Di Pelantikannya sebagai Presiden, Yoon Suk-yeol Serukan Perdamaian
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menyerukan upaya perdamaian kepada dunia internasional, khususnya di Semenanjung Korea dan Asia Timur. Menurut dia, perdamaian adalah membiarkan kebebasan dan kemakmuran berkembang.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, DARI SEOUL, KOREA SELATAN
·3 menit baca
SEOUL, KOMPAS — Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menyerukan upaya perdamaian kepada dunia internasional khususnya di Semenanjung Korea dan Asia Timur. Yoon berharap Korea Utara menghentikan program nuklirnya dan ia siap membuka dialog secara damai.
Hal tersebut diungkapkan Yoon dalam pelantikannya sebagai Presiden ke-13 Korea Selatan, Selasa (10/5/2022), di plaza depan gedung parlemen Korea Selatan di Seoul, Korsel. Hadir dalam upacara pelantikan tersebut Presiden ke-5 RIMegawati Soekarnoputri yang didampingi oleh Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistiyanto beserta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dan istrinya, Rita Dondokambey.
Selain Megawati, hadir juga sejumlah tokoh, di antaranya mantan Presiden Korsel Moon Jae-in dan Park Geun-hye, Presiden Republik Singapura Halimah Yacob, Presiden Republik Afrika Tengah Faustin Archange Touadera, Wakil Presiden Republik Rakyat Cina Wang Qishan, dan suami Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, Douglas Emhoff. Hadir pula Ketua Senat Kanada George J Furey, dan Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa.
”Demokrasi liberal menciptakan perdamaian abadi dan perdamaian adalah apa yang melindungi kebebasan kita. Perdamaian dijamin ketika komunitas internasional yang menghormati kebebasan dan hak asasi manusia bersatu,” kata Yoon di hadapan 40.000 rakyatnya yang memenuhi halaman gedung parlemen Korsel.
Yoon menegaskan, perdamaian tidak hanya menghindari perang. Perdamaian sejati adalah membiarkan kebebasan dan kemakmuran berkembang, abadi, dan berkelanjutan. Yoon berharap, perdamaian di Semenanjung Korea dan Asia Timur Laut dapat terus terwujud. Ia mengajak rakyat Korsel menentang segala upaya yang bertujuan untuk merampas kebebasan, menyalahgunakan hak asasi manusia, dan menghancurkan perdamaian.
Menurut Yoon, program senjata nuklir Korea Utara merupakan sebuah ancaman tidak hanya bagi keamanan Korsel dan Asia Timur Laut. Karena itu, pintu dialog akan tetap terbuka sehingga ancaman ini dapat diselesaikan secara damai.
Yoon menegaskan, perdamaian tidak hanya menghindari perang. Perdamaian sejati adalah membiarkan kebebasan dan kemakmuran berkembang, abadi, dan berkelanjutan.
”Jika Korea Utara benar-benar memulai proses untuk menyelesaikan denuklirisasi, kami siap bekerja dengan komunitas internasional untuk menyajikan rencana berani yang akan sangat memperkuat ekonomi Korea Utara dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. Denuklirisasi Korea Utara akan sangat berkontribusi untuk membawa perdamaian dan kemakmuran abadi di Semenanjung Korea dan sekitarnya,” kata Yoon.
Beberapa kali rakyat Korea Selatan menyambut pidato Yoon dengan sorak-sorai dan tepuk tangan. Yoon pun menghampiri warga Korsel yang hadir sebelum dan sesudah pelantikan. Ia juga menjabat tangan para tamu undangan khusus.
Salah satu warga Seoul, Suokwoo Yoon (43), berharap agar pemerintahan baru di bawah Presiden Yoon semakin kuat. Sementara itu, warga Korsel lainnya yang diwawancarai pembawa acara berharap agar negara menaruh perhatian untuk anak-anak, orang asing, dan masyarakat yang lemah. Negara diharapkan bekerja keras untuk kepentingan pendidikan.
Mitra perdagangan
Fungsi urusan politik dan organisasi internasional Kedutaan Besar Republik Indonesia, Sigit Aris Prasetyo, mengatakan, Yoon berasal dari oposisi, yakni Partai Kekuatan Rakyat atau PPP. Ia unggul hanya satu persen dari saingannya, Lee Jae-myung, dari Partai Demokrat yang berhaluan liberal.
Yoon memiliki karakter yang berbeda dengan Presiden Korsel sebelumnya, Moon Jae-in, dan dianggap sebagai tokoh yang konservatif. Ia akan membawa sejumlah perubahan dalam alur kebijakan luar negeri Korsel ke depannya.
”Bisa saja dia menekankan pada penguatan aliansi dengan Amerika Serikat. Bahkan, telah digagas pembentukan trilateral agreement antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korsel untuk menghadapi ancaman nuklir Korea Utara,” kata Sigit.
Kebijakan lainnya adalah Korsel akan lebih keras terhadap Korea Utara dan China dengan merapat ke Amerika Serikat dan Jepang. Bahkan, Presiden Yoon telah menggagas Korsel akan bergabung dengan Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India yang dikenal dengan sebutan kelompok Quad.
Bagi Indonesia, menurut Sigit, Presiden Yoon dinilai akan tetap menganggap Indonesia sebagai mitra penting.
Bagi Indonesia, menurut Sigit, Presiden Yoon dinilai akan tetap menganggap Indonesia sebagai mitra penting. Sebab, Asia Tenggara menjadi mitra perdagangan terbesar kedua Korsel. Bahkan, Korsel sudah memiliki kebijakan khusus untuk meningkatkan hubungan Korsel dengan negara Asia Tenggara dan India.
Ia berharap kebijakan ini akan diteruskan oleh Yoon. ”Ini menjadi kepentingan negara-negara ASEAN, tentunya indonesia,” kata Sigit.