WHO merekomendasikan obat pil Covid-19 buatan Pfizer untuk mengobati pasien Covid-19 bergejala ringan, tetapi tetap berisiko tinggi. Pil ini terbukti efektif mencegah pasien sampai sakit parah dan dirawat di rumah sakit.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
GENEVA, JUMAT — Organisasi Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat merekomendasikan penggunaan pil antivirus, Paxlovid, bagi pasien Covid-19 bergejala ringan, tetapi masih berisiko tinggi yang dirawat di rumah sakit. Pil buatan perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer, itu dinilai lebih baik dibandingkan obat antivirus Remdesivir buatan perusahaan bioteknologi AS, Gilead. Kombinasi Nirmatrelvir dan Ritonavir dari Pfizer dinilai menjadi pilihan terbaik pengobatan bagi orang yang tidak divaksin, orang lanjut usia, atau orang dengan gangguan kekebalan dengan Covid-19.
WHO juga prihatin dengan ketidaksetaraan akses vaksin Covid-19 hingga membuat negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah harus mengantre lebih lama. Hal itu disebutkan para ahli WHO dalam jurnal medis BMJ yang dipublikasikan pada Jumat (22/4/2022). Bagi pasien bergejala ringan, tetapi berisiko tinggi, WHO tidak terlalu merekomendasikan obat antivirus Remdesivir. Obat ini bisa digunakan, tetapi sifatnya situasional. Sebelumnya, WHO bahkan tidak merekomendasikan obat itu. WHO lebih merekomendasikan Paxlovid, pil Molnupiravir buatan Merck, dan antibodi monoclonal ketimbang Remdesivir.
Para ahli di WHO menyebutkan, obat Covid-19 produksi Pfizer ini terbukti efektif mencegah pasien dirawat di rumah sakit. Pilihan ini lebih baik dari yang tersedia, tidak terlalu berisiko seperti Molnupiravir, serta relatif lebih mudah diberikan ketimbang Remdesivir dan antibodi intravena.
Rekomendasi terbaru WHO ini didasarkan pada temuan dari dua uji coba yang melibatkan sekitar 3.100 pasien. Hasilnya, Paxlovid berhasil mengurangi risiko masuk rumah sakit hingga 85 persen. Hasil uji coba itu juga menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam risiko kematian dan sedikit atau tidak ada risiko efek samping yang mengarah pada penghentian obat.
Rekomendasi WHO ini berlaku untuk orang yang berusia di atas 18 tahun, tetapi tidak untuk perempuan hamil dan menyusui. Ini juga tidak berlaku bagi pasien dengan risiko komplikasi penyakit yang rendah karena tak akan banyak manfaatnya. Para ahli di WHO belum bisa berkomentar mengenai efektivitas obat ini bagi pasien dengan penyakit yang parah karena kurangnya data. Meski merekomendasikan Paxlovid, WHO tetap mengingatkan keterbatasan pengobatan antivirus itu. ”Obat hanya bisa diberikan ketika penyakitnya masih di stadium awal,” tulis para ahli.
Ini berarti pasien yang hasil tesnya positif harus segera diberi resep pil itu oleh dokter. Ini bisa menjadi persoalan bagi negara miskin. WHO berharap pil Covid-19 ini akan bisa mengakhiri pandemi dan pasien sakit parah yang harus dirawat di rumah sakit karena akan menjadi seperti obat pil biasa yang dikonsumsi di rumah. Pasien harus mulai meminum pil Paxlovid dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala, kemudian pengobatan dilakukan selama lima hari. Sementara obat Remdesivir bisa diminum selama tujuh hari setelah gejala muncul, tetapi diberikan dengan interval tiga hari.
WHO meminta Pfizer menetapkan harga Paxlovid dan mengimbau agar penawarannya lebih transparan. Penasihat senior WHO yang menangani akses pada obat-obatan, Lisa Hedman, menyebutkan, satu paket penuh Paxlovid harganya 530 dollar AS (sekitar Rp 7,6 juta) di AS. Sumber lain yang belum dikonfirmasi oleh WHO menyebutkan harga 250 dollar AS di negara berpenghasilan menengah ke atas. Sementara Remdesivir harganya 520 dollar AS. ”Namun, versi generik obat ini yang dibuat perusahaan di India dijual seharga 53-64 dollar AS,” ujarnya.
Meski rekomendasi WHO ini sudah berasal dari hasil uji coba, tetap saja masih ada pertanyaan apakah virus bisa membangun resistensi terhadap pengobatan ini. Awal bulan ini, CEO Pfizer Albert Bourla menyatakan optimistis obat Paxlovid akan efektif dan diterima masyarakat karena orang mulai bosan jika harus disuntik vaksin penguat lagi.
Pfizer dikecam publik karena dianggap memprioritaskan negara-negara kaya ketika menjual vaksinnya. Oleh karena itu, Pfizer telah mengizinkan beberapa produsen obat generik di seluruh dunia untuk membuat versi Paxlovid yang lebih murah di bawah skema yang didukung PBB. WHO sangat merekomendasikan Pfizer agar membiarkan lebih banyak lagi produsen generik yang memproduksi obat itu sehingga lebih cepat tersedia dan harganya terjangkau. (REUTERS/AFP)