Macron Tetap Diunggulkan di Putaran Kedua Pemilu Perancis
Jajak pendapat jelang putaran kedua pemilu presiden di Perancis memperlihatkan keunggulan Emmanuel Macron atas Marine Le Pen. Meski demikian, ada sebersit kekhawatiran di kubu Macron dan pendukungnya di Eropa.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
PARIS, SABTU — Para pendukung pemerintah petahana Perancis dan sejumlah pemimpin negara-negara Eropa meyakini Emmanuel Macron, Presiden Perancis saat ini, mampu memenangi pemilihan umum presiden putaran kedua yang akan berlangsung hari Minggu (24/4/2022). Namun, pada saat yang sama, mereka juga mengkhawatirkan kemungkinan terjadi kekacauan pascapemilihan, seperti yang terjadi pascakeluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) atau kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan jelang pemilihan putaran kedua memperlihatkan kemungkinan Macron akan memenangi pemilihan kali ini atas pesaingnya, Marine Le Pen. Meski begitu, kekhawatiran membersit di kubu Macron dan banyak pemimpin Eropa lainnya.
Tidak mudah mendorong para pemilih di Perancis untuk mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) dan memberikan suaranya kepada Macron. Untuk mendorong hal itu, sejumlah pemimpin Eropa Barat, seperti Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanches, Perdana Menteri Portugal Antonio Costa, menulis di sejumlah media.
Mereka memperingatkan para pemilih Perancis soal populisme dan ekstrem kanan hingga menyoroti kekaguman Le Pen kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dijadikannya sebagai model ideologis dan politis. ”Mereka telah menggemakan serangannya terhadap minoritas serta keragaman, dan tujuannya untuk keseragaman nasionalis,” tulis Scholz, Sánchez, dan Costa.
Empat survei terpisah yang muncul dua hari berturut-turut pascadebat nasional, yaitu Kamis dan Jumat (21-22/4/2022), menunjukkan skor Macron tetap stabil atau sedikit meningkat mencapai antara 55,5-57,5 persen. Sementara Le Pen menyusul pada angka antara 44 persen dan 47 persen.
Akan tetapi, apabila melihat pemilihan umum sebelumnya ketika Macron dan Le Pen juga berhadapan satu sama lain, hasil jajak pendapat terbaru itu memperlihatkan kemajuan besar yang dilakukan Le Pen dan partainya. Pada pemilihan tahun 2017, Macron unggul jauh dengan 66 persen suara, sedangkan Le Pen hanya memperoleh separuhnya.
Namun, Le Pen tidak memedulikan hasil jajak pendapat yang memprediksi kekalahannya dari Macron. ”Jajak Pendapat bukan sesuatu yang menentukan pemilihan. Bila Emmanuel Macron tetap memimpin Perancis, negara ini akan merasakan hukuman seumur hidup,” katanya saat berkampanye di kota Etaples, Channel utara.
Sementara, Macron memanfaatkan sisa waktu kampanye sepanjang Jumat (22/4/2022) untuk tetap menyerang Le Pen, terutama kebijakannya yang menyerang minoritas, terutama minoritas Muslim. Dia mengatakan, kebijakan-kebijakan yang ditawarkan Le Pen adalah upaya untuk menutup-nutupi platform ekstrem kanan dengan menstigmatisasi kelompok minoritas. Hal ini, lanjut Macron, jauh dari prinsip dasar Uni Eropa, yaitu melindungi individu, hak asasi manusia, dan kebebasan.
Sejumlah kritikus mengkhawatirkan kemungkinan terpilihnya Le Pen yang akan mengancam demokrasi di negara itu. AS, yang telah menganggap Perancis sebagai sekutu tertuanya, tak ketinggalan melontarkan kekhawatiran tersebut meski hubungan kedua negara sedikit retak setelah kasus pembatalan pembelian kapal selam oleh Australia. Washington menilai, keterpilihan Le Pen nantinya akan menjadi masalah bagi mereka dan juga merusak persatuan Trans-Atlantik (NATO).
Para analis juga mengatakan, tingkat keengganan warga Perancis untuk tidak menggunakan hak suaranya bisa mencapai 25-30 persen, khususnya di antara para pemilih sayap kiri yang tidak senang dengan agenda pro-bisnis Macron. Tingkat partisipasi ini adalah yang terendah sejak pemilihan presiden tahun 1969.
Tak hanya itu, liburan musim semi di sebagian besar wilayah Perancis diduga akan berkontribusi pada tingginya tingkat keengganan warga menggunakan hak pilihnya. Situasi ini meningkatkan ketegangan atas hasil penghitungan suara nantinya.
Pemimpin sayap kiri Jean-Luc Melenchon mengatakan, dirinya tidak akan menginstruksikan pengikutnya untuk memilih Macron dan menolak mentah-mentah Le Pen. Jika dia menang, Macron akan menjadi presiden Perancis pertama yang terpilih kembali sejak Jacques Chirac pada 2002. (AP/AFP)