Biden Janji Kucurkan Dana untuk ASEAN, Nilainya Jauh Lebih Kecil Dibandingkan China
Presiden AS Joe Biden menjanjikan bantuan keuangan senilai 150 juta dollar AS untuk negara-negara ASEAN. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dana yang ditawarkan China pada kawasan ASEAN sebesar 1,5 miliar dollar AS.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
”
WASHINGTON, JUMAT – Presiden Amerika Serikat Joe Biden berjanji akan mengucurkan dana senilai 150 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,191 triliun untuk pembangunan infrastruktur, keamanan hingga kesiapsiagaan pandemi di kawasan Asia Tenggara. Namun, apabila dibandingkan dengan bantuan ekonomi China di kawasan tersebut senilai 1,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 21 triliun, janji bantuan Biden itu sangat kecil.
Janji kucuran dana itu disampaikan Biden saat menjamu para pemimpin negara ASEAN di Gedung Putih, Kamis (12/5/2022) waktu setempat, sebagai pembuka Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-AS. KTT ASEAN-AS akan berlangsung selama dua hari, mulai Jumat (13/5/2022). KTT dihadiri oleh sembilan negara anggota ASEAN. Myanmar, negara anggota ASEAN lainnya, tidak diundang. Adapun Filipina, yang baru saja melaksanakan pemilihan presiden, mengutus menteri luar negerinya dalam KTT ini.
Komitmen keuangan baru tersebut mencakup investasi senilai 40 juta dollar AS dalam infrastruktur, terutama untuk membantu dekarbonisasi pasokan listrik di kawasan (transisi energi baru terbarukan), 60 juta dollar AS untuk keamanan maritim dan sekitar 15 juta dollar AS untuk pendanaan kesehatan, khususnya deteksi dini Covid-19 serta pandemi lainnya. Pendanaan tambahan akan membantu negara-negara mengembangkan ekonomi digital dan undang-undang kecerdasan buatan.
Pemerintah AS juga menjanjikan pengerahan kapal Penjaga Pantai AS (US Coastguard) ke perairan di kawasan untuk membantu angkatan laut di setiap negara menghalau penangkapan ikan ilegal oleh nelayan dan kapal-kapal China.
”Kami perlu meningkatkan permainan kami di Asia Tenggara. Kami tidak meminta negara-negara untuk membuat pilihan antara Amerika Serikat dan China. Namun, kami ingin menjelaskan bahwa Amerika Serikat mencari hubungan yang lebih kuat,” kata seorang pejabat senior Pemerintah AS kepada wartawan.
Agenda invasi Rusia ke Ukraina juga dikabarkan masuk dalam agenda pembicaraan di KTT kali ini. Akan tetapi, agenda paling kuat pemerintahan Biden adalah keinginan Washington untuk kembali fokus pada keamanan Indo-Pasifik, khususnya tantangan jangka panjang yang diperlihatkan oleh China di kawasan, sebagai pesaing utama AS di wilayah ini.
Pada November saja, China menjanjikan bantuan pembangunan senilai 1,5 miliar dollar AS kepada negara-negara ASEAN selama tiga tahun untuk memerangi Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi. Sejumlah negara di kawasan juga menandatangani perjanjian kerja sama infrastruktur dengan China sebagai bagian dari Prakarsa Sabuk dan Jalan China (Belt and Road Initiative atau BRI), seperti China, Thailand dan Myanmar.
Biden sedang mengerjakan lebih banyak inisiatif, termasuk investasi infrastruktur ”Bangun Kembali Dunia yang Lebih Baik” dan Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF).
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob berbicara terbuka dengan menyatakan desakannya agar AS mengadopsi agenda perdagangan dan investasi yang lebih aktif. Dia menilai hal ini akan menguntungkan Washington secara ekonomis dan strategis.
Ismail Sabri mengakui, ada rasa frustrasi di antara pemimpin negara-negara ASEAN sejak Donald Trump, yang berkuasa di Gedung Putih tahun 2016-2021, keluar dari pakta perdagangan regional pada 2017. Amerika Serikat adalah mitra penting bagi ASEAN, sebagai investor asing langsung terbesar dan mitra dagang terbesar kedua, dengan perdagangan dua arah sebesar 308,9 miliar dollar AS pada tahun 2020.
Yaakob mengatakan kepada forum bisnis AS dan para pemimpin ASEAN lainnya bahwa pandemi Covid-19 telah memperjelas pentingnya perdagangan dan kerja sama internasional serta keterkaitan rantai pasokan regional. ”Oleh karena itu, AS harus mengadopsi agenda perdagangan dan investasi yang lebih aktif dengan ASEAN, yang akan menguntungkan AS secara ekonomi dan strategis,” katanya.
Yaakob mengarahkan pernyataannya kepada Kemitraan Komprehensif Ekonomi Regional (Regional Economic Comprehensive Partnership/RCEP), sebuah inisiatif yang didukung China, yang dilihat ASEAN sebagai alat penting untuk memperkuat bisnis dan kegiatan ekonomi regional melalui pengurangan hambatan perdagangan yang nyata.
Ismail Sabri menjelaskan, ada sekitar 6.200 perusahaan AS yang beroperasi di ASEAN, banyak di antaranya menggunakan kawasan itu sebagai platform produksi untuk mengekspor di kawasan dan sekitarnya. ”Untuk memajukan pertumbuhan mereka, saya akan mendorong bisnis AS untuk memasuki FTA terbesar, dengan pasar yang mencakup 15 negara, terdiri dari 2,3 miliar, atau hampir sepertiga dari populasi global dan PDB dunia, dan memanfaatkan peluang investasi besar yang disajikan,” kata Ismail Sabri.
Analis mengatakan, meskipun negara-negara ASEAN memiliki kekhawatiran yang sama dengan AS tentang China, mereka tetap berhati-hati untuk lebih berpihak pada Washington, mengingat hubungan ekonomi mereka yang dominan dengan Beijing dan insentif ekonomi AS yang terbatas. Kao Kim Hourn, penasihat Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, mengatakan, kepada kantor berita Reuters bahwa negara itu tidak akan ”memilih pihak” antara Washington dan Beijing meskipun investasi AS di negaranya sedang berkembang. (REUTERS)