Presiden terpilih Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, akan menghadapi tantangan berat pada awal pemerintahannya, mulai dari situasi keamanan di Semenanjung Korea hingga persaingan AS-China di kawasan.
SEOUL, KOMPAS – Yoon Suk-yeol, mantan jaksa penuntut, yang akan dilantik sebagai Presiden Korea Selatan, SElasa (10/5/2022), akan menghadapi tantangan yang tidak mudah selama lima tahun masa pemerintahannya. Mulai dari tingkat kepercayaan terhadapnya yang tidak cukup baik, hingga masih buramnya visi kebijakan luar negeri dan ekonomi Yoon.
Hanya unggul tipis atas pesaingnya pada pemilu lalu, Lee Jae-myung (Partai Demokrat), Yoon tidak mendapatkan cukup besar kepercayaan dari warga Korsel pada awal kepemimpinannya nanti. Survei yang dilakukan Gallup Korea memperlihatkan, kurang dari 60 persen responden survei berharap dia bisa melakukan tugasnya dengan baik di awal masa jabatannya. Angka ini sangat rendah dibandingkan pendahulunya, yang biasa mendapat dukungan antara 80-90 persen.
Rendahnya dukungan terhadap Yoon juga terlihat dari persentase persetujuan terhadap keterpilihannya, yang hanya mencapai angka 41 persen. Tingkat persetujuan mantan Presiden Moon Jae-in lebih tinggi sedikit dibanding Yoon, yaitu 45 persen.
Beberapa ahli menilai, Yoon masih sangat hijau dalam hal menentukan kebijakan luar negeri. Dari apa yang disampaikannya pada kampanye, belum terlalu jelas bagaiman dia menavigasi Korea selatan, negara dengan ekonomi terbesar ke-10 dunia. Di tengah tantangan global, ia harus memimpin Korea Selatan bergerak memulihkan ekonomi pascapandemi, menghadapi persaingan China-Amerika Serikat hingga masalah keamanan di Semenanjung Korea.
“Kebijakan luar negeri, keamanan nasional, dan ekonomi kita semuanya dalam masalah. Yoon seharusnya menyajikan beberapa visi, harapan, atau kepemimpinan untuk menunjukkan bagaimana dia dapat menyatukan publik di masa-masa sulit ini. Tapi saya tidak berpikir dia telah menunjukkan hal seperti itu," kata Profesor Chung Jin-young, mantan dekan Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Pan-Pasifik di Universitas Kyung Hee.
Perundingan perlucutan senjata nuklir Korea Utara yang tidak menampakkan hasil, dan bahkan menemui jalan buntu, membuat situasi keamanan tidak menentu di kawasan Asia Timur, khususnya di Semenanjung Korea. Buntunya pembicaraan diikuti dengan uji coba berbagai sistem persenjataan Korut, termasuk kemungkinan persiapan uji coba nuklir pertamanya dalam hampir lima tahun.
Konfrontasi AS-China menimbulkan dilema keamanan tersendiri bagi Korea Selatan saat Korea Selatan berjuang untuk mencapai keseimbangan antara Washington, sekutu utama militernya, dan Beijing, mitra dagang terbesarnya.
Chung mengatakan pemerintah Korsel harus menerima bahwa mereka tidak dapat memaksa Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi atau meredakan kebuntuan AS-China. Dia menyarankan agar Istana Biru, istana kepresidenan Korsel, harus fokus pada penguatan kemampuan pertahanannya dan aliansi AS untuk “membuat Korea Utara tidak pernah berani memikirkan serangan nuklir terhadap kita.” Dia mengatakan Korea Selatan juga harus mencegah hubungan dengan Beijing memburuk.
Di dalam negeri, Yoon harus bisa memperbaiki kebijakan pemerintah menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya, hal yang menjadi kritik utama Yoon pada pemerintahan Moon. Krisis COVID-19 telah menghancurkan ekonomi yang sudah dilanda pasar kerja yang suram dan meningkatnya utang warga.
Yoon juga mewarisi kegagalan kebijakan ekonomi Moon yang menurut para kritikus memungkinkan harga rumah meroket dan memperlebar kaya-miskin, terburuk di antara negara-negara maju.
“Tantangan yang Yoon miliki pada awal kepresidenannya adalah yang terberat dan paling tidak menguntungkan di antara presiden Korea Selatan yang dipilih sejak akhir 1980-an,” kata Choi Jin , direktur Institut Kepemimpinan Presiden yang berbasis di Seoul.
Megawati
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menghadiri pelantikan presiden terpilih Korea Selatan, Yoon Suk-yeol. Megawati diundang secara khusus oleh Presiden Yoon karena memiliki peran yang besar dalam perdamaian antara Korea Selatan dan Korea Utara.
“Korsel (Korea Selatan) sangat menghargai ibu Megawati karena tentunya Ibu Megawati selama ini sudah melakukan berbagai kegiatan untuk membawa perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan terutama dalam mengarah proses unifikasi kedua Korea,” kata Sigit Aris Prasetyo, Fungsi urusan politik dan organisasi internasional Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul, Senin (9/5/2022).
Megawati tiba di Seoul pada Minggu (8/5/2022) waktu setempat, bersama sejumlah jajaran partai dan para staf pribadinya, di antaranya Bendahara Umum DPP PDI-P Olly Dondokambey dan Ketua DPP PDI-P Bidang Kelautan, Perikanan, dan Nelayan Rokhmin Dahuri. Di Seoul, Megawati akan menghadiri pelantikan presiden terpilih Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, yang dijadwalkan pada Selasa (10/5/2022) pukul 10.30 waktu setempat. Pada malam harinya, Megawati akan hadir di jamuan makan malam yang dibuat khusus oleh Presiden Yoon.
Dalam keterangan tertulis, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, undangan dari Korea Selatan ini merupakan suatu kehormatan karena undangan tersebut bersifat khusus oleh presiden terpilih untuk menghadiri pelantikan. Selain menghadiri pelantikan dan pertemuan bilateral dengan Presiden Yoon, Megawati juga akan ke gedung Seoul Institute of the Arts (SIA) untuk menerima penganugerahan gelar profesor kehormatan.
Hasto menjelaskan, pihak SIA memberi gelar profesor tersebut karena menilai besarnya kontribusi serta komitmen kemanusiaan Megawati memperjuangkan perdamaian di Semenanjung Korea dan perhatiannya yang begitu besar terhadap demokrasi, lingkungan, dan kebudayaan.
”Bahkan Ibu Mega pernah jadi utusan khusus Presiden Korea Selatan untuk ke Korea Utara dalam menjalankan diplomasi perdamaian. Karena pada dasarnya Korea ini, kan, satu bangsa dua negara. Hanya karena perbedaan ideologi akibat Perang Dingin, kemudian terpecah jadi dua negara sehingga proses reunifikasi Korea harus terus-menerus dijalankan dengan cara damai dan dialog. Diplomasi kebudayaan merupakan pendekatan penting yang bisa dilakukan,” kata Hasto.
Hasto menegaskan, Megawati dikenal sebagai sedikit pemimpin yang bisa diterima oleh pihak Korea Utara. Hal ini terkait hubungan historis antara Proklamator RI yang juga ayah Megawati, Soekarno, dengan pendiri Korea Utara, Kim Il Sung. Sejarah mencatat, bunga anggrek yang diberikan Soekarno dikenal dengan nama Kimilsungia. Bunga anggrek ini sekarang menjadi simbol bunga persahabatan antara Indonesia dan Korea Utara. (AP)
Editor:
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO, FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA