Gencatan Senjata Rusia-Ukraina untuk Evakuasi Pabrik Azovstal
Warga sipil yang dievakuasi dari Azovstal menceritakan dengan emosi yang campur aduk. Mereka lega sekaligus sedih karena harus melewati kampung halaman yang hancur.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
MARIUPOL, KAMIS — Pemerintah Ukraina dan Pemerintah Rusia menyepakati gencatan senjata sementara selama tiga hari. Tujuannya membuka jalur kemanusiaan untuk mengungsikan warga sipil yang terperangkap di dalam pabrik baja Azovstal.
Kesepakatan itu dicapai setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menelepon Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Rabu (4/5/2022). ”Semua orang di dalam pabrik Azovstal harus diungsikan. Saya mohon ini demi kemanusiaan,” kata Zelenskyy.
Rusia melalui Kementerian Pertahanan mengeluarkan pernyataan resmi menyetujui usulan itu. Jalur kemanusiaan dibuka sejak 5 Mei hingga 7 Mei. Setiap hari, evakuasi warga dari Azovstal berlangsung dari pukul 08.00 hingga 18.00 waktu setempat. Warga diperbolehkan memilih mengungsi ke wilayah yang dikuasai Ukraina ataupun Rusia.
Pada Minggu (1/5/2022), 100 warga sipil yang berlindung di Azovstal berhasil diungsikan ke kota Zaporizhzhia yang terletak 250 kilometer di utara Mariupol. Kota ini merupakan wilayah yang dikuasai Pemerintah Rusia. Jalur kemanusiaan berada di bawah pengawasan PBB dengan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) sebagai pelaksana teknis lapangan.
Pabrik baja Azovstal memiliki lahan seluas 11 kilometer persegi. Pabrik ini dibangun di masa kejayaan Uni Soviet sehingga memiliki konstruksi antiserangan nuklir. Di dalamnya terdapat labirin dan bungker untuk berlindung. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Metinvest Holding, perusahaan pemilik Azovstal sekarang, bungker-bungker bisa menampung 4.000 orang dengan ketersediaan pangan cukup untuk empat pekan.
Data Pemerintah Ukraina menyebutkan, ada 2.000 orang yang berlindung di dalam Azovstal. Mayoritas adalah warga sipil, termasuk 30 anak-anak. Sisanya tentara Ukraina yang beberapa di antaranya dalam keadaan terluka. Sebagian besar dari warga yang berlindung di Azovstal sudah berada di sana sejak Februari lalu ketika Rusia menyerang Ukraina.
Melihat rumitnya geografis pabrik, Presiden Rusia Vladimir Putin melarang pasukannya menyerbu ke dalam. Mereka diperintahkan mengepung pabrik seketat mungkin. Tujuannya agar pasukan Ukraina yang berada di dalam akan keluar sendiri ketika persediaan makanan dan air habis.
Di dalam akun Telegram pribadi, salah satu komandan Batalyon Azov yang mempertahankan Azovstal, Denys Prokopenko, mengatakan, pasukannya memasang pertahanan melingkar di sekeliling pabrik. ”Kami tidak menyerah. Tentara Rusia terus memborbardir kami karena mereka tahu jika memasuki area pabrik, mereka akan mendapat perlawanan sengit,” ujarnya.
Selain evakuasi warga yang berada di Azovstal, Wali Kota Mariupol Vadym Boychenko turut meminta adanya jalur kemanusiaan bagi warga yang tersebar di kota itu. Menurut dia, masih ada 100.000 warga sipil yang bertahan di Mariupol. Kota ini awalnya memiliki penduduk 450.000 orang. Sebanyak 20.000 jiwa dikabarkan menjadi korban peperangan.
Salah satu warga yang dievakuasi dari Azovstal pada 1 Mei adalah Tetyana Trotsak (25). Ia dievakuasi bersama suami dan kedua orangtuanya. Ketika ditanya mengenai pengalaman evakuasi, Trotsak menceritakan dengan emosi yang campur aduk. ”Lega sekaligus sedih sekali karena harus melewati kampung halaman yang hancur,” katanya.
Ia mengungkapkan, hal yang membuat dia bersyukur adalah bisa menikmati sinar matahari dan udara segar setelah dua bulan berada di bungker bawah tanah yang gelap, lembab, dan sesak. Trotsak sekeluarga berlindung di Azovstal sejak ada rudal meledak di dekat rumah mereka. Ketika itu, rumah dan gedung-gedung sekitar bergetar laksana ada gempa bumi.
Di dalam Azovstal, Trotsak menempati salah satu bungker bersama 56 orang. Mereka membuat alas tidur seadanya dari potongan papan tripleks, kardus, ransel, dan jaket. Mereka bertahan dengan makanan kemasan yang mereka bawa sejak masuk Azovstal.
Dari sesama penghuni bungker, hanya 14 orang, termasuk Trotsak sekeluarga, yang diungsikan. Keterbatasan bus membuat warga harus memilih orang-orang yang mereka prioritaskan mengungsi. Keluarga Trotsak dipilih karena orangtuanya sudah lansia dan mempunyai penyakit asma.
Keluar dari bungker menuju tempat parkir pun merupakan perjuangan. Kondisi pabrik Azovstal rusak parah. Koridor yang biasanya hanya memerlukan waktu 15 menit untuk dilalui kini butuh 2,5 jam. Para pengungsi harus bermanuver melewati puing-puing di tengah kondisi tanpa penerangan. Mereka sempat beberapa kali harus mencari jalan memutar karena ada selasar yang terblokir reruntuhan gedung.
”Penghuni bungker membesarkan hati kami. Mereka bilang, nanti kalau mereka sudah berhasil mengungsi, kita akan makan piza sama-sama di kafe di Zaporizhzhia,” kata Trotsak. (AFP/Reuters)