Sri Mulyani Punya Cerita soal ”Walk Out” AS dan Lain-lain
Tidak jadi ada boikot pada pertemuan ke-2 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Washington DC, 20 April. Seperti apa cerita di balik layar sehingga bisa demikian? Menteri Keuangan Sri Mulyani punya cerita.
Di bawah Presidensi G20 Indonesia 2022, pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 dijadwalkan digelar tiga kali sebelum berujung pada pertemuan para kepala negara dan pemerintahan pada Konferensi Tingkat Tinggi di Bali, November 2022.
Pertemuan perdana digelar di Jakarta, 17-18 Februari. Ini terjadi sebelum perang Rusia-Ukraina. Adapun pertemuan kedua digelar di Washington DC per 20 April atau hampir dua bulan perang Rusia-Ukraina. Sementara pertemuan ketiga digelar di Bali pada pertengahan Juli.
Pertemuan ke-2 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Washington DC, 20 April 2022, menjadi barometer kegiatan G20 pascaperang Rusia-Ukraina. Awalnya, banyak ancaman boikot. Namun, pada saat pelaksanaan kegiatan, mayoritas undangan utama hadir.
Awalnya, banyak ancaman boikot. Namun, pada saat pelaksanaan kegiatan, mayoritas undangan utama hadir.
Kebanyakan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 hadir fisik. Beberapa undangan hadir secara virtual. Ada aksi walk out dari AS dan sekutu saat giliran Rusia menyampaikan pemikirannya pada sesi pertama. Namun, setelah itu, semua masuk kembali ke ruangan untuk melanjutkan pembahasan.
Seperti apa cerita di balik layar soal dinamika sebelum dan pada saat pertemuan? Harian Kompas berkesempatan mewawancarai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati yang masih di Washington DC, AS, 22 April 2022, secara virtual. Selain laporan yang telah diturunkan dalam berita utama harian Kompas per 23 April, hasil wawancara juga disajikan dalam format tanya-jawab sebagai berikut.
Bagaimana cerita awalnya?
Bulan Februari yang lalu, kita membuat pertemuan menteri-menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Suasana mau perang itu sudah muncul. Makanya di dalam pertemuan Februari, terutama beberapa negara, terutama Kanada, sangat vokal menyampaikan bahwa jangan pernah berpikiran untuk menyerang atau melakukan invasi. Sebab, itu akan dianggap pelanggaran integritas dan kedaulatan, serta bahkan bisa menjadi kriminal. Itu pernyataan dari Kanada.
Seminggu setelah pertemuan selesai, perang mulai. Dan karena perang mulai, dinamikanya menjadi sangat eskalatif. Awalnya, perhatian mereka (AS dan sekutu) tidak kepada G20 tetapi lebih kepada PBB. PBB kan memang forumnya untuk bicara tentang perang dan kemudian masalah keamanan, militer, perdamaian, dan segala macam. Makanya di situ ada dinamika yang pertama.
Seminggu setelah pertemuan selesai, perang mulai. Dan karena perang mulai, dinamikanya menjadi sangat eskalatif.
Berikutnya, perhatian G7 plus bergeser ke forum-forum lain yang dijadikan alat untuk bisa menekan Rusia supaya segera mengakhiri perang. Sanksi ekonomi, misalnya, dilakukan. Nah, karena sanksinya adalah dalam bentuk ekonomi, maka akan merambat pada forum-forum ekonomi karena sanksi itu menimbulkan dampak ekonomi.
Jadi, yang tadinya adalah forum politik keamanan beralih pada forum ekonomi. Nah, forum ekonomi yang paling besar dan nyata dan paling dekat adalah G20 di mana sesudah bulan Februari, mereka tahu, April akan ada forum yang high profile, yaitu menteri keuangan dan gubernur bank sentral.
Lantas?
Di situlah kemudian muncul tekanan atau permintaan. Oleh karena itu, saya langsung mendapatkan banyak sekali permintaan untuk pertemuan pada April itu. Tadinya posisinya adalah bahwa Rusia harus dikeluarkan dari keanggotan G20. Ya, Presiden Biden sudah menyampaikan secara publik. Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga sudah menyampaikan secara publik.
Saya bicara dengan semua anggota G20, tidak hanya G7. Kita menyampaikan, sebagai presidensi, tanggung jawab Indonesia adalah menjaga forum ini tetap berjalan sebagai suatu forum membangun konsensus untuk kerja sama, kerja sama ekonomi, untuk menyelamatkan dunia. Itu kan tanggung jawab presidensi.
Jadi, waktu mulai ada keinginan untuk Rusia tidak diundang atau Rusia dikeluarkan dari G20, ini menimbulkan suatu pertanyaan mendasar; apakah presidensi bisa melakukan hal itu? Kewenangannya ada enggak?
Saya bicara dengan semua anggota G20, tidak hanya G7.
Kalau kemudian Indonesia memutuskan negara A tidak diundang atau negara B kemudian dikeluarkan dari G20, berarti nanti presiden yang akan datang, bisa melakukan hal serupa ke negara yang dia tidak suka. Akhirnya ini tidak menjadi G20. Saya sampaikan, apakah kita akan memulai perpecahan G20, yaitu menjadi G19? Kalau jadi G19, akan ada solidaritas terhadap satu negara itu. Nanti menjadi G18 dan seterusnya.
Hal itu semuanya kemudian bisa berakhir dengan, mungkin akan menjadi G10, yaitu G7 plus plus. Ya, kalau kembali ke G7, ya, udah itu aja forum Anda. Anda enggak perlu lagi untuk ketemu dan ngomong. Jadi, apakah perpecahan merupakan skenario terbaik yang kita pikirkan sebagai pertanggungjawaban kita terhadap kondisi global yang semakin pelik?
Bagaimana dengan tantangan global?
Kalau kita lihat, kondisi global itu bukannya makin mudah. Pertama, pandeminya belum berakhir. Kita tahu pandemi itu adalah very, very significant atau fundamental devastating ekonomi dunia.
Jadi, memulihkan akibat pandemi ini saja sudah merupakan suatu kerja keras luar biasa. Belum kita pulih, masih tertatih tatih, dunia kita dihajar dengan disrupsi pasokan. Harga mulai naik karena waktu pemulihan itu enggak merata. Kemudian terjadilah permintaan yang tinggi. Pasokannya enggak ngikutin, makanya inflasi tuh sudah mulai naik sejak tahun lalu.
Bayangkan harga minyak waktu tahun 2020 pernah sempat 2 hari negatif. Waktu itu sampai saya tanya Pertamina, beli enggak? O, (jawaban Pertamina) semua tempat kita untuk menimbun minyak itu sudah penuh. Sekarang harga minyak naik menjadi 130 dollar AS per barel walaupun kemarin agak turun sedikit.
Artinya?
Poin saya adalah dalam 2 tahun itu swing dari negatif sampai 100 dollar AS per barel. Ini seperti saya katakan tadi, pemulihan ekonomi akibat pandemi belum merata karena vaksinasinya belum merata. Ini saja sudah menimbulkan kompleksitas dalam mengawal pemulihan ekonomi dunia. Sebab, fiskalnya (negara-negara) udah dipakai habis-habisan. Moneternya sudah dipakai habis-habisan. Sektor keuangan dipakai habis-habisan. Dan ternyata, pulihnya enggak selalu sinkron dan mudah.
Sekarang, dunia ditimpa dengan perang yang memperburuk persoalan. Tidak saja energi, sekarang ditambah makanan, gandum, dan fertilizer.
Nah, ini makin menjadi sesuatu kombinasi yang berbahaya. Ini membahayakan seluruh ekonomi dunia, membahayakan stabilitas ekonomi dunia, membahayakan terhadap pemulihan ekonomi dunia. Dan ini harus segera ditangani. Jadi, masalahnya memang makin pelik.
Bagaimana cara mendekati anggota-anggota G20?
Waktu semua tekanan dan masukan masuk, saya sampaikan. Saya bicara dengan semua menteri menteri keuangan G20, satu demi satu. Bahkan, saya bicara dengan Menteri Keuangan Anton Siluanov dari Rusia. Saya bicara dengan Mohammed Al-Jadaan dari Saudi.
Kita bicara dengan Australia. Kita bicara dengan European Union. Kita bicara dengan Jerman. Kita bicara dengan Perancis, dengan Amerika Serikat, dengan Jepang, Inggris. Semuanya!
Semuanya saya tanya satu-satu. Kamu kepengin G20 tetap ada atau mau di-ancurin?
Semuanya saya tanya satu-satu. Kamu kepengin G20 tetap ada atau mau di-ancurin? Mereka mengatakan, G20 harus ada karena dunia makin bahaya. Lha kalau sudah ada, ayo. What do you want untuk kita membuat ini tetap ada? Karena itu tugas saya sekarang.
Terus mereka (G7 plus) bilang bahwa mereka enggak bisa kalau Rusia diundang. Mereka bilang enggak bisa di dalam satu ruangan sama Rusia. Mereka ingin menunjukkan tidak satu paham atau bahwa menentang apa yang dilakukan Rusia.
Lalu saya bilang, ya, sudah kalau Anda membutuhkan ekspresi politik kayak gitu, bisa saja bahwa waktu Rusia bicara kalian walk out aja. Tapi habis itu, kalian (G7 plus) ngomong lagi, balik lagi, saat forum ngomongin substansi.
Bagaimana proses selanjutnya?
Jadi, akhirnya dari tadinya mereka enggak mau Rusia ada menjadi Rusia bisa ada tapi enggak boleh ngomong. Tapi Rusia ingin tetap ngomong. Dan kita harus menghormati. Semua boleh ngomong. Kalau mereka ngomong, ya silakan walk out. Tapi substansi G20 tetap ada.
Tapi, yang saya ingin sampaikan, terlepas dari semua huru-hara dan berita, semua negara termasuk yang sedang perang dan yang sedang berantem, semua mendukung presidensi Indonesia dan semua mendukung agenda presidensi Indonesia. Dan itu very clear. Semua mendukung presidensi Indonesia dan semua mendukung agenda presidensi Indonesia.
Makanya, di dalam pertemuan ini, mereka semua mengatakan kami memahami situasi Indonesia, simpati dengan Indonesia. Dan bahkan mereka menghormati Indonesia supaya bisa mengelola suasana dan situasi yang sangat rumit ini.
Terlepas dari semua huru-hara dan berita, semua negara termasuk yang sedang perang dan yang sedang berantem, semua mendukung presidensi Indonesia dan semua mendukung agenda presidensi Indonesia.
Jadi, mereka menghormati. Mereka bahkan berharap Indonesia mampu mengelola. Dan ternyata kemarin pertemuan itu dianggap sebagai salah satu cara Indonesia mengelola secara baik. Jadi, setelah pertemuan, menteri-menteri keuangan mengatakan, thank you Sri Mulyani. Thank you. You are chairing very good dan kamu managing sangat bagus.
Walk out itu sebetulnya adalah mekanisme yang kita sudah tahu. Jadi, setiap negara akan bicara, saya sampaikan di awal. Jadi, saya umumkan, habis ini negara ini akan ngomong. Jadi walk out itu sebenarnya enggak terlalu banyak.
Itu adalah sesi pertama, yaitu mengenai pemulihan ekonomi global. Di mana itu banyak sekali tadi bicara tentang krisis energi, krisis pangan, kenaikan inflasi dunia, kemungkinan terjadi kebijakan moneter dan segala hal. Tapi waktu sesi kedua, kami ngomongin tentang keuangan dan kesehatan serta kesiapan dan pembiayaan pandemi, semua sudah duduk di situ dan bicara sangat substantif. Dan sebetulnya banyak kemajuan kita capai di situ. Utamanya terjadi pada fasilitas keuangan.
Apakah yang terjadi pada pertemuan kemarin akan menjadi model untuk pertemuan-pertemuan berikutnya?
Pertanyaan pertama, apakah mekanisme ini akan bisa diulang nanti dalam pertemuan bulan Juli untuk kita menteri keuangan, tapi sebelumnya nanti akan ada meeting di bulan Juni, yaitu antara menteri keuangan, menteri kesehatan, menteri luar negeri, juga ada pertemuan di situ. Kemudian pada Juli adalah menteri keuangan dengan menteri kesehatan selain menteri keuangan dan gubernur bank sentral.
Saya akan sampaikan, kita enggak tahu apakah seiring waktu kita mendekati ke sana (pertemuan G20 berikutnya) perangnya akan berhenti atau memburuk. Saya tanya semua orang enggak ada yang tahu.
Kita enggak tahu apakah seiring waktu kita mendekati ke sana (pertemuan G20 berikutnya) perangnya akan berhenti atau memburuk. Saya tanya semua orang enggak ada yang tahu.
First best scenario kalau perangnya berhenti, apa pun bentuk berhentinya, itu akan sangat membantu Indonesia dalam presidensi ke depan. Karena paling tidak, semuanya sudah melihat modus atau modalitas mengelola pertemuan di mana ekspresi politik dari setiap anggota bisa dilakukan.
Namun, agenda G20 dan presidensinya tetap diselamatkan. Jadi, apa yang kita lakukan kemarin adalah mengombinasikan di satu sisi adalah ekspresi politik dan di sisi lain adalah agenda G20 tetap terlaksana.
Kalau perangnya berhenti, first best, itu hasil terbaik dan berarti kita makin bisa fokus kepada masalah agenda G20 plus. Mungkin masalah yang akan mendominasi adalah bagaimana membangun Ukraina kembali. Itu akan menjadi agenda baru yang akan dimunculkan atau diselipkan di dalam pertemuan.
Skenario kedua?
Yang kedua, kalau kondisinya tidak bagus, memburuk. Apa yang sudah kita capai bulan April itu bukan taken for granted. Jadi, kita juga tidak menyampaikan jemawa, sama sekali enggak. Ini sangat intens banget. Terus terang ini sangat intens banget.
It takes a lot of our time untuk komunikasi dan konsultasi dengan semua member. Jadi, artinya, meskipun pertemuannya nanti Juli, dari sekarang sampai Juni itu, saya dan tim saya akan sangat intens berkomunikasi terus untuk melihat perkembangan dan tetap fokus mencapai agenda yang ingin kita capai.
Apa selanjutnya setelah berbagai kekisruhan ini?
Ada sesuatu yang barangkali nanti akan kita lihat di dalam fenomena ekonomi global. Selama ini, globalisasi itu dianggap sebagai sebuah mekanisme yang diterima oleh semua negara. Sebagai cara untuk menaikkan kesejahteraean, kemakmuran.
Coba lihat China, yang tadinya miskin, dengan dia masuk ke WTO, masuk globalisasi, dia sekarang menjadi ekonomi terbesar kedua. Kemiskinannya turun sangat drastis. Dia maju seperti ini. India juga maju. Banyak negara berkembang mendapatkan manfaat.
Negara-negara bisa maju karena mereka menggunakan globalisasi, memanfaatkan pasar, terutama negara-negara maju. Tentu globalisasi tidak berarti tidak ada risiko. Ada risiko. Jika ada salah kelola (di satu sektor di negara yang memiliki jejaring ekonomi luas), biasanya bisa menimbulkan krisis.
Tapi globalisasi dianggap dan dalam ini diterima sebagai sebuah sistem yang bisa menimbulkan win-win dari sisi itu. Dan globalisasi itu enggak ada ideologi ; komunis, Barat, kapitalis. Semuanya berdagang aja. Pokoknya yang paling penting adalah kesejahteraan bersama.
Dan globalisasi itu enggak ada ideologi; komunis, Barat, kapitalis. Semuanya berdagang aja. Pokoknya yang paling penting adalah kesejahteraan bersama.
Kejadian Rusia menyerang Ukraina memunculkan sentimen new cold war. Bahkan, in the brink of apa yang disebut perang dunia, katanya. Ini menimbulkan hilangnya kepercayaan antarnegara dan kepercayaan terhadap globalisasi.
Apa yang terjadi? Dunia barangkali berubah sama sekali sesudah ini. Ini sesuatu yang sangat historis. Apakah kita akan meneruskan jalur 40-50 tahun terakhir ini atau kita balik menjadi suasana seperti tahun 1940-an atau bahkan 1911 sebelum Perang Dunia I. Eropa pecah-pecah menjadi blok-blok. Dunia pecah menjadi bisa 2 polar, bisa 3 polar.
Dan artinya ekonomi menjadi terimplikasi. Anda enggak bisa lagi jual-beli, investasi, ekspor-impor, seperti sekarang. Selama ini, enggak pernah ditanyain, kamu blok mana. Sekarang ini kan ditanya. Kamu mau beli minyak dari Rusia, pakai sistem bank dari ini. Itu sekarang menjadi tools. Perang ini menggunakan tools ekonomi sehingga dampaknya sangat besar.
Apa dampaknya?
Dampaknya luar biasa. Tidak hanya ke Indonesia, tapi ke seluruh dunia. Tidak hanya G20. Nah, untuk Indonesia, kita harus mampu memahami big shifting trend ini meskipun belum selesai.
Nah, kesempatan kita sebagai presidensi G20 adalah kita mendapat dan kita berinteraksi intens banget dengan semua (negara G20). Jadi, kita punya first hand information. Kita bahkan juga tahu, mereka sedang mikirin apa? Mau ke mana? Nah, ini yang harus membuat kita mampu untuk mendudukkan.
Namun, suasananya enggak gampang. Kenapa? Karena selama perang ini, Anda lihat, tools ekonomi digunakan sehingga harga barang-barang dunia melonjak tinggi. Dan ini adalah barang yang sangat sensitif sosial, yaitu pangan dan energi. Pupuk juga.
Jadi, di seluruh negara ini mungkin akan terjadi gejolak sosial politik karena rakyatnya enggak bisa menerima harga-harga naik. Apalagi negara negara demokrasi. Mereka akan dihadapkan pada pressure politik. Jadi, dinamikanya besar sekali, kompleks sekali. Dan, saya bisa mengatakan sangat rumit, sensitif, dan berbahaya.
Makanya saya tidak mengatakan, oh kita hebat. I am very humble. Terus terang, sangat humble dengan situasi yang sedang dihadapi dunia saat ini.
Makanya saya tidak mengatakan, oh kita hebat. I am very humble. Terus terang, sangat humble dengan situasi yang sedang dihadapi dunia saat ini.
Indonesia harus benar-benar bekerja sangat serius untuk menjaga, tadi kepentingan kita, masyarakat. Tapi juga Indonesia dalam mandat konstitusi, kita diminta untuk ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Benar kan? Jadi, Indonesia punya tanggung jawab besar sekali dalam suasana dunia yang makin rumit.
Indonesia harus waspada dan memahami bahwa kita harus menjaga kepentingan Indonesia, tidak hanya jangka pendek, tetapi jangka menengah-panjang. Posisi kita harus sangat jelas mengenai apa yang baik untuk Indonesia, yang harus kita jaga bersama. Itu yang menurut saya menjadi salah satu pesan yang paling penting.
Jadi, ini tidak saatnya kita cuma membuat kebijakan yang sifatnya sesaat, ke kiri atau ke kanan. Tapi kita harus sudah mulai memikirkan kepentingan jangka menengah-panjang Indonesia yang terjaga secara baik dan konsisten.