Ukraina tetap berupaya mengevakuasi warga sipil yang masih terjebak di Mariupol. Rusia sudah diminta membuka koridor kemanusiaan dan gencatan senjata untuk sementara. Tetapi Rusia tak mau.
Oleh
LUKI AULIA, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
AFP/ED JONES
Warga kota Mariupol yang berhasil keluar dari kota Mariupol akhirnya bertemu dengan keluarga dan teman ketika sampai di kota Zaporizhzhia, 21 April 2022.
Upaya untuk mengevakuasi warga sipil dari kota Mariupol, Ukraina, kembali gagal. Melalui saluran telegram, seorang pejabat lokal di Mariupol mengatakan, tentara Rusia membubarkan sekelompok warga yang bersiap untuk dievakuasi. Jumlah mereka sekitar 200 orang.
Menurut pejabat itu, saat membubarkan para pengungsi itu, tentara Rusia mengingatkan bahaya penembakan. Kegagalan itu menandai sulitnya upaya untuk mengevakuasi warga sipil Ukraina dari Mariupol.
Jumat lalu, otoritas Ukraina tengah menyiapkan rencana evakuasi dari Mariupol. Upaya itu diambil dengan memanfaatkan koridor kemanusiaan yang pernah dibicarakan dalam perundingan antara Rusia dan Ukraina.
”Jika semua berjalan sesuai rencana dan tidak ada aral melintang, kita akan evakuasi warga mulai besok siang. Ada kemungkinan pasukan Rusia akan berusaha mengevakuasi warga Ukraina ke Rusia,” kata Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk melalui aplikasi telegram.
Warga sipil yang hendak dievakuasi diimbau untuk berkumpul di jalan raya dekat pertokoan Port City, Mariupol. Awal pekan ini, evakuasi warga sipil dari Mariupol sempat terganjal. Tiga bus yang membawa warga sipil dari kota itu tertahan selama tiga hari karena dicegat pasukan Rusia. Setelah bernegosiasi, ketiga bus itu akhirnya bisa melanjutkan perjalanan dan tiba di Zaporizhzhia, Kamis lalu.
AP/ALEXEI ALEXANDROV
Konvoi kendaraan lapis baja Rusia melaju di sebuah jalan utama di dekat Mariupol pada Senin (18/4/2022).
Kali ini evakuasi lanjutan dari Mariupol kembali menemui hambatan. Padahal ada harapan besar evakuasi dapat dilakukan dengan lancar mengingat akan ada perayaan Paskah Ortodoks yang sama-sama diperingati kedua negara. Semula pada Paskah tahun ini, kedua pihak diharapkan menyepakati gencatan senjata. Namun, harapan itu memudar karena Rusia kembali menyerang pabrik Azovstal dari udara.
Batalyon Azov, resimen nasionalis Ukraina yang ikut melawan Rusia di Mariupol, mengunggah rekaman video yang menunjukkan warga sipil, termasuk anak-anak, yang sedang bersembunyi di pabrik Azovstal. Mereka mengaku sudah bersembunyi di pabrik itu selama dua bulan. Ukraina berulang kali meminta ada gencatan senjata terlebih dahulu agar warga sipil bisa dievakuasi.
”Sayangnya, Rusia menolak usulan agar ada gencatan senjata ketika Paskah,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Pada kesempatan berbeda, Presiden Dewan Eropa Charles Michel juga mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin membiarkan warga sipil dievakuasi dengan aman.
Rusia beberapa kali menyatakan akan mempertimbangkan gencatan senjata demi alasan kemanusiaan. Akan tetapi, gencatan senjata hanya akan terjadi jika pasukan Ukraina menyerah atau meletakkan senjata.
Hingga saat ini, sejak Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari, 5.163.686 penduduk Ukraina mengungsi. Menurut Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), 90 persen pengungsi itu adalah perempuan dan anak-anak. Selain warga Ukraina, berdasarkan catatan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), ada 218.000 pengungsi dengan latar belakang kewarganegaraan berbeda.
AFP/ED JONES
Keluarga pengungsi Ukraina saat tiba di Zaporijjia pada Jumat (22/4/2022). Mereka berhasil keluar dari Mariupol.
Mereka adalah pelajar atau pekerja migran yang selama ini tinggal di Ukraina.
Sebagian besar pengungsi asal Ukraina, yaitu sebanyak 2.884.764 orang, mengungsi ke Polandia. Sebagian dari mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke negara-negara lain di Eropa. Selain itu, ada pengungsi lain—sebanyak 578.255 orang—mengungsi ke Rusia.
Kini—di tengah ketidakpastian tentang gencatan senjata—atas perintah Putin, misi pasukan Rusia adalah menguasai Donbas dan wilayah Ukraina selatan sepenuhnya. Target itu dicanangkan untuk membuka koridor ke Crimea, wilayah yang dicaplok Rusia pada 2014.
Rusia mengklaim sudah menguasai Mariupol sepenuhnya, tetapi Ukraina menyangkal dan menyatakan pasukan Ukraina masih melakukan perlawanan. Rusia berpindah kembali fokus ke Mariupol setelah tak berhasil menguasai ibu kota Kiev.
Wakil Komandan Distrik Militer Pusat Rusia Rustam Minnekayev mengatakan, dengan menguasai wilayah Ukraina selatan sepenuhnya, Rusia akan bisa membuka akses ke Transdniestria. Itu artinya, pasukan Rusia harus terus merangsek masuk melewati kota Odesa.
AP/ALEXEI ALEXANDROV
Warga lokal berkumpul di sekitar generator untuk mengisi ulang telepon selular mereka di sebuah wlayah yang dikontrol oleh milisi dukungan Rusia di Mariupol pada Jumat (22/4/2022).
Hingga Sabtu petang, dikabarkan serangan udara terus terjadi di Odesa. Sedikitnya lima orang tewas dan 18 luka-luka dalam serangan rudal oleh Rusia ke sejumlah target di Odesa. Menurut keterangan Komando Pertahanan Udara Wilayah Selatan, disebutkan dua rudal Rusia menghantam sebuah fasilitas militer dan dua bangunan di Odesa.
Kejahatan
Buruknya situasi di Ukraina terus menjadi perhatian dunia. Salah satu kasus yang kini tengah diselidiki adalah kasus dugaan kejahatan perang di Bucha. Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia yang mendatangi kota Bucha sudah mendokumentasikan bukti-bukti terjadinya ”pembunuhan termasuk eksekusi terhadap sekitar 50 warga sipil”.
Ravina Shamdasani, juru bicara komisaris tinggi PBB untuk HAM, mengatakan, pasukan Rusia ”tanpa pandang bulu menyerang dan mengebom daerah berpenduduk, membunuh warga sipil, dan menghancurkan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur sipil lain yang semua itu mengandung unsur-unsur kejahatan perang”. Pemerintah Ukraina juga menyebutkan lebih dari 1.000 jasad warga sipil ditemukan di Kiev.
Institut Pilecki Berlin yang didedikasikan untuk meneliti sejarah abad ke-20, termasuk kejahatan Nazi dalam Perang Dunia II, akan memanfaatkan pengalaman itu untuk mengumpulkan kesaksian dari para pengungsi mengenai kemungkinan adanya kejahatan perang di Ukraina.
Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) sudah memulai penyelidikan secara formal terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan setelah Rusia menyerang Ukraina.
”Kami mengumpulkan semua laporan saksi tentang kejahatan perang di Ukraina dengan mengandalkan pengalaman yang kami miliki sebagai institusi yang biasanya menangani suara-suara korban Perang Dunia II,” kata Wakil Institut Pilecki, Mateusz Falkowski.
Wawancara dimulai dengan meminta deskripsi tertulis secara singkat tentang kondisi saksi selama perang. ”Kuesioner dibuat dengan bantuan profesional hukum untuk memastikan datanya relevan secara hukum setelah perang. Artinya, secara ilmiah kita sedang membangun arsip sejarah lisan. Saya berharap Ukraina tidak akan dilupakan,” kata Falkowski. (AFP/REUTERS)