China Sulit Capai Nirkasus Covid-19, Shanghai Catat Belasan Kematian Harian
Kasus Covid-19 di China membingungkan. Meski warga telah menerapkan protokol kesehatan, dan pemerintah memperketat penguncian, kasus baru tetap muncul sepeti terjadi di kota Shanghai.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
SHANGHAI, JUMAT – Otoritas Shanghai, kota terbesar di China, Jumat (6/5/2022), mengklaim sukses mengendalikan pandemi Covid-19 dengan penerapan karantina selama sebulan. Meskipun demikian, otoritas setempat tetap waspada karena di tengah penerapan strategi nirkasus dan warga menjalankan protokol kesehatan dengan ketat, selalu muncul kasus baru. Bahkan kasus kematian masih di level dua digit setiap harinya. Tampaknya sulit bagi China untuk mencapai nirkasus Covid-19 meski pengetatan dan karantina diterapkan.
Wakil Wali Kota Shanghai, Wu Qing, mengatakan bahwa kasus infeksi Covid-19 di megapolitan pusat keuangan China itu terus menunjukkan tren penurunan sejak 22 April. "Saat ini, upaya pencegahan dan pengendalian epidemi terus membaik. Epidemi telah berhasil dikendalikan secara efektif," kata Wu dalam konferensi pers.
Wu meminta warga untuk tetap waspada walau kasus Covid-19 cenderung menurun dalam lebih dari dua pekan terakhir ini. Dia mengatakan, penularan komunitas telah "dikendalikan secara efektif". Namun ada risiko kasusnya berpotensi muncul kembali. "Kita tidak bisa santai, kita tidak bisa mengendur. Jika tekun (menaati aturan) kita akan memang," katanya.
Shanghai mencatat 12 kasus kematian baru pada 5 Mei, turun dari 13 kasus dari satu hari sebelumnya, kata otoritas kota itu dalam pernyataan pada Jumat. Ada 4.024 kasus baru tanpa gejala dari penularan lokal pada 5 Mei, turun dari 4.390 kasus dari satu hari sebelumnya. Kasus bergejala yang dikonfirmasi mencapai 245, turun dari 261 kasus di hari sebelumnya.
Virus Covid-19 pertama kali diidentifikasi di kota Wuhan, China, pada Desember 2019. China menerapkan serangkaian strategi untuk melawannya, yakni mulai dari pengujian massal, karantina ketat, dan penguncian menyeluruh. Salah satu dampak dari kebijakan itu adalah ancaman pada target pertumbuhan China, yaitu sekitar 5,5 persen tahun ini.
Meskipun sekitar 2,3 juta penduduk Shanghai masih berada di daerah berisiko tinggi yang tertutup rapat. Sekitar 16,67 juta lainnya berada di "zona pencegahan" berisiko rendah, yang berarti mereka dapat, secara teori, meninggalkan rumahnya dan bergerak terbatas di sekitar komunitas mereka.
Mayoritas dari 25 juta penduduk Shanghai masih terkurung di rumah. Mereka menentang perpanjangan kebijakan pembatasan ketat, yang sekarang memasuki bulan kedua. Otoritas lokal Shanghai tetap menerapkan aturan ketat sebagai upaya menjadikan wilayah itu nirkasus penularan. Pendekatan nirkasus itu sebagai bagian dari pendekatan China mengatasi penyebaran Covid-19.
Banyak warga juga mengeluh bahwa pejabat publik sering tidak seragam dalam menerapkan aturan. Masing-masing menerapkan aturan dengan cara yang berbeda. Beberapa orang di "zona pencegahan" masih tidak dapat keluar meskipun daerah wilayah mereka tanpa kasus infeksi baru selama berminggu-minggu terakhir.
Satu kompleks besar permukiman warga di distrik Changning, Shanghai tengah, Jumat ini mengumumkan bahwa mereka melonggarkan pembatasan di dalam kompleks. Mereka juga mengurangi jumlah sukarelawan yang membantu mengantarkan makanan. Namun penghuninya masih tidak bisa keluar karena gerbang kompleks terkunci.
Penularan baru
Sementara itu seorang warga, Veronica, mengatakan dia telah melakukan segalanya dengan benar. Dia dan keluarganya mematuhi semua aturan penguncian Covid-19 di kota Shanghai. Menurutnya, setelah seluruh kota ditutup pada 1 April lalu, keluarganya yang terdiri dari empat orang selalu patuh mengikuti perintah pemerintah untuk tinggal di rumah. Dia keluar rumah banya untuk tes PCR wajib.
Ketika pemerintah melonggarkan penguncian pada pertengahan April, membolehkan warganya berjalan-jalan di dalam kompleks mereka, Veronica dan tetangganya semuanya memakai masker. Selama berminggu-minggu, kompleks perumahan mereka bebas dari Covid-19. Pada akhir April, dia, anggota keluarganya, dan beberapa tetangga dinyatakan positif saat mengikuti tes PCR ke-12.
Keadaan itu membuat mereka bingung. "Saya tidak tahu bagaimana kami terjangkit," kata Veronica, yang menolak memberikan nama lengkapnya, dengan alasan privasi. Bangunan rumah mereka pun "disegel". Dia, keluarganya dan orang lain yang dites positif dikirim ke fasilitas karantina. Semua orang diperintahkan kembali diam di rumah selama 14 hari.
"Saya mengikuti semua aturan," kata Veronica dari pusat karantina di mana dia dan keluarganya dikurung bersama ratusan orang di aula yang luas. Veronica termasuk di antara ribuan orang yang tertular Covid-19 saat pemerintah mengendurkan pengetatan dan kompleksnya telah dinyatakan bebas dari Covid-19 dan tertutup bagi orang luar selama berminggu-minggu.
Kasus yang dialami keluarga Veronica dan tetangganya di sebuah kompleks permukiman di Shanghai itu menggarisbawahi betapa sulitnya menghentikan penyebaran varian Omicron yang sangat menular itu. Padahal China berusaha keras untuk menerapkan kebijakan nirkasus Covid-19, mempertahankan siklus penguncian. Situasi itu membuat warga bingung, sedih, dan marah.
Antara 21 April dan 2 Mei, penduduk di 4.836 alamat yang berbeda di Shanghai berada dalam situasi yang sama. Infeksi baru terjadi setelah berminggu-minggu tanpa adanya kasus baru di tengah pengetatan yang diterapkan pemerintah di lingkungan mereka.
Pembatasan ketat atas Shanghai dilakukan terutama selama dua minggu pertama April. Penduduk diizinkan keluar dari kompleks hanya untuk alasan luar biasa, seperti darurat medis atau mengikuti tes Covid-19 yang diwajibkan. Banyak yang bahkan tidak diizinkan keluar dari pintu depan mereka untuk berbaur dengan tetangga.
Memang seperti diungkapkan di atas, selama enam hari berturut-turut jumlah kasus harian Shanghai berangsur menurun. Namun, ribuan kasus baru masih ditemukan setiap hari. Hal itu mendorong spekulasi tentang bagaimana Covid-19 menyebar, ketakutan akan penularan baru, dan tentang langkah-langkah pengetatan. Untuk menemukan jawaban, banyak penduduk lebih sering mengikuti tes PCR.
Pengiriman makanan atau paket, serta barang lainnya, semuanya diserahkan kepada tenaga sukarelawan, staf manajemen properti atau perumahan, dan kurir. Namun, beberapa orang bahkan mulai menolak tes PCR, namun mereka yang tidak mematuhi akan dihukum.
Pakar kesehatan mengatakan, penyebaran tanpa henti menunjukkan kesulitan China dalam upaya mempertahankan tujuan nirkasus Covid-19. Jaya Dantas, pakar kesehatan masyarakat di Curtin School of Population Health di Australia, mengatakan, pendekatan China itu memakan biaya tinggi. Pemberantasan penularan Covid-19 sepenuhnya akan memakan waktu berbulan-bulan. (AFP/AP/REUTERS)