Ukraina optimistis bisa memenangi peperangan. Bantuan persenjataan dari Amerika Serikat dan kian melemahnya pasukan Rusia dianggap sebagai faktor penentu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
KHARKIV, RABU – Pasukan Ukraina berhasil merebut empat desa di kota Kharkiv, kota terbesar kedua di negara itu, yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Rusia. Perlahan tapi pasti, Ukraina mengatakan mereka akan melancarkan serangan untuk memukul mundur Rusia dan melangkah ke arah kemenangan.
“Kharkiv pasti akan kembali ke tangan kita. Akan tetapi, ini belum waktunya kita merayakan kemenangan karena perjuangan masih panjang. Kemenangan merupakan proses yang bertahap, tetapi pasti akan kita raih,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam unggahan di akun media sosialnya, Selasa (10/5/2022).
Zelenskyy optimistis dengan perkembangan situasi. Apalagi, sehari sebelumnya, Kongres Amerika Serikat menyetujui pemberian dana bantuan sebesar 40 miliar dollar AS untuk Ukraina. Perwujudannya berupa persenjataan, bantuan kemanusiaan, dan alat-alat kesehatan. Ini di luar bantuan persenjataan sebesar 3,5 miliar dollar AS dari Pentagon. Bantuan itu direncanakan tiba di Ukraina dalam waktu sepekan.
Rusia masih berusaha mengambil alih kekuasaan di Kiev. Akan tetapi, melihat sengitnya perlawanan yang diberikan oleh Ukraina, tentara Rusia memutuskan mengepung Ukraina dengan memusatkan perhatian mereka ke kota-kota di selatan yang berbatasan dengan Semenanjung Crimea. Mereka masih mengepung dan menembakkan rudal ke pabrik baja Azovstal di Mariupol. Menurut Pemerintah Ukraina, masih ada 100 tentara Ukraina yang berlindung di dalam pabrik.
Selain itu, Rusia juga berusaha membuat pusat kekuatan yang baru di kota Izium yang terletak di utara Kharkiv. Dalam akun media sosial Telegram, Kepala Administrasi Militer Ukraina Oleh Synehubov mengatakan bahwa pendudukan Rusia di Izium itu menewaskan 44 orang warga sipil.
Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, sudah 6 juta warga negara Ukraina mengungsi ke negara-negara tetangga semenjak negara mereka diinvasi oleh Rusia pada 24 Februari lalu. PBB mengatakan bahwa ini merupakan krisis pengungsi terburuk di abad ke-20.
Meskipun demikian, sejumlah warga sudah kembali ke kampung halaman mereka. Salah satunya ialah di Kiev. Kota ini aslinya berpenduduk 3,5 juta jiwa dan mereka angkat kaki ketika Rusia menyerang. Dilansir dari kantor berita Interfax-Ukraine, Wali Kota Kiev Vitali Klitschko menuturkan bahwa setidaknya dua pertiga dari warga kotanya sudah pulang.
“Sebenarnya, saya menganjurkan agar Anda semua tetap bertahan di tempat-tempat yang aman. Kondisi Kiev saat ini memang relatif stabil, walaupun ada banyak aturan terkait jam malam dan pergerakan warga. Akan tetapi, jika Anda benar-benar ingin pulang ke kampung halaman, tentu saya persilakan,” ujar Klitschko.
Gas
Ukraina juga berusaha memboikot pergerakan gas dari Rusia ke Ukraina. Benua ini memiliki ketergantungan energi dari Rusia. Sebanyak 40 persen gas maupun minyak yang dipakai untuk listrik, bahan bakar,dan penghangan di Eropa berasal dari “Negara Beruang Merah”. Jalur pipa gas ini melewati Ukraina, yaitu di kota Sokhranivka yang saat ini dikuasai pasukan Rusia.
Ukraina berencana mengalihkan aliran gas itu agar tidak melewati Sokharivna. Belum ada rincian arah pembelokan jalur gas tersebut. Akan tetapi, perhitungan Pemerintah Ukraina memperkirakan hal ini akan mengganggu sepertiga pengiriman gas dari Rusia. Saat ini, Rusia sudah ditekan berbagai sanksi dari negara-negara Barat, Jepang, dan Singapura. Ekspor minyak Rusia juga turun hingga dupertiga jumlah biasanya.
Namun, para pakar kajian Rusia meragukan perang akan segera usai. Direktur Intelijen Nasional AS Avril Danica Haines menjelaskan, sekalipun pasukan Rusia berhasil menguasai Donbas di sebelah timur dan selatan Ukraina, perang tidak akan berhenti.
“Justru, dari gelagatnya, Presiden Rusia Vladimir Putin tampak mempersiapkan pasukannya untuk pertempuran jangka panjang,” ucap Haines.
Sejumlah pakar berpendapat serupa. Hal ini karena rencana kemenangan Rusia molor dari tujuan sebelumnya, yaitu bisa dicapai sebelum tanggal 9 Mei ketika negara-negara bekas Soviet merayakan Hari Kemenangan melawan Nazi tahun 1945. Serangan-serangan Rusia dinilai semakin “kekurangan tenaga”. Mereka menembakkan rudal antara lain ke Odessa dan Chernihiv. Akan tetapi, dari sisi dampak, para pakar menilai tidak menggentarkan Ukraina. Padahal, Rusia sudah menggunakan rudal hipersonik Kinzhal. (Reuters)