Krisis Ekonomi Empaskan Rajapaksa dari Kursi PM Sri Lanka
Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mengajukan pengunduran diri dari kursi perdana menteri pada Senin (9/5/2022). Langkah ini dilakukan maraknya protes menyusul krisis ekonomi di negara itu.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
KOLOMBO, SENIN – Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa akhirnya tunduk pada tekanan massa yang telah berlangsung beberapa pekan di tengah krisis ekonomi negara itu. Ia mengajukan pengunduran diri dari jabatannya pada Senin (9/5/2022). Situasi ini semakin menyudutkan Presiden Gotabaya Rajapaksa yang adalah saudara Mahinda dari tampuk kekuasaan. Pengunduran diri perdana menteri berarti seluruh kabinet pemerintahannya dibubarkan.
Mahinda Rajapaksa melalui akun Twitter-nya mengatakan, ia telah mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Gotabaya Rajapaksa pada awal pekan ini. Pengunduran diri itu terjadi ketika ekonomi Sri Lanka semakin tertekan dalam beberapa pekan terakhir. Impor negara itu, misalnya, mulai dari susu hingga bahan bakar, telah anjlok. Akibatnya, terjadi kelangkaan barang konsumsi yang mengkhawatirkan dan pemadaman listrik bergilir.
Masyarakat juga terpaksa mengantre berjam-jam untuk membeli kebutuhan pokok, termasuk gas. Kalangan dokter telah memperingatkan adanya persoalan kekurangan obat-obatan di rumah sakit. Pemerintah pun telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri senilai 7 miliar dollar AS yang jatuh tempo tahun ini.
Presiden Gotabaya awalnya menyalahkan tekanan ekonomi Sri Lanka pada faktor-faktor global seperti pandemi Covid-19 yang menghancurkan industri pariwisata dan konflik Rusia-Ukraina yang mendorong kenaikan harga minyak global. Namun, baik dia maupun saudaranya sejak itu mengakui sejumlah kesalahan kebijakan yang memperburuk krisis. Termasuk di antaranya adalah pengakuan bahwa mereka seharusnya mencari dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) lebih cepat.
Jayadeva Uyangoda, seorang ilmuwan politik di Kolombo, mengatakan, pengunduran diri PM Mahinda menandai babak baru dalam krisis politik negara itu. ”PM harus mengundurkan diri secara memalukan setelah para pendukungnya melakukan kekerasan seperti itu,” katanya. Dia menambahkan bahwa akan sulit bagi Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mempertahankan kredibilitas setelah kekerasan pada unjuk-rasa Senin lalu. Namun, presiden sejauh ini menolak mengundurkan diri. Sementara parlemen harus melalui proses yang sulit jika mencoba untuk menggulingkannya.
Aksi protes besar berlangung pada Senin di sejumlah wilayah di Sri Lanka, terutama di ibu kota Kolombo. Rakyat Sri Lanka meminta pertanggungjawaban pemerintah karena menyeret negara itu dalam kubangan krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dasawarsa terakhir. Menurut juru bicara polisi Nihal Thalduwa kepada Associated Press, empat orang, termasuk seorang anggota parlemen dari partai yang berkuasa, tewas dalam insiden tersebut. Presiden Rajapaksa memberlakukan jam malam di seluruh negeri mulai Senin malam hingga Rabu (11/5/2022) pagi.
Protes yang menyebar ke seluruh negeri telah berlangsung selama lebih dari sebulan. Massa pengunjuk rasa melibatkan berbagai kelompok lintas etnis, agama, dan kelas. Untuk pertama kalinya, kelas menengah Sri Lanka juga turun ke jalan dalam jumlah besar. Kondisi itu menandai pemberontakan oleh banyak mantan pendukung klan Rajapaksa. Beberapa di antara pemrotes telah menghabiskan waktu berminggu-minggu menggelar aksinya di luar kantor presiden.
Protes itu menggarisbawahi kejatuhan klan Rajapaksa, dinasti politik paling kuat di Sri Lanka selama beberapa dekade. Keluarga Rajapaksa pernah dipuji sebagai pahlawan oleh banyak mayoritas Buddha-Sinhala di Sri Lanka karena mengakhiri perang saudara 30 tahun di negara itu. Meskipun ada tuduhan kekejaman perang dalam upaya mengakhiri perang saudara itu, warga secara umum menaruh hormat terhadap keluarga itu.
Sri Lanka telah mengadakan pembicaraan dengan IMF untuk membuat rencana penyelamatan, tetapi kemajuannya tergantung pada negosiasi restrukturisasi utang dengan kreditor. Setiap rencana jangka panjang akan memakan waktu setidaknya enam bulan untuk dijalankan.
Sri Lanka telah berada dalam kesulitan keuangan, bahkan sebelum perang Ukraina mendorong kenaikan harga makanan dan minyak. Pemerintah Sri Lanka telah mengalami defisit anggaran yang besar setelah memotong pajak pada 2019 dan berjuang untuk mengumpulkan pajak selama pandemi Covid-19. Pemerintah negara itu juga telah menumpuk utang luar negeri yang besar. Mayoritas adalah hasil berutang ke China. Cadangan devisa Sri Lanka yang terbatas digunakan untuk membayar impor dan untuk mempertahankan nilai mata uangnya.
Merujuk pada urutan yang disusun Liliana Rojas-Suarez dari Center for Global Development, Sri Lanka berada di urutan teratas daftar peringkat negara-negara yang paling terkena guncangan keuangan global. Negara-negara yang paling rentan itu adalah negara yang bergantung pada impor komoditas dan memiliki cadangan devisa yang rendah dibandingkan dengan utang mereka ke negara lain.
Kekerasan meluas
Kekerasan pada Senin memicu kemarahan yang meluas. Massa bahkan membidik mereka yang dinilai sebagai pendukung klan Rajapaksa sebagai target serangan. Anggota parlemen dari partai yang berkuasa Amarakeerthi Athukorale dan pengawalnya tewas di Nittambuwa, sekitar 30 kilometer utara Kolombo, setelah mobil yang mereka tumpangi dicegat oleh massa yang marah.
Menurut keterangan kepolisian, Athukorale atau pengawalnya telah melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa. Namun, massa tetap mengejar keduanya dan menjebak mereka di dalam sebuah Gedung. Athukorale dan pengawalnya ditemukan tewas akibat diduga mengalami tindak kekerasan. Tiga orang dirawat di rumah sakit dengan luka tembak akibat tembakan dari arah kendaraan anggota parlemen.
Para pengunjuk rasa mencoba beberapa kali untuk masuk ke kediaman resmi PM Mahinda pada Senin malam dan memaksa polisi menembakkan gas air mata. Rumah menteri pemerintah dan politisi yang mendukung Rajapaksa juga diserang dan beberapa dibakar. Tugu peringatan untuk orang tua keluarga Rajapaksa juga dirusak. Massa juga dilaporkan berupaya membakar rumah seorang politisi lokal di Weeraketiya, kampung halaman keluarga Rajapaksa. Sebanyak dua pengunjuk rasa dilaporkan tewas akibat luka tembak dari arah rumah sang politisi. (AP/AFP/BEN)