Inflasi AS mencapai level tertingginya dalam empat dekade. Indeks harga konsumen AS melonjak 8,5 persen dalam 12 bulan pada bulan Maret lalu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA -- Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan pada Selasa (10/5/2022) bahwa upaya memerangi inflasi adalah prioritas utamanya saat ini. Lonjakan harga telah “merusak” kenaikan upah dan merugikan keluarga-keluarga Amerika. Namun ia kemungkinan dihadapkan pada terbatasnya pilihan untuk mengatasi masalah itu.
Inflasi AS mencapai level tertingginya dalam empat dekade. Indeks harga konsumen AS melonjak 8,5 persen dalam 12 bulan pada bulan Maret lalu. Peningkatan inflasi itu berarti warga Amerika harus membayar lebih untuk kebutuhan rumah, mobil dan makanan, dan untuk bensin. Harga bensin di tingkat warga dilaporkan mencapai rekor harga tertinggi pada Selasa. Kondisi itu ikut menekan popularitas Biden di tengah langkah-langkah negaranya bangkit pascapandemi Covid-19.
Semua mata kini akan fokus pada laporan harga konsumen AS yang akan dirilis Rabu (11/5) ini. Indeks harga konsumen terbaru diperkirakan sejumlah ekonom akan tetap naik tapi lebih tipis kenaikannya dibanding bulan sebelumnya. Namun tingkat inflasi diperkirakan belum mencapai puncaknya dengan kemungkinan akan tetap tinggi pada bulan-bulan mendatang. Jika hal itu terjadi maka efeknya sekaligus “rasa sakitnya” bagi warga AS akan berlangsung berbulan-bulan pula.
"Saya ingin setiap orang Amerika tahu bahwa saya menangani inflasi dengan sangat serius dan hal itu adalah prioritas domestik utama saya," kata Biden dalam pernyataannya di Gedung Putih. "Saya tahu bahwa keluarga di seluruh Amerika terluka karena inflasi."
Di sisi lain Biden banyak menyalahkan penyebab lonjakan inflasi pada sosok Vladimir Putin. Presiden Rusia itu dinilainya mengakibatkan tingginya inflasi terutama pasca invasi Rusia ke Ukraina. Serangan Rusia yang dimulai pada akhir Februari menyebabkan lonjakan tajam harga energi dan ikut mendorong harga pangan lebih tinggi. "Saya tahu Anda pasti frustrasi, percayalah, saya mengerti rasa frustrasi itu," kata Biden menunjuk pada warga Amerika.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, AS telah berupaya bangkit kembali dari kerusakan ekonominya yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Kebangkitan ekonomi AS dibantu oleh biaya pinjaman murah dan langkah-langkah stimulus besar-besaran pemerintah. Namun dengan pandemi Covid-19 yang masih mencengkeram bagian lain dunia, terutama China yang adalah negara dengan perekonomian kedua terbesar global, gangguan rantai pasokan global masih terjadi.
Terganggunya rantai pasokan itu menaikkan harga mobil dan produk lainnya di AS. Pada saat yang sama, membanjirnya pembeli rumah baru menyebabkan harga rumah melonjak. Konflik di Ukraina membuat harga minyak dunia di atas 100 dollar AS perbarel. Efek langsungnya adalah harga bahan bakar di tingkat rumah tangga meningkat, menambah tekanan ekonomi secara langsung bagi keluarga-keluarga Amerika. Indeks harga konsumen pun melonjak.
Biden meyakinkan warga Amerika bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed, tengah bertindak untuk mengurangi tekanan inflasi itu. The Fed pada pekan lalu mengumumkan kenaikan terbesar dalam suku bunga acuannya sejak tahun 2000. Itu adalah kenaikan kedua sejak Maret, dengan kemungkinan akan melakukan tindakan serupa lebih banyak di masa-masa mendatang.
Pimpinan The Fed New York, John Williams, pada Selasa mengatakan pembuat kebijakan akan bergerak "secepatnya" untuk "menurunkan tingkat panas" pada ekonomi AS. Dia mengatakan The Fed memiliki alat untuk melakukannya tanpa menyebabkan penurunan ekonomi. "Meski tugasnya berat, bukan berarti tidak bisa diatasi," katanya.
Mengatasi aspek sensitif politik lain dari teka-teki inflasi, Biden mengatakan dia sedang mempertimbangkan untuk menurunkan tarif barang-barang dari China. Ini adalah kebijakan yang telah diterapkan oleh pendahulunya, Presiden Donald Trump. "Kami sedang mendiskusikan itu sekarang," katanya kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa belum ada keputusan yang dibuat mengenai hal itu.
Biden berada di bawah tekanan dari beberapa pihak untuk menghapus tarif impor dari China dalam upaya memotong lonjakan inflasi, caranya dengan membuat impor AS lebih murah. Jason Furman, mantan penasihat ekonomi Gedung Putih di bawah Presiden Barack Obama, mengatakan menghapus tarif adalah salah satu dari sedikit hal yang dapat dilakukan Biden untuk mengatasi inflasi. "Ini akan menjadi langkah terbesar yang bisa dia ambil," kata Furman di MSNBC.
Trump memberlakukan tarif untuk menghukum praktik perdagangan yang diduga tidak adil oleh Beijing. Namun pencabutan kebijakan itu kemungkinan akan membawa risiko politik bagi Gedung Putih. Gedung Putih bagaimana pun tidak ingin dicap lemah ketika berhadap-hadapan dengan China, termasuk dalam sektor perdagangan. (AP/AFP)