PM Jepang Fumio Kishida membawa agenda pembicaraan soal Indo-Pasifik dan konflik Rusia-Ukraina dalam kunjungan ke lima negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan Eropa. Indonesia dipilih sebagai tujuan pertama.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
AFP/JIJI PRESS
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (tengah) bersiap memasuki pesawat dalam penerbangan menuju Indonesia di Bandar Udara Internasional Haneda, Tokyo, Jepang, Jumat (29/4/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dijadwalkan tiba di Jakarta pada hari Jumat (29/4/2022). Ia akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas mengenai berbagai persoalan terkait Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Selain itu, Kishida juga dikabarkan ingin membujuk Indonesia agar lebih tegas terhadap Rusia.
”Topik pembicaraan yang sebenarnya masih harus menunggu pertemuan selesai sore ini. Setelah itu, Presiden Jokowi akan memberi pengumuman,” kata Direktur Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jaelani, Jumat.
Sebelum meninggalkan Tokyo, Kishida menggelar jumpa pers. PM berusia 64 tahun itu mengatakan bahwa ia akan melakukan lawatan ke lima negara dengan membawa misi perdamaian. Tur dimulai dari Indonesia, kemudian berlanjut ke Vietnam, Thailand, Italia, dan diakhiri di Inggris.
Sebelumnya, Kishida menjamu Kanselir Jerman Olof Scholz di Tokyo. Scholz mengatakan pentingnya menjaga Indo-Pasifik agar terus terbuka dan stabil sehingga terlepas dari hegemoni kekuasaan mana pun. Akan tetapi, di Indo-Pasifik saat ini terdapat dua pakta pertahanan, yaitu Quadrilateral antara Jepang, Amerika Serikat, India, dan Australia serta AUKUS antara AS, Australia, dan Inggris.
Baru-baru ini beredar kabar bahwa pasca-penandatanganan pakta pertahanan antara China dan Kepulauan Solomon, China akan membangun pangkalan militer di negara Pasifik Selatan itu. Jepang dan AS mengirim utusan ke Honiara untuk mencegah Kepulauan Solomon mewujudkan rencana itu. Honiara meyakinkan bahwa tidak akan ada pangkalan militer asing di wilayah mereka.
Khusus di Indonesia, Kishida juga ingin membawa agenda konflik Rusia dan Ukraina ke dalam isu Indo-Pasifik. ”Indonesia merupakan mitra strategis Jepang. Apalagi, Indonesia tahun ini menjabat sebagai ketua G20 dan tahun depan akan menjadi ketua ASEAN,” ujarnya, seperti dikutip oleh kantor berita Kyodo.
AP/POOL/YOSHIKAZU TSUNO
Kanselir Jerman Oraf Scholz (tengah, kiri) dan PM Jepang Fumio Kishida (tengah) berfoto bersama dengan para tokoh bisnis Jerman dan Jepang seusai pertemuan puncak kedua pemimpin di kediaman PM di Tokyo, Jepang, Kamis (28/4/2022).
Oleh karena itu, Kishida mengharapkan Indonesia bisa membuat Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lebih tegas dalam mengecam serangan Rusia ke Ukraina. Jika bisa, ASEAN turut memberi sanksi ekonomi kepada Rusia seperti yang dilakukan oleh Jepang bersama rekan-rekan anggota tujuh negara terkaya di dunia (G7).
Dalam wawancara khusus secara tertulis kepada Kompas, Kishida mengatakan bahwa situasi di Ukraina adalah suatu kejadian serius yang mengguncang fondasi tatanan internasional, termasuk Asia. Di belahan dunia mana pun, pelanggaran kedaulatan dan integritas teritorial dengan penggunaan atau ancaman kekerasan, serta juga upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekerasan tentu tidak dapat diterima. Jepang mengimbau penyelesaian konflik secara damai dilakukan berdasarkan hukum internasional.
”Adalah hal yang sangat penting bagi Indonesia yang saat ini sedang memimpin presidensi G20 tahun ini, dan Jepang yang akan memegang keketuaan G7 tahun depan untuk mencapai kesepahaman tersebut di antara negara-negara utama yang bertanggung jawab atas komunitas Internasional, serta menyebarkan pemahaman bersama ini kepada seluruh dunia,” kata Kishida.
”Kami menyadari bahwa masyarakat internasional percaya hubungan dengan Rusia tidaklah memungkinkan untuk dilanjutkan seperti sebelumnya. Terkait G20, diperlukan respons tepat melalui diskusi dengan para negara anggota, termasuk Indonesia yang merupakan Presiden G20, seraya melihat situasi ke depan secara saksama.”
REUTERS/DAVID MAREUIL/POOL
(Dari kiri ke kanan) Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Menlu Jepang Fumio Kishida, dan Menhan Jepang Tomomi Inada berpose di Tokyo, Jepang, pada 20 Maret 2017 dalam pertemuan dua plus dua, yaitu duet menhan dengan menlu.
Dalam pertemuan dengan Scholz, Kishida turut menekankan pentingnya memastikan Rusia tidak menerima bantuan dari China. Ada kecurigaan China akan berusaha membantu Rusia secara tidak langsung, misalnya melalui negara-negara lain. Mengajak ASEAN agar menjatuhkan sanksi terhadap Rusia adalah salah satu cara untuk menjegal China.
Tindakan serupa dilakukan Jepang kepada India. Meskipun sama-sama anggota pakta pertahanan Quadrilateral, India banyak membangun kerja sama pertahanan dengan Rusia dan kerja sama ekonomi dengan China. Jepang pada akhir Maret lalu kemudian mengucurkan bantuan sebesar 4,02 miliar yen atau Rp 446 miliar untuk membangun fasilitas energi bersih di Kepulauan Andaman dan Nicobar.
”Di kedua pulau itu ada pangkalan militer India. Apabila ada konflik dengan China di Laut China Selatan yang pasti menyeret AS dan Jepang, mereka pasti bisa memanfaatkan pangkalan-pangkalan itu,” kata GVC Naidu, pakar kajian Indo-Pasifik Universitas Jawaharlal Nehru, India.
Dua level kebijakan
Peneliti isu ASEAN Pusat Kajian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Khanisa Krisman, menjelaskan, permintaan Kishida serupa ketika Menlu AS Antony Blinken melawat ke Indonesia. Kedua negara harus memahami bahwa ada dua level kebijakan dalam hal ini, yaitu nasional dan regional. Baik Rusia maupun Ukraina sama-sama negara sahabat Indonesia sehingga keputusan yang diambil juga berlandaskan hubungan bilateral.
”Indonesia sebagai negara yang berdaulat bebas menentukan sikap terkait konflik Rusia-Ukraina. Kita mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke pertemuan G20 di bulan November nanti, dan ini menunjukkan komitmen Indonesia mengupayakan perundingan damai untuk kedua belah pihak,” kata Khanisa.
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/RUSMAN
Suasana Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Rusia yang digelar Kamis (28/10/2021).
Namun, jika ditarik ke ASEAN, akan lebih rumit karena ada sepuluh kepentingan negara yang saling berinteraksi. Pastinya, kemampuan Indonesia mengelola isu Rusia-Ukraina selama menjadi ketua G20 akan menentukan sikap ASEAN nanti. Hal ini karena Indonesia akan menjadi ketua ASEAN di tahun 2023.
Perjanjian kerja sama ASEAN dengan Rusia tahun 2004 menyatakan bahwa setiap pihak menghormati kemerdekaan dan kedaulatan masing-masing. Pernyataan ASEAN terkait penyerangan Rusia ke Ukraina juga tidak berupa kecaman terhadap Rusia, tetapi ketegasan terhadap pemastian penegakan hak asasi manusia dan percepatan gencatan senjata guna menuju perundingan damai.
”Tampaknya tidak ada wadah formal di dalam ASEAN untuk membuat pernyataan lebih lanjut mengenai Rusia-Ukraina. Akan tetapi, ini sama sekali tidak berarti isu Rusia-Ukraina tidak penting bagi ASEAN. Akan terus ada pembahasan di pertemuan-pertemuan informal ASEAN,” ujar Khanisa.