Turki menutup ruang udara untuk dilewati penerbangan sipil dan militer Rusia yang terbang ke Suriah. Penutupan ini diduga untuk menghentikan pasokan petempur Suriah ke Ukraina yang disiapkan guna membantu militer Rusia.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
ANKARA, SENIN — Pemerintah Turki menutup wilayah udaranya bagi penerbangan sipil dan militer Rusia yang terbang ke Suriah. Pemerintah Rusia masih memiliki kesempatan untuk menggunakan ruang udara itu hingga akhir April ini, setelah itu akan ditutup selama tiga bulan ke depan.
”Kami menutup wilayah udara untuk pesawat militer Rusia dan bahkan pesawat sipil yang terbang ke Suriah. Mereka memiliki waktu hingga April,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Sabtu (23/4/2022), seperti dikutip sejumlah media Turki di tengah penerbangan menuju sejumlah negara Amerika utara.
Cavusoglu mengatakan, dia telah menyampaikan keputusan Pemerintah Turki itu kepada koleganya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Keputusan itu juga telah diteruskan ke Presiden Rusia Vladimir Putin, yang telah mengeluarkan perintah tidak terbang melalui wilayah udara Turki.
Keputusan tersebut menandai salah satu keputusan paling keras yang diambil oleh Turki, mitra dekat Rusia. Meski Turki adalah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan juga memiliki kerja sama militer dengan Kremlin.
Cavusoglu tidak menjelaskan alasan Pemerintah Turki menutup wilayah udaranya untuk digunakan oleh penerbangan sipil dan militer Rusia. Namun, diduga, alasan penutupan wilayah udara ini adalah untuk mencegah semakin banyaknya petempur Suriah masuk ke Ukraina guna membantu agresi militer Rusia.
Kepala Pemantau HAM Suriah (SOHR) Rami Abdurrahman menyebut 18.000 warga Suriah mendaftar menjadi tentara bayaran Rusia. Selain itu, 700 anggota tentara Suriah diterbangkan ke Ukraina untuk berperang bersama tentara Rusia. Mereka anggota unit pasukan khusus Suriah yang bertahun-tahun bersama tentara Rusia memerangi oposisi dan kelompok teror di Rusia.
”Rusia mencari milisi berpengalaman. Mereka tidak mau yang belum pernah bersama orang Rusia,” ujar Abdurrahman, yang tinggal di London dan menentang rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad (Kompas.id, 19 April 2022).
Pada saat yang sama Presiden Rusia Vladimir Putin telah menunjuk mantan komandan pasukan Rusia di Suriah, Jenderal Alexander Dvornikov, memimpin pasukan Rusia di Ukraina. Penunjukan ini dilakukan setelah satu setengah bulan Rusia melakukan agresi militer tidak kunjung memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan, militer Rusia gagal menaklukkan Kiev, ibu kota Ukraina.
Seperti dilansir laman Middleeastmonitor, Dvornikov dijuluki sebagai ”Penjagal Suriah” dengan pengalaman memimpin militer Rusia untuk membantu rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad tahun 2015 dan tahun 2016. Dia juga memiliki peran menonjol saat Rusia menganeksasi Crimea.
Sejauh ini tidak ada komentar dari Pemerintah Rusia terhadap keputusan Turki menutup wilayah udara mereka.
Turki telah berusaha memediasi konflik Ukraina-Rusia dengan menjadi tuan rumah pertemuan di antara delegasi dua negara tersebut. Ankara saat ini tengah mencoba mengatur pertemuan puncak antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Namun, adanya dugaan kejahatan perang yang dilakukan militer Rusia di Bucha membuat prospek pembicaraan itu masih suram.
Cavusoglu mengatakan, jika dalam proses mediasi para pihak menginginkan adanya kesepakatan, hal itu tidak terelakkan. Akan tetapi, Cavusoglu menilai, hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat.”Hal itu mungkin butuh waktu lama, tetapi hal itu juga bisa terjadi secara tiba-tiba,” ujarnya. (AFP)