Ukraina Harapkan Suntikan Senjata AS untuk Hadapi Rusia
Militer Rusia terus membombardir kota-kota di Ukraina dengan rudal yang diklaim sangat presisi. Butuh suntikan senjata baru bagi Ukraina, terutama dari AS, untuk bisa bertahan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KIEV, MINGGU — Militer Rusia terus berupaya merobohkan setiap benteng perlawananan warga dan tentara Ukraina. Teror rudal militer Rusia yang diklaim memiliki tingkat ketepatan tinggi menghancurkan sasaran menghujani kota-kota utama Ukraina yang belum bisa ditaklukkan, termasuk Mariupol dan Odessa.
Warga dan militer Ukraina membutuhkan tambahan pasokan senjata dan peralatan tempur lainnya dari sekutunya, termasuk Amerika Serikat, untuk bisa mengimbangi teror Rusia. Rencana kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin ke Kiev, Minggu (24/4/2022), diharapkan bisa menyuntikkan persenjataan baru bagi perlawanan Ukraina.
”Segera setelah kami memiliki (lebih banyak senjata), segera setelah ada cukup banyak, percayalah, kami akan segera merebut kembali wilayah yang untuk sementara diduduki,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Sabtu (23/4) malam.
Zelenskyy memberikan sedikit rincian tentang sistem persenjataan yang dibutuhkan militer Ukraina. ”Bukan hanya hadiah atau semacam kue, kami mengharapkan hal-hal khusus dan senjata khusus,” katanya.
Kunjungan Blinken dan Austin akan menjadi perjalanan tingkat tinggi pertama AS ke Kiev sejak perang dimulai pada 24 Februari. Saat mengunjungi Polandia pada Maret, Blinken melangkah sebentar ke wilayah teritorial Ukraina untuk bertemu dengan Menlu Dmytro Kuleba. Pertemuan tatap muka terakhir Zelenskyy dengan pemimpin AS terjadi pada 19 Februari dengan Wakil Presiden Kamala Harris.
”Saya percaya kami bisa mendapatkan kesepakatan atau bagian paket dari AS untuk mempersenjatai Ukraina yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, kami memiliki pertanyaan strategis tentang jaminan keamanan, yang sekarang saatnya untuk dibahas secara rinci karena Amerika Serikat akan menjadi salah satu pemimpin keamanan bagi negara kami,” katanya.
Gedung Putih belum mengonfirmasi rencana perjalanan Blinken dan Austin. Departemen Luar Negeri dan Pentagon menolak berkomentar.
Zelenskyy mengatakan, militer Rusia telah menembakkan sebagian besar rudal ke kota-kota Ukraina. Dia meyakini, Rusia masih memiliki banyak persediaan dan akan terus menggunakannya untuk menaklukkan Ukraina.
Akan tetapi, ketika banyak warga sipil Ukraina menjadi korban, Zelenskyy menilai sesungguhnya militer Rusia telah melakukan kejahatan perang. Banyak aspek dalam hukum humaniter internasional telah dilanggar militer Rusia dan Kremlin.
Dalam serangan menjelang perayaan Paskah Ortodoks, Sabtu (23/4), pasukan Rusia menggempur sejumlah kota, termasuk kota pelabuhan Odessa. Rudal yang ditembakkan militer Rusia, selain menghantam fasilitas militer, juga menghantam dua bangunan tempat tinggal warga sipil. Salah satu dari delapan korban tewas dalam serangan itu adalah bayi berusia 3 bulan.
”Perang dimulai ketika bayi ini berumur satu bulan. Bisakah Anda bayangkan apa yang terjadi? Saya tidak memiliki kata lain untuk (tindakan) itu,” kata Zelenskyy.
”Apa yang mereka lakukan menjadi argumen yang cukup kuat bagi dunia untuk menyatakan Rusia sebagai negara sponsor terorisme dan militernya sebagai organisasi teroris,” kata Zelenskyy.
Rusia berulang kali membantah telah menjadikan warga sipil sebagai target agresi, yang diklaim sebagai operasi militer khusus. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, rudal yang mereka gunakan memiliki tingkat ketepatan dan akurasi tinggi untuk setiap target, termasuk terminal logistik di Odessa yang menjadi gudang bantuan persenjataan sekutu Ukraina, terutama negara-negara Eropa dan AS.
Nasib Mariupol
Walau mengumumkan bahwa Mariupol telah dikuasai, militer Rusia terus menggempur lokasi-lokasi yang diduga masih dikuasai tentara Ukraina di kota itu, termasuk kompleks industri baja terbesar Azovstal.
Penasihat Kepresidenan Ukraina Oleksiy Arestovic mengatakan, tindakan militer Rusia menyerbu Azovstal berbeda dengan perintah Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya agar pasukannya memblokade lokasi tersebut. Di dalam kompleks, selain masih ada tentara Ukraina, diperkirakan terdapat ribuan warga sipil yang memanfaatkan bangunan-bangunan yang ada untuk tempat berlindung.
Pada Sabtu pagi, Resimen Azov dari Garda Nasional Ukraina, yang anggotanya bersembunyi di pabrik, merilis sebuah rekaman video yang menggambarkan kondisi puluhan perempuan dan anak-anak yang berada di lokasi. Video tersebut menunjukkan tentara memberikan permen kepada anak-anak. Seorang remaja perempuan mengatakan, dia dan kerabatnya belum pernah melihat langit ataupun matahari sejak mereka meninggalkan rumah pada 27 Februari.
Wakil Komandan Resimen Azov Sviatoslav Palamar mengatakan kepada Associated Press, video itu diambil pada Kamis (21/4). Belum ada verifikasi soal keaslian video tersebut. Jika asli, rekaman itu menjadi kesaksian video pertama tentang seperti apa kehidupan warga sipil yang terperangkap di bawah tanah.
Lebih dari 100.000 orang diyakini tetap tinggal di Mariupol dengan sedikit makanan, air, atau pemanas. Populasi kota itu sebelum perang sekitar 430.000 orang. Pihak berwenang Ukraina memperkirakan lebih dari 20.000 warga sipil telah tewas di kota itu.
Sejumlah upaya lain untuk mengevakuasi perempuan, anak-anak, dan warga lansia gagal. Petro Andryushchenko, Penasihat Wali Kota Mariupol, mengatakan, pasukan Rusia tidak mengizinkan bus yang dikelola Ukraina untuk membawa penduduk ke Zaporizhzhia, kota berjarak 227 kilometer arah barat laut Mariupol.
”Pada pukul 11.00, setidaknya 200 warga Mariupol berkumpul di dekat pusat perbelanjaan Port City, menunggu evakuasi,” tulis Andryushchenko di aplikasi pesan Telegram. ”Militer Rusia mendatangi mereka dan memerintahkan untuk bubar karena akan ada seragan.”
Pada saat yang sama, katanya, sebuah bus milik militer Rusia mengangkut warga Mariupol yang hendak menyelamatkan diri. Mereka dibawa ke wilayah yang diduduki separatis dan tidak diizinkan untuk turun, kata Andryushchenko. Akunnya tidak dapat diverifikasi secara independen. (AP/AFP/Reuters)