskwa menyebarkan senjata nuklir di Kaliningrad. Wilayah exclave Rusia antara Polandia dan Lituania, sarat perlengkapan militer dan berfungsi sebagai pangkalan armada Laut Baltik milik Moskwa.
NATO mendominasi pantai tenggara Laut Baltik, dengan Jerman, Polandia, dan negara-negara Baltik seperti Estonia, Latvia, dan Lituania sebagai anggotanya berada di kawasan itu. Menambahkan Finlandia dan Swedia ke dalam aliansi di pantai barat Laut Baltik akan memiliki efek geopolitik yang signifikan.
Jelas itu ancaman bagi Rusia. Sebab, pergeseran itu akan memperumit kemampuan Moskwa untuk mempertahankan akses laut dan udara ke Kaliningrad, jika terjadi perang dengan Barat. Koridor yang menghubungkan exclave dan wilayah Rusia lainnya akan dikelilingi oleh anggota NATO.
Baca juga : Militer Rusia Menghadapi Kekuatan Ukraina dan NATO
Presiden Putin mengatakan, langkah Finlandia dan Swedia takkan mengancam Rusia. Namun, pergeseran kekuatan NATO ke Nordik akan ditanggapi. Reaksi Putin lebih moderat dan kontras dengan komentar Wakil Menlu Rusia Sergei Ryabkov yang menyebut perluasan NATO sebagai ”kesalahan besar dengan konsekuensi luas”.
Jelas ada potensi pembalasan dari Moskwa, bekas lawan NATO di era Perang Dingin, terhadap Finlandia dan Swedia. Sekjen NATO Jens Stoltenberg, Minggu (15/5/2022), mengatakan, aliansi akan mencari cara untuk menjamin keamanan, termasuk meningkatkan kehadiran NATO di kawasan itu, selama masa transisi.
NATO menawarkan jaminan keamanan sementara kepada Finlandia dan Swedia untuk melindungi dari kemungkinan agresi Rusia. Keduanya selama beberapa dekade menganut kebijakan nonblok militer dan dengan cepat memutar balik haluan setelah invasi besar-besaran Rusia menghancurkan Ukraina.
Namun, Finlandia dan Swedia khawatir akan ancaman Rusia selama periode transisi, sejak proposal diajukan hingga penerimaan resmi sebagai anggota baru NATO. Tentu saja ada rentang waktu yang rawan mengingat masih ada penolakan dari Turki yang harus diselesaikan, dan itu dipastikan akan memakan waktu berbulan-bulan. Di masa itulah potensi serangan militer terbuka.
Baca juga : Zelenskyy Kecewa untuk Kedua Kalinya pada NATO
Anggota NATO seperti Norwegia, Denmark, dan Eslandia mengeluarkan pernyataan bersama untuk mendukung keputusan Swedia dan Finlandia. Mereka berjanji untuk mendukung akses cepat kedua negara ke dalam aliansi dan membantu mereka melawan kemungkinan tindakan pembalasan dari Rusia.
”Keamanan Finlandia dan Swedia menjadi perhatian kita semua,” kata negara-negara itu dalam pernyataan bersama. ”Jika Finlandia atau Swedia menjadi korban agresi di wilayah mereka sebelum memperoleh keanggotaan NATO, kami akan membantu Finlandia dan Swedia dengan segala cara yang diperlukan.”
Pekan lalu, PM Inggris Boris Johnson juga menandatangani perjanjian keamanan serupa dengan Finlandia dan Swedia. Dia berjanji mendukung mereka jika terjadi kemungkinan serangan. ”Dengan pakta ini, kami akan saling membantu, termasuk dengan bantuan militer,” kata Johnson.
Beberapa pejabat AS dan Eropa mengatakan, prospek Rusia melakukan tindakan militer terbuka terhadap Finlandia dan Swedia sangat kecil di masa depan. Namun, mereka akan mengalami atau melihat Kremlin melakukan pembalasan dalam bentuk taktik hibrida, seperti pembalasan ekonomi, serangan siber, atau kampanye disinformasi.
Pembalasan itu sudah dimulai pekan lalu. Selain mengusir diplomat Finlandia, Moskwa dilaporkan juga telah menghentikan suplai gas ke Finlandia dan Swedia mulai akhir pekan lalu. Operator listrik Rusia, Rao Nordic, mulai Sabtu lalu menghentikan pasokan listrik ke Finlandia karena kesulitan pembayaran.
Baik Rao Nordic maupun operator jaringan listrik di Finlandia, Fingrid, tidak menjelaskan latar belakang kesulitan pembayaran tersebut. Moskwa kemungkinan besar merancang pembalasan lebih banyak di mana depan. (AFP/AP/REUTERS/BBC)