Harap-harap Cemas Setelah Elon Musk Membeli Twitter
Musk mengatakan semata ingin mempromosikan kebebasan berbicara di Twitter. Ia mengaku tidak memiliki motif keuntungan ekonomi atas pembelian Twitter.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO, MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Keberhasilan orang terkaya di dunia saat ini, Elon Musk, membeli perusahaan media sosial Twitter menjadi perbincangan global sepanjang Selasa (26/4/2022). Sosok dan langkah Musk pun menjadi topik yang ramai dibicarakan selama beberapa jam di platform tersebut. Muncul pertanyaan soal mau dibawa ke mana Twitter di tangan pebisnis pemilik Tesla dan SpaceX itu.
Langkah Musk membeli Twitter sempat ditentang sejumlah pemegang saham lain dan manajemen Twitter. Upaya manajemen Twitter mengaktifkan mode ”pil racun” tidak cukup efektif menghentikan kemauan Musk. Ia dipastikan mengakuisisi dan mengendalikan Twitter Inc. setelah bersedia menggelontorkan uang senilai 44 miliar dollar AS atau sekitar Rp 632 triliun. Sebagai perbandingan, dana sebesar itu bisa digunakan untuk membeli 4,2 juta rumah sangat sederhana di Pulau Jawa.
Pernyataan manajemen Twitter menyebutkan, transaksi itu telah disetujui dengan suara bulat oleh dewan direksi perseroan. Seluruh transaksi diperkirakan tuntas pada tahun ini, sambil menunggu persetujuan terkait peraturan, otoritas, dan para pemegang saham.
Musk mengatakan semata ingin mempromosikan kebebasan berpendapat di Twitter. Ia melihat platform itu sebagai tempat penting untuk berbagi sudut pandang. Musk juga menegaskan akuisisi Twitter itu bukan demi menghasilkan uang. “Perasaan intuitif saya yang kuat mengatakan, memiliki platform publik yang dapat dipercaya dan inklusif sangat penting untuk masa depan peradaban. Saya sama sekali tidak peduli dengan ekonomi,” katanya seperti dikutip The Washington Post.
Kata ”kebebasan” dan frasa “masa depan peradaban” langsung menimbulkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran. Dalam wawancaranya dengan TED tidak lama setelah mengajukan penawaran akuisisi Twitter, Musk menyatakan pentingnya ada media sosial yang inklusif untuk mendukung kebebasan berbicara. “Sangat penting bagi orang-orang untuk memiliki realitas dan persepsi bahwa mereka dapat berbicara secara bebas dalam batas-batas hukum,” kata Musk.
Kritik yang muncul di antaranya soal kebebasan berbicara yang akan mengizinkan konten tentang hasutan atau terorisme. Padahal konten-konten seperti itu terus diberantas oleh Twitter dan perusahaan media sosial lainnya. Dalam wawancara dengan TED, Musk mengakui moderasi konten bukan masalah yang mudah dijelaskan. Namun, menurut dia, Twitter harus sangat hati-hati dengan larangan permanen dan menilai sebaiknya larangan bersifat sementara.
Musk juga tidak mengatakan apakah akan mengubah larangan permanen terhadap mantan Presiden AS Donald Trump untuk kembali ke platform itu. Twitter menangguhkan secara permanen akun Trump menyusul aksi massa yang berujung kerusuhan di Capitol Hill pada 6 Januari 2021. Trump melalui cuitannya dinilai menghasut dan menimbulkan gelombang massa pendukungnya bertindak rusuh.
Twitter adalah pengguna awal tombol ”laporkan penyalahgunaan” setelah anggota parlemen Inggris, Stella Creasy, menerima rentetan ancaman pemerkosaan dan pembunuhan lewat akunnya di Twitter. Pelaku pelecehan daring terhadap Creasy akhirnya tertangkap dan dijatuhi hukuman penjara 18 pekan. Twitter pun berlanjut membuat aturan dan berinvestasi dalam teknologi untuk mendeteksi ancaman kekerasan, pelecehan, dan informasi yang salah yang melanggar kebijakannya.
Selain itu, aneka bukti muncul bahwa Rusia menggunakan media sosial untuk mengganggu pemilihan presiden AS tahun 2016. Sejak itu perusahaan media sosial beramai-ramai meningkatkan upaya melawan kesalahan informasi politik. Kini pertanyaannya, seberapa jauh Musk ingin mengembalikan sistem demi kebebasan berbicara mutlak yang dianutnya. Lebih jauh, apakah pengiklan dan pengguna akan bertahan jika keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya.
Pendukung Trump menyambut gembira pembelian Twitter oleh Musk. Kelompok konservatif menilai pembelian itu akan membuka ruang kebebasan berpendapat yang lebih luas. Di sisi lain, Senator Elizabeth Warren, kritikus platform teknologi, menyebut pembelian itu berbahaya bagi demokrasi. “Miliarder seperti Musk bermain dengan aturan yang berbeda dari orang lain, mengumpulkan kekuatan untuk keuntungan sendiri,” katanya.
”Kami membutuhkan pajak kekayaan dan aturan yang kuat untuk meminta pertanggungjawaban Big Tech,” kata Warren, politikus Partai Demokrat ini.
Gedung Putih menolak mengomentari akuisisi Twitter oleh Musk. Walau demikian, Gedung Putih menyatakan, Presiden Joe Biden telah lama khawatir tentang kekuatan media sosial. ”Kekhawatiran kami bukanlah hal baru. Presiden telah lama mengungkapkan keprihatinannya tentang kekuatan media sosial, termasuk Twitter dan lainnya, untuk menyebarkan informasi yang salah,” kata Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki. Ia menambahkan, platform tersebut perlu dimintai pertanggungjawaban.
Tombol edit menjadi salah satu fitur yang paling banyak diminta untuk diterapkan Twitter. Twitter tidak memiliki cara atau menyediakan opsi mengedit cuitan bagi penggunanya. Satu-satunya cara saat ini dengan menghapus dan mengunggah ulang pesan baru. Musk bertanya kepada 85 juta pengikutnya melalui jajak pendapat di Twitter, apakah mereka menginginkan tombol edit. Sekitar 74 persen dari 4 juta pengguna yang menjawab pertanyaan itu menjawab ya. Tim komunikasi Twitter sehari kemudian menyatakan, perseroan tengah memproses fitur itu, namun tidak berdasarkan tanya jawab yang dilakukan Musk.
Musk ingin membuat algoritma Twitter lebih transparan, bahkan dipublikasikan untuk mencegah ”manipulasi di belakang layar”. Menurut para peneliti, hal itu bisa jauh lebih rumit daripada wacana dan keinginan Musk. Sumber dari kalangan internal Twitter mengungkapkan betapa terikatnya algoritma Twitter dengan bagian lain sebagai suatu produk utuh. Membuka algoritma Twitter dapat mengungkapkan rahasia dagang dan mengundang penyalahgunaan data tertentu.
Tidak jelas apakah Musk akan membuat perubahan pada kebijakan privasi perusahaan. Dia belum mengumumkan rencana untuk mengubah banyak hal dan mungkin akan menghadapi reaksi yang signifikan jika data pengguna menjadi kurang aman. Memiliki Twitter bisa dibilang membuat Musk mengendalikan data pengguna yang lebih sensitif daripada yang dikumpulkan oleh perusahaannya, Tesla dan SpaceX. Pesan langsung di Twitter tidak dienkripsi. Artinya pesan tersebut kurang aman dan berpotensi lebih mudah dilihat oleh orang-orang di dalam perusahaan karena tidak memerlukan kunci enkripsi.
Meskipun memiliki opsi untuk menghapus pesan langsung, Twitter memperingatkan tindakan tersebut hanya menghapus data untuk pengguna individu. Pihak lain masih bisa melihatnya. Artinya pesan itu disimpan di server Twitter. Pesan langsung Musk atau pesan pribadi terkadang menjadi publik. Tahun lalu, misalnya, Musk mengirim pesan kepada seorang remaja yang memiliki akun pelacak jet pribadinya. Musk menawarinya 5.000 dollar AS untuk menghapus akun tersebut, tapi remaja itu menolak. (AP/AFP/REUTERS)