Harga Anjlok, Tarikan antara Spekulasi dan Fungsi Lindung Bitcoin
Harga bitcoin bertahan antara 35.000-46.000 dollar AS selama beberapa bulan terakhir. Penurunan harga terbaru hingga menembus 30.000 dollar AS mungkin menandai awal dari tren pasar barunya yang tertekan.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
AFP/ MARVIN RECINOS
Seorang pedagang menunjukkan tanda bertuliskan menerima pembayaran dengan bitcoin di sebuah toko di San Salvador pada 26 Januari 2022. El Salvador adalah salah satu negara pertama yang secara resmi menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.
NEW YORK, SELASA – Harga bitcoin pada Selasa (10/5/2022) merosot ke bawah level 30.000 dollar AS atau sekitar Rp 436 juta. Itu adalah level harga terendah bitcoin sejak Juli 2021. Nilai bitcoin telah berkurang lebih dari setengahnya sejak mengalami lonjakan dan berupaya menggapai level 69.000 dollar AS pada November tahun lalu.
Pertanyaan lama pun kembali muncul terhadap keberadaan bitcoin dan aset-aset kripto lainnya. Apakah aset-aset itu benar-benar memiliki fungsi sebagai lindung nilai atau sekedar alat spekulasi semata di tengah pertanyaan lanjutan tentang latar belakang fundamentalnya.
Bitcoin sebagai mata uang kripto terbesar di dunia berdasarkan nilai pasarnya turun harganya ke level 29.764 dollar AS pada perdagangan Selasa, sebelum kemudian pulih di atas level 30.000 dollar AS. Hal itu terjadi setelah kalangan analis kripto pada pekan lalu memperingatkan bahwa grafik harga bitcoin dan aset-aset kripto lainnya mengirimkan sinyal bearish atau negatif. Harga bitcoin telah jatuh selama hampir sepekan secara berturut-turut.
Menurut Coindesk, jika harganya turun di bawah 32.951 dollar AS, maka hal itu akan menjadi titik terendah baru bitcoin sejak Juli 2021. Bitcoin bertahan antara 35.000-46.000 dollar AS selama beberapa bulan terakhir, sehingga penurunan harga terbaru mungkin menandai awal dari tren pasar baru. Indikator grafik menunjukkan kecenderungan tertekannya harga bitcoin pada pekan lalu karena harganya telah menembus di bawah garis tren kenaikannya selama tiga bulan. Analis City Index, Fawad Razaqzada memeringatkan: selama imbal hasil surat pemerintah pemerintah meningkat dan dollar AS dalam tren naik, maka aset seperti bitcoin akan condong tertekan.
Sebagian penggemar kripto melihat bitcoin sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Adapun investor yang lebih tradisional cenderung melihatnya sebagai aset yang lebih berisiko dan cenderung spekulatif. Mereka telah melepas bitcoin dan token digital lainnya bersama dengan aset volatil lainnya, seperti saham-saham teknologi, saat bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed, bergerak untuk menaikkan suku bunga. Langkah The Fed itu diambil untuk mengatasi inflasi tinggi di AS. Seperti diberitakan inflasi di AS adalah yang tertinggi selama beberapa dekade terakhir.
MARTIN BUREAU
Dalam sebuah foto yang diambil pada 26 April 2021 di Paris terlihat imitasi fisik bitcoin diletakkan di atas lembaran-lembaran uang kertas.
"Bitcoin menembus di bawah beberapa level teknis utama karena aksi jual yang berlanjut di Wall Street," kata Edward Moya, analis senior pasar di OANDA, sebuah platform perdagangan valuta asing. "Investor institusional sangat memperhatikan bitcoin karena banyak yang masuk tahun lalu dan sekarang kehilangan uang atas investasi mereka.” Moya menilai prospek jangka panjang atas aset-aset kripto seperti bitcoin tidak berubah dalam beberapa bulan mendatang. Namun kekhawatiran tentang pertumbuhan dan kemungkinan resesi perekonomian global, khususnya AS, menciptakan "lingkungan yang sangat sulit untuk kripto".
Data menunjukkan peningkatan kehati-hatian investor atas aset-aset kripto. Kecenderungan yang terlihat adalah mereka cenderung keluar atau melepas aset-aset kripto mereka. Menurut data dari situs web CoinGecko yang melacak lebih dari 13.000 aset kripto, total pasar kripto pekan lalu bernilai sekitar 1,5 triliun dollar AS. Jumlah itu hanya separuhnya dibandingkan saat kondisi puncaknya tahun lalu. Harga bitcoin dan aset kripto lainnya melesat beberapa saat setelah pasar saham global mencoba bangkit dari kondisi anjlok oleh penguncian-penguncian negara akibat pandemi Covid-19 di pertengahan 2020 lalu.
Kondisi saat-saat ini relatif mirip alurnya dari sisi keluarnya modal dari aset-aset kripto, mengikuti modal di pasar saham. Belakangan kalangan investor keluar dari pasar saham. Mereka khawatir akan perang di Ukraina, penguncian di China, dan kebijakan moneter yang lebih ketat di AS untuk menanggulangi lonjakan inflasi. Harga-harga saham yang turun lebih dalam terjadi di saham-saham perusahaan teknologi. Kinerja perusahaan-perusahaan itu didorong oleh kebijakan pelonggaran uang bank sentral selama pandemi dan cenderung bertaruh pada pertumbuhan jangka panjangnya.
AP PHOTO/AHN YOUNG-JOON
Refleksi seorang pria berjalan di depan papan yang menunjukkan harga bitcoin dan aset-aset kripto di pertukaran Bithumb di Seoul, Korea Selatan, pada 20 Juni 2018.
Kemerosotan yang terjadi pada aset-aset kripto seperti bitcoin terbaru mengikuti penurunan pada ekuitas AS dan pasar lainnya pekan-pekan ini. Indeks saham Nasdaq yang padat dengan saham-saham perusahaan teknologi tenggelam lebih dari empat persen pada perdagangan Senin (9/5). Korelasi Nasdaq dengan bitcoin telah mencapai level "tertinggi yang bersejarah", menurut perusahaan analisa Kaiko.
Kalangan analis menilai sulit untuk mengatakan ke arah mana bitcoin akan bergerak selanjutnya. Ini mengingat volatilitas aset kripto yang relatif tinggi. Merujuk pada pengalaman sebelumnya, pada tahun 2021, misalnya, harga bitcoin turun di bawah harga 30.000 dollar AS sebanyak dua kali. Yakni pada bulan Juni dan Juli. Namun bitcoin dan aset kripto lainnya secara umum kemudian melonjak lagi untuk mencapai titik tertinggi sepanjang masa beberapa bulan kemudian, yakni pada bulan November.
Pergerakan harga bitcoin cenderung volatil sejauh ini pada tahun 2022. Di tengah dinamika itu, terlihat sejumlah pemain di sektor ini berusaha untuk mematuhi aturan-aturan otoritas keuangan di sejumlah negara. Salah satu platform perdagangan terbesar, Binance, misalnya, diizinkan untuk beroperasi di Perancis dari Otoritas Pasar Keuangan Perancis (AMF) pada awal Mei. Sementara itu di AS, Securities and Exchange Commission (SEC) telah mengumumkan bahwa mereka memperkuat timnya yang bertanggung jawab untuk mengatur perdagangan aset kripto.
Sebagai tanda semakin pentingnya mata uang kripto, dua negara yakni El Salvador dan Republik Afrika Tengah bahkan telah mengambil pertaruhan untuk mengadopsi bitcoin sebagai mata uang resmi mereka. Langkah itu tetap diambil meskipun ada kritik keras dari lembaga keuangan internasional. Sejauh ini proyek Republik Afrika Tengah masih dalam tahap awal. Adapun di El Salvador, Presiden El Salvador Nayib Bukele dengan bangga mengumumkan di Twitter pada Senin bahwa "El Salvador baru saja membeli bitcoin di harga bawah" dengan menambahkan 500 bitcoin ke anggarannya. Ia menggunakan kosakata dan melakukan tindakan bak pialang saham yang melihat penurunan harga sebagai peluang untuk berinvestasi. (AFP/AP)