Kepingan Potret Mengerikan di Pabrik Baja Azovstal yang Dikepung Rusia
Sekitar 20 warga sipil yang berlindung di pabrik baja Azovstal, Mariupol, berhasil dievakuasi. Walau begitu, masih banyak warga yang bertahan di sana dengan stok makanan dan air yang seadanya.
KIEV, MINGGU — Puluhan warga sipil, termasuk sejumlah anak-anak, berhasil dievakuasi dari kompleks pabrik baja Azovstal, tempat perlindungan terakhir dan satu-satunya di Mariupol, Ukraina tenggara, yang belum jatuh ke tangan Rusia. Akan tetapi, jumlah warga yang berhasil dievakuasi itu masih sangat sedikit dibandingkan dengan warga yang mencari perlindungan di kompleks pabrik baja tersebut dari serangan militer Rusia.
Dalam video yang diperoleh kantor berita Associated Press (AP) dari dua perempuan Ukraina yang mengaku suaminya berada di dalam pabrik baja tersebut, tergambar kepingan potret kehidupan mengerikan di dalam kompleks. Sejumlah laki-laki, seperti terekam di video itu, menceritakan persediaan makanan dan air yang mereka miliki sangat sedikit.
Mereka, kata pria dalam video itu, hanya bisa makan sekali sehari. Selain itu, mereka juga harus berbagi sedikitnya 1,5 liter air sehari dengan empat orang lainnya. Saat ini, semua persediaan sudah habis. Sebagian penghuni di kompleks pabrik baja itu juga mengalami luka-luka dengan kondisi mengenaskan.
Baca Juga: Putin Klaim Taklukkan Mariupol, Pasukan Ukraina Bertahan di Pabrik Baja
”20 warga sipil, perempuan dan anak-anak, dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Kami berharap mereka dievakuasi ke Zaporizhzhia, di wilayah yang dikuasai Ukraina,” kata Sviatoslav Palamar, Wakil Komandan Resimen Azov, melalui video yang diunggah ke akun Telegram resimennya, Sabtu (30/4/2022).
Kantor berita AP menyatakan belum bisa memastikan apakah warga yang telah dievakuasi itu merujuk pada kelompok yang sama, seperti dilansir kantor berita Rusia, RIA Novosti, Sabtu (30/4/2022). RIA Novosti menyebut, 19 orang dewasa dan 8 anak-anak telah dievakuasi dari pabrik baja Azovstal. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai kabar tersebut. Belum juga ada konfirmasi dari PBB.
Melalui video yang diunggah di Telegram Resimen Azov, Palamar menyerukan evakuasi bagi orang-orang yang terluka. ”Kami tidak tahu mengapa mereka (orang-orang yang terluka) tidak dibawa dan mengapa evakuasi mereka ke teritorial yang dikontrol oleh Ukraina tidak dibahas lebih dulu,” ujarnya.
Pabrik baja Azovstal memiliki labirin terowongan dan bungker di area seluas sekitar 11 kilometer persegi. Mariupol, semula tempat tinggal sekitar 400.000 warga, menjadi salah satu medan pertempuran terhebat sekaligus tempat malapetaka kemanusiaan terburuk sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
Baca Juga: Drama Pengepungan di Mariupol Berlanjut, Stok Pangan Warga Menipis
Rusia menguasai jembatan yang menyambungkan kota Mariupol ke pabrik baja Azovstal pada 7 April 2022. Empat hari kemudian, mereka mengepung pabrik. Para perwira militer Rusia mengusulkan agar pasukan menyerbu ke dalam pabrik.
Namun, hal itu ditolak Presiden Rusia Vladimir Putin yang memerintahkan agar pabrik dikepung ketat hingga tak seekor lalat pun bisa lewat. Orang-orang di dalam pabrik tersebut, kata Putin, lambat laun akan menyerah karena kehabisan air dan makanan.
Azovstal adalah pabrik metalurgi terbesar di Eropa dengan luas lahan 11 kilometer persegi. Pabrik ini dibangun pada awal zaman kejayaan Uni Soviet. Pada 1940, pabrik itu dirusak pasukan Nazi dari Jerman. Setelah itu, Soviet kembali membangun dan memperkokoh pabrik sehingga bisa bertahan dari serangan bom nuklir.
Baca juga: Rusia Makin Percaya Diri, Gaungkan Target Kuasai Donbas
Media Inggris, I News, mewawancarai Viktor Macha, fotografer yang meliput Azovstal tahun 2016. Ia memaparkan, Azovstal adalah pabrik berukuran raksasa. Di bawah tanahnya ada jaringan lorong dan bungker yang dibangun untuk berlindung jika ada peperangan.
Dalam rilis yang dikeluarkan perusahaan pemilik Azovstal, Metinvest Holding, disebutkan bungker bisa menampung hingga 4.000 orang dengan stok air dan makanan cukup untuk tiga pekan.
”Namun, di dalam lorong dan bungker ini lembab, gelap, berdebu, dan bau. Benar-benar tidak layak untuk ditinggali anak-anak. Bagi orang dewasa pun berlama-lama di sana bagaikan mimpi buruk,” ujar Macha.
Sejak militer Rusia menyatakan telah mengambil alih kota pelabuhan Mariupol, warga Ukraina dan resimen Azov menjadikan kompleks pabrik baja terbesar sebagai benteng perlawanan terakhir. Serangan artileri berat dan rudal militer Rusia telah menghancurkan sebagian besar gedung dan bangunan yang ada di atas lahan pabrik. Warga dan militer Ukraina bertahan hidup di ruang-ruang bawah tanah dengan persediaan makanan seadanya.
Berbagai upaya untuk mengevakuasi warga sipil dari kompleks pabrik baja Azovstal sudah berulang kali dilakukan, tetapi selalu gagal. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres terjun langsung, bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa, untuk mendesak Kremlin mengizinkan proses evakuasi tersebut.
Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric, Selasa (26/4/2022), sempat menyatakan bahwa pada prinsipnya Putin sepakat memberikan ruang bagi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk mengevakuasi warga dari Azovstal.
Akan tetapi, sampai Jumat (29/4), operasi evakuasi itu tidak kunjung bisa dilaksanakan karena militer Rusia terus membombardir Mariupol dengan serangan artileri berat dan roket. Sementara, dalam pandangan pemimpin kelompok separatis Donetsk yang didukung Kremlin, Denis Pushilin, rezimen Azov menggunakan warga sipil yang berlindung di Azovstal sebagai tameng hidup.
Sebuah rekaman video dan gambar yang didapat kantor berita AP dari dua perempuan warga Ukraina memperlihatkan pria tak dikenal, yang diklaim sebagai suami mereka, tengah menjalani perawatan karena luka di sekujur tubuhnya. Dalam gambar lainnya, terdapat seorang pria yang anggota badannya diamputasi.
Menurut kedua perempuan itu, staf medis merawat sedikitnya 600 orang pasukan Ukraina yang terluka. Luka yang dialami beberapa orang di antaranya mengalami pembusukan karena gangren.
Baca Juga: Krisis Ukraina Masuki Fase Berbahaya
Seorang pria lainnya, yang juga tengah dirawat karena luka-luka yang dideritanya, mendesak semua pihak untuk berupaya menghentikan agresi militer Rusia di Ukraina. ”Jika Anda tidak menghentikan ini di sini, di Ukraina, ini akan berlanjut lebih jauh, ke Eropa,” katanya.
AP tidak dapat secara independen memverifikasi tanggal dan lokasi pengambilan video tersebut. Menurut dua perempuan yang memperlihatkan video itu, rekaman gambar tersebut diambil pada minggu lalu di lorong-lorong di bawah pabrik baja Azovstal.
Militer Rusia terus mengintensifkan serangannya di wilayah Ukraina selatan dan timur untuk memperluas wilayah kontrolnya. Militer Rusia telah merebut Kota Kherson di selatan, yang memberinya pijakan hingga 100 kilometer utara Semenanjung Crimea, yang telah dikuasai pada 2014.
Odessa dibombardir
Militer Rusia juga terus mencoba merebut Odessa. Gubernur Regional Odesda Maksym Marchenko mengatakan, serangan rudal dan artileri berat Rusia telah menghancurkan landas pacu bandar udara di wilayah itu. Sejauh ini, menurut Marchenko, tidak ada yang terluka akibat serangan tersebut dan bandara tidak bisa digunakan lagi.
Baca Juga : Menhan AS Kumpulkan 40 Negara, Rusia Peringatkan Ancaman Perang Dunia III
Sementara itu di Bucha, kota kecil yang terletak di pinggiran Kiev, polisi menemukan kembali tiga jenazah—diduga warga Ukraina—tewas dengan tangan terikat di bagian belakang tubuhnya dan luka tembak di kepala.
Dalam keterangan tertulis, polisi Ukraina mengatakan, tiga jenazah itu ditemukan di sebuah lubang. Diduga mereka dibunuh secara brutal.
”Tangan para korban diikat, kain menutupi mata mereka dan beberapa disumpal. Ada bekas penyiksaan pada mayat-mayat itu,” kata pernyataan polisi.
Upaya damai
Usaha untuk membawa para pihak berkonflik ke meja perundingan terus dilakukan meski hingga kini masih jauh dari harapan. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Kremlin menuntut pencabutan sanksi ekonomi negara-negara Barat terhadap Rusia sebagai bagian dari proses negosiasi.
Tidak hanya itu, lanjut Lavrov, tindakan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan negara-negara Barat yang terus menyuplai persenjataan bagi militer Ukraina memperlihatkan bahwa sesungguhnya negara-negara tersebut yang ingin memperpanjang perang. Jika negara-negara Barat ingin menyelesaikan krisis di Ukraina, menurut Lavrov, sebaiknya mereka berhenti menyuplai persenjataan.
Sementara Presiden Ukraina Vladymyr Zelenskyy mengatakan, tindakan militer Rusia menyerang warga dan infrastruktur sipil membuatnya pesimistis bahwa perundingan damai bisa dilakukan dalam waktu segera. Tindakan militer Rusia menyerang warga sipil membuat sikap permusuhan semakin mengeras. ”Ketika sikap itu muncul, sulit untuk membicarakan banyak hal,” kata Zelenskyy.
Baca Juga: Guterres Desak Rusia Kooperatif dengan Mahkamah Pidana Internasional
Dalam sebuah rekaman video dengan menggunakan bahasa Rusia, Zelenskyy mendesak anggota militer Rusia untuk tidak berperang. Dia menilai, sejumlah anggota baru yang direkrut militer Rusia untuk berperang memiliki motivasi rendah dan sedikit pengalaman tempur.
”Prajurit Rusia masih bisa menyelamatkan nyawanya sendiri. Lebih baik bagi Anda untuk bertahan hidup di Rusia daripada binasa di tanah kami,” katanya. (AP/AFP/REUTERS/DNE)