Dukungan untuk Biden Turun, Popularitas Putin Naik
Popularitas Presiden AS Joe Biden menurun terus. Kesulitan ekonomi rakyat AS yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, popularitas Presiden Rusia Vladimir Putin justru naik setelah Rusia menyerang Ukraina.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Gara-gara inflasi, kenaikan harga bahan bakar dan bahan pangan, serta perang Rusia-Ukraina, publik Amerika Serikat kecewa terhadap pemerintahan Presiden Joe Biden. Tingkat kepuasan atau dukungan publik kepada Biden turun menjadi hanya 41 persen, menurut jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos pada pekan lalu.
Sebaliknya, tingkat kepuasan publik Rusia terhadap Presiden Vladimir Putin justru meningkat setelah Rusia menyerang Ukraina, 24 Februari lalu. Lembaga survei VTsIOM, lembaga yang dikelola Pemerintah Rusia, dan lembaga independen Levada Center di Rusia menyebutkan, dari survei pada 28 Maret-4 April, sebanyak 81,6 persen dan 83 persen orang percaya kepada Putin dan menyetujui serangan ke Ukraina. Sebelum invasi ke Ukraina, tingkat kepuasannya 67,2 persen.
Kenaikan popularitas Putin ini, sebut Levada, sama dengan ketika Putin mencaplok Crimea pada tahun 2014. Sama juga saat kelompok separatis pro-Rusia menguasai sebagian wilayah Donbas di Ukraina timur dengan dukungan Rusia. Hanya, tingkat kepuasan atau dukungan rakyat kepada Putin ini banyak dipertanyakan mengingat rakyat Rusia tidak bisa mengakses pelaporan independen. Hampir semua media yang ”menyimpang” dari kebijakan pemerintah sudah ditutup beberapa tahun terakhir. Apalagi sejak 24 Februari lalu, Pemerintah Rusia semakin membatasi akses publik pada media asing dan media sosial. Bahkan jika media memuat laporan yang tidak sesuai dengan pernyataan resmi pemerintah, mereka dianggap melakukan tindak pidana.
Terlepas dari apakah rakyat Rusia betul-betul mendukung Putin, tingkat dukungan kepada Biden sebenarnya mencemaskan, terutama bagi rekan-rekannya di Partai Demokrat. Partai Demokrat bisa kehilangan suara mayoritas di Kongres pada pemilu November mendatang. Jika Demokrat kalah dari Partai Republik, berbagai rencana kebijakan Biden pasti akan diblokir Republik.
Anak muda sudah muak dengan diskusi-diskusi politik. Kita sudah tidak suka membahas politik. Itu membuat saya penasaran nanti apakah banyak anak muda yang ikut memberikan suara.
Kekecewaan publik AS terhadap pemerintahan Biden bisa dipahami karena rakyat AS sedang bergelut dengan kesulitan ekonomi yang dipicu oleh perang di Ukraina. Dalam jajak pendapat itu, publik menghendaki pemerintahan Biden memprioritaskan masalah ekonomi saja. Bagi 27 persen responden, perekonomian adalah persoalan paling penting dan genting yang dihadapi AS saat ini.
Kecewa
Hasil jajak pendapat Harvard Institute of Politics pada 15-30 Maret yang dipublikasikan pada 25 April 2022 memperjelas hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos. Dari 2.024 anak muda yang menjadi responden, hanya 41 persen anak muda AS berusia 18-29 tahun yang puas dengan kinerja Biden. Secara umum, anak muda kecewa terhadap cara Biden menangani perekonomian.
Direktur Harvard IOP John Della Volpe menyebutkan, anak muda AS merasa pesimistis dengan politik karena tidak bisa lagi memenuhi aspirasi rakyat dan menangani berbagai tantangan yang dihadapi AS. ”Anak muda sudah muak dengan diskusi-diskusi politik. Kita sudah tidak suka membahas politik. Itu membuat saya penasaran nanti apakah banyak anak muda yang ikut memberikan suara,” kata Ed Kakenmaster (27) saat diwawancarai CNN.
Namun, dari jajak pendapat Harvard itu, 36 persen orang dewasa berusia di bawah 30 tahun mengaku tetap akan ikut memberikan suaranya. Kakenmaster mengaku mungkin akan memberikan suara, tetapi kali ini ia akan memilih Republik. Ia menilai Demokrat sudah gagal pada banyak urusan, seperti penanganan tingkat kejahatan yang justru semakin tinggi, penanganan pandemi Covid-19 yang gelagapan, penarikan pasukan AS dari Afghanistan, dan inflasi. Sentimen seperti ini yang dikhawatirkan Demokrat.
Newsweek edisi 22 April 2022 juga menyebutkan, tingkat kepuasan Biden ini terendah kedua dalam sejarah kepresidenan AS selama 60 tahun terakhir. Jajak pendapat Gallup menyebutkan, tingkat kepuasan publik terhadap Biden mandek di sekitar 40 persen selama enam bulan terakhir. Yang terjadi biasanya, kata Gallup, partai presiden yang tidak populer akan kehilangan kursi dalam pemilihan paruh waktu, November mendatang. Jumlah kursi yang hilang biasanya jauh lebih tinggi untuk presiden yang tingkat kepuasan publiknya di bawah 50 persen.
”Partai Demokrat bisa menang pemilu karena kita menunjukkan kepada rakyat bahwa kita bisa merasakan realitas ekonomi menyakitkan yang dihadapi rakyat AS. Kita menang karena bisa meyakinkan pemilih bahwa kita bisa membuat perubahan. Kalau kita tak berubah sebelum pemilihan paruh waktu, selesai sudah,” tulis Senator Elizabeth Warren di opini harian The New York Times.
”Nilai jual” Biden ketika menjadi presiden sebenarnya tinggi, setidaknya di luar AS, karena pengalaman Biden yang piawai dalam menangani kebijakan luar negeri. Selama setengah abad ia berkecimpung dalam urusan kebijakan luar negeri AS, menangani politik diplomasi AS saat berada di komite hubungan luar negeri di Senat AS. Ia tahu permasalahan keamanan dan kebijakan luar negeri Eropa serta para pemain kuncinya karena sering bertemu sebagian besar dari mereka selama bertahun-tahun.
Seharusnya dengan bekal pengalaman itu, Biden bisa dengan mudah menangani perang di Ukraina. Akan tetapi, di mata rakyat AS, tidak demikian yang terjadi. Biden dianggap tak mampu menangani konflik Rusia-Ukraina. Jika perang di Ukraina tidak terkendali, rakyat AS juga khawatir akan berdampak langsung pada kehidupan mereka seperti yang terjadi sekarang. (REUTERS/AFP)