Ingin Jadi Tujuan Wisata Favorit? Belajar dari Thailand, Jangan Dibikin Rumit
Bepergian ke luar negeri kini tak mudah. Prosedur protokol kesehatan untuk masuk ke suatu negara menjadi pertimbangan. Jika mudah dan sederhana, pasti langsung jadi pilihan tujuan. Jika rumit dan pelik, tak akan dilirik.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
Dulu, sebelum pandemi Covid-19, memilih tempat untuk berlibur ke luar negeri itu relatif gampang. Tinggal urus visa (bila memang perlu), lalu pesan tiket pesawat dan kamar hotel, beres. Tetapi sejak pandemi Covid-19, kondisinya mau tak mau berubah dengan prosedur yang lebih pelik rumit untuk masuk ke suatu negara demi memastikan keamanan semua orang.
Seperti pengalaman Anastasia Johansen (23), warga Norwegia, dan pacarnya. Setelah dua tahun tak bisa jalan-jalan ke mana-mana gara-gara Covid-19, mereka memutuskan untuk berlibur ke Thailand. Namun, mereka akhirnya terpaksa memilih ke Vietnam hanya karena prosedur masuk ke Vietnam sekarang lebih mudah dan sederhana ketimbang Thailand.
Bagi Johansen, prosedur Covid-19 untuk pengunjung asing yang akan masuk ke Thailand sekarang ini lebih rumit. Biaya untuk tes PCR pun mahal. Thailand salah satu tujuan wisata favorit bagi turis dari negara mana pun. Thailand juga termasuk negara yang sejak awal sudah duluan—sejak tahun lalu—membuka pintu perbatasannya bagi pengunjung asing yang sudah divaksin. Namun, Thailand tetap menerapkan kewajiban karantina pada waktu itu. Keputusan ”berani” Thailand kala itu bahkan menjadi percontohan bagi negara-negara yang ingin membuka diri kembali.
Masalahnya, ketika negara-negara tetangga juga sudah mulai satu per satu membuka diri kembali dan mempermudah persyaratan masuk bagi pengunjung asing, proses di Thailand masih tetap rumit dan merepotkan. ”Negara mana pun yang prosedurnya lebih mudah, lancar, dan tidak rumit pasti akan saya pilih,” kata Johansen.
Kalangan profesional pelaku pariwisata menilai, prosedur dan aturan masuk yang rumit di Thailand kini menyebabkan proses pemulihan industri pariwisata Thailand terhambat. Padahal, industri pariwisata menyumbang sekitar 12 persen dari produk domestik bruto (PDB) Thailand sebelum pandemi Covid-19. Dari jumlah pemesanan tiket pesawat dan hotel lebih awal untuk tahun 2022, Thailand hanya mencapai 25 persen dari tingkat sebelum pandemi, jauh di bawah Singapura (72 persen) dan Filipina (65 persen).
Banyak yang menyalahkan proses persetujuan pra-masuk atau ”Thailand Pass”, yang butuh waktu lama, sampai paling cepat tujuh hari. Bagi para pelaku di industri pariwisata Thailand, proses ini akan bisa mematikan industri itu sendiri. Lama-lama orang akan malas datang ke Thailand dan memilih ke negara lain. Pemerintah Thailand berjanji akan mempermudah proses masuk ini.
”Prosedur ini membunuh kita. Kalau sedang berada Singapura, lalu ingin datang ke Thailand untuk akhir pekan, prosesnya susah,” kata Direktur Pelaksana Konsultan Perhotelan C9 Hotelworks, Bill Barnett.
Kiran Stallone asal Amerika Serikat, yang masuk ke Thailand untuk mengunjungi keluarganya, punya cerita. Ia menuturkan, untuk mendapatkan Thailand Pass dibutuhkan bukti vaksinasi, pertanggungan asuransi minimal 20.000 dollar AS, dan reservasi di hotel yang memenuhi syarat. Semua dokumen itu harus diajukan ke situs web Pemerintah Thailand. Namun, proses mengunggah semua dokumen itu pun tak mulus. ”Situs web pemerintah susah dinavigasi. Sampai-sampai saya harus minta tolong orang lain untuk mengurusnya,” ujarnya.
Stallone menceritakan, ia diberi tahu harus menghindari beberapa langkah yang rupanya menyebabkan gangguan pengiriman yang akan menunda aplikasinya. Situs web itu tidak mengizinkan pengguna untuk menyimpan apa yang sudah diisi atau kembali ke halaman sebelumnya. Situs web itu juga tak mau menerima dokumen berbentuk PDF. Rumit.
Di media sosial Facebook, ada kelompok khusus yang membahas mengenai Thailand Pass dan anggota kelompoknya ada 90.000 orang. Itu saja sudah menunjukkan betapa banyaknya orang yang tertarik dan berencana ke Thailand.
Di dalam kelompok itu banyak orang yang mencurahkan pertanyaan terkait prosedur yang baru. Banyak pula yang mengkhawatirkan perubahan aturan terkait penerbangan, aturan masuk baru, dan bahkan banyak yang melampiaskan frustrasi karena aplikasi mereka ditolak. Kelompok atau forum diskusi seperti itu juga ada di situs-situs wisata dan perjalanan seperti TripAdvisor.
Ganjalan Thailand Pass
Pada tahun 2019, Thailand pernah kedatangan sekitar 39,9 juta pengunjung. Ibu kota Bangkok pun pernah dinobatkan sebagai kota yang paling banyak dikunjungi di dunia. Pada tahun itu juga, Singapura dan Filipina masing-masing mencatat 19,1 juta dan 8,26 juta kedatangan.
Pada tahun ini, Thailand hendak menarik 5 juta-10 juta pengunjung. Namun, target ini tidak akan tercapai jika sistem Thailand Pass masih rumit seperti sekarang. ”Ini menjadi tidak kompetitif untuk Thailand dan rumit bagi wisatawan karena kehilangan semua fleksibilitas,” kata Ketua Minor International Pcl yang juga taipan perhotelan, William Heinecke, kepada kantor berita Reuters.
Thailand Pass yang sudah disetujui hanya bisa digunakan selama satu pekan sebelum atau setelah tanggal yang ditentukan. Dewan Pariwisata Thailand juga mengatakan, persyaratan sistem untuk dokumentasi yang diajukan secara individual membuat operator tur semakin sulit membawa wisatawan yang datang dengan rombongan.
Juru bicara satuan tugas virus korona Thailand, Taweesin Visanuyothin, mengatakan bahwa kedatangan wisatawan meningkat seiring dengan pelonggaran kebijakan-kebijakan terkait pandemi Covid-19. Kebijakan untuk pengunjung asing dilonggarkan karena jumlah penularan domestik melebihi jumlah penularan dari luar negeri.
Namun, pelonggaran kebijakan pembatasan Thailand yang berubah-ubah juga membuat orang bingung. Aturan masuk bagi pengunjung yang sudah divaksin untuk menjalani karantina terbatas kembali diberlakukan pada Februari lalu gara-gara varian Omicron setelah sebelumnya ditangguhkan. Pada waktu itu, para pengunjung harus menjalani tiga tes reaksi rantai polimerase atau PCR Covid-19, yakni pada waktu sebelum keberangkatan, saat kedatangan, dan pada hari kelima setelah berada di Thailand.
Pada bulan Maret, tes PCR yang ketiga itu lalu diganti dengan tes antigen cepat. Pertanggungan asuransi juga diturunkan menjadi 20.000 dollar AS dari 50.000 dollar AS. Pada bulan April, tes PCR pra-keberangkatan kemudian dibatalkan. Mulai bulan depan, pertanggungan asuransi menjadi hanya 10.000 dollar AS dan pengunjung yang sudah divaksin tak perlu lagi tes dan bukti pemesanan hotel tak perlu lagi disertakan.
Buka masker
Seperti negara-negara lain yang mulai melonggarkan kebijakan pembatasan dan protokol kesehatan terkait Covid-19, Korea Selatan pun akan mencabut keharusan mengenakan masker di ruang terbuka mulai pekan depan. Perdana Menteri Korsel Kim Boo-kyum, Jumat, mengumumkan informasi terbaru itu sebagai upaya rakyat Korsel mulai hidup berdampingan dengan varian Omicron.
Sebelum mengeluarkan aturan soal lepas masker itu, Korsel juga dua pekan lalu sudah mencabut sebagian besar kebijakan pembatasannya, seperti jam malam untuk restoran dan usaha-usaha lain. ”Orang pasti tak nyaman harus pakai masker terus saat jalan sendirian atau saat piknik bersama keluarga,” kata Kim.
Meski sudah tak wajib, masyarakat masih harus mengenakan masker di acara-acara yang dihadiri 50 orang lebih, seperti saat kampanye, konser, dan pertandingan olahraga.
Jumlah kasus Covid-19 di Korsel sudah turun di bawah 100.000 per hari setelah sebelumnya, pertengahan Maret, melonjak menjadi 620.000 kasus dalam sehari. Jumlah kasus bisa ditekan dan dikendalikan setelah vaksinasi digenjot.
Menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea, hampir 87 persen dari 52 juta jiwa penduduk Korsel sudah divaksin lengkap dan 65 persen di antaranya sudah mendapat vaksin penguat. (REUTERS)