China Bergulat dengan Covid-19, Asian Games Ditunda
Kebijakan nihil Covid-19 menjadi andalan China. Tidak ada yang bisa menantang kebijakan ini, baik masyarakat maupun dunia.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
BEIJING, JUMAT – Pemerintah China tetap mempertahankan kebijakan nihil kasus Covid-19 karena dianggap efektif menekan laju penyebaran virus SARS-Cov-2. Dengan pertimbangan situasi ini, termasuk skala acara, panitia penyelenggara menunda Asian Games 2022 hingga 2023.
Komite Olimpiade Asia (OCA) bertemu di Tashkent, Uzbekistan, Jumat (6/5/2022), dan mengumumkan penundaan tersebut. Rencananya, pesta olahraga ke-16 untuk Benua Asia itu dilaksanakan di kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China pada 10-25 September tahun ini.
“Kondisi di China terkait penanganan Covid-19 belum kondusif. Karena itu, OCA memutuskan penundaan Asian Games hingga tahun depan,” kata Presiden OCA Randhir Singh.
Hangzhou terletak kurang dari 200 kilometer dari Shanghai, yang dalam beberapa pekan terakhir mengalami penguncian wilayah (lockdown) karena banyaknya kasus Covid-19. Bulan lalu OCA menyatakan telah menyelesaikan pembangunan seluruh lokasi pertandingan di kota berpenduduk 12 juta jiwa itu untuk Asian Games dan Asian Para Games.
Belum ada tanggapan dari Pemerintah China mengenai keputusan ini. Pada awal tahun 2022, China bisa menyelenggarakan Olimpiade Musim Dingin. Mereka menggunakan sistem gelembung yang ketat. Atlet, ofisial, dan staf yang berada di lokasi pertandingan maupun penginapan dilarang berinteraksi dengan masyarakat. Seluruh pertandingan juga diadakan tanpa penonton.
Selain Asian Games, ajang Pesta Olahraga Mahasiswa Dunia (Universiade) juga diundur hingga waktu yang belum ditentukan. Rencananya, ada 6.000 atlet sekaligus mahasiswa yang akan mengikuti kompetisi di Chengdu pada 26 Juni hingga 7 Juli.
Efektif
Pemerintah China tetap mempertahankan kebijakan nihil kasus Covid-19 karena dianggap efektif menekan laju penyebaran virus SARS-Cov-2. Metode ini apabila terus dijalankan, menurut para pakar kesehatan masyarakat, bisa mendorong terjadinya pelonggaran aturan pembatasan sosial per akhir Mei.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden China sekaligus Sekretaris Partai Komunis China Xi Jinping dalam rapat di Beijing, Kamis (5/5). “Kita sudah membuktikan bahwa strategi nihil Covid-19 ini berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan tepat sasaran. Kita tidak boleh lengah selama negara menghadapi kenaikan risiko penularan,” katanya seperti dikutip oleh kantor berita nasional China, Xinhua.
China menjadikan lonjakan kasus yang terjadi di Shanghai sebagai contoh buruk. Akibatnya, kota-kota lain, termasuk Beijing, melakukan pengetatan sosial. Beberapa distrik di kota itu juga ditutup. Perusahaan-perusahaan diminta menerapkan bekerja dari rumah. Khusus pekerjaan di sektor-sektor esensial boleh dilakukan di kantor dengan syarat maksimum 50 persen dari kapasitas ruangan. Per tanggal 22 April, di Bejing rata-rata kasus mencapai 500 kasus per hari.
Pemerintah China tidak menggubris keluhan masyarakat mengenai penguncian wilayah berkepanjangan. Shanghai merupakan kota berpenduduk 26 jiwa. Jumlah kasus rata-rata ialah 1.000 per hari. Warga diwajibkan untuk tinggal di rumah masing-masing selama dua bulan terakhir. Makanan maupun kebutuhan pokok diantar setiap hari oleh petugas dan relawan.
Keadaan ini membuat warga jenuh. Mereka mengungkapkan kemarahan di media sosial karena sudah tidak tahan dikurung. Terdapat pula warga yang berunjuk rasa dengan keluar ke balkon atau ke batas maksimal perumahan mereka sambil meneriakkan kekecewaan kepada pemerintah. Meskipun begitu, pemerintah daerah bergeming. Mereka mengatakan bahwa kunci dari kesuksesan Shanghai mengelola pandemi ialah dengan tekun dan waspada.
“Apabila metode nihil Covid-19 ini kita lanjutkan, Shanghai akan mencapai puncak pandemi dengan jumlah kasus 620.000-630.000 per akhir Mei. Baru setelah itu kita bisa melakukan pelonggaran,” kata Yao Maosheng, Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Peking kepada surat kabar Global Times. Yao merupakan ahli yang mengembangkan perhitungan berbasis kebijakan nihil Covid-19.
Rekan Yao sesama dari Universitas Peking, yaitu ekonom Cao Heping, menambahkan, apabila puncak kasus dicapai pada akhir Mei, peningkatan ekonomi juga mulai bisa dilakukan. Shanghai merupakan kota pusat niaga China. Perekonomian di Shanghai dan sekitarnya menyumbang 25 persen dari perekonomian nasional. Menurut dia, dari 1.800 pabrik industri esensial di Shanghai, 70 persen di antaranya sudah bisa dioperasikan pada akhir Mei. (AP/AFP/Reuters)