Pilpres Timor Leste Putaran Kedua Digelar, Guterres Minta Pendukungnya Legawa
Sebanyak hampir 860.000 orang dari 1,3 juta warga Timor Leste berhak memilih dalam pilpres tahun ini. Penghitungan total suara memakan waktu beberapa hari dengan hasil sementara dapat dirilis sehari setelah pemilihan.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
DILI, SELASA — Ratusan ribu warga Timor Leste yang memiliki hak untuk memilih pada putaran kedua pemilihan presiden mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk menyalurkan hak politik mereka pada Selasa (19/4/2022). Calon yang merupakan presiden petahana, Francisco ”Lu Olo” Guterres, meminta para pendukungnya untuk tenang dan menerima apa pun hasil pemilihan. Hasil sementara penghitungan paling cepat diketahui pada Rabu ini.
Guterres berhadapan dengan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Jose Ramos-Horta, dalam putaran kedua pilpres Timor Leste kali ini. Ramos-Horta unggul dalam putaran pertama pilpres yang digelar bulan lalu. Namun, ia gagal mendulang suara mayoritas atau memperoleh dukungan di atas 50 persen dari total suara pemilih sebagai syarat kemenangan mutlak. Pada putaran pertama, Ramos-Horta meraup 46 persen suara pemilih, unggul atas Guterres yang hanya memperoleh 22 persen suara.
Sekitar 860.000 orang dari 1,3 juta warga Timor Leste berhak memilih dalam pilpres tahun ini. Penghitungan seluruh suara diperkirakan memakan waktu beberapa hari dengan hasil sementara dapat dirilis sehari setelah pemilihan. Pada putaran pertama pilpres, partisipasi di 1.200 tempat pemungutan suara di seluruh wilayah negara itu mencapai 77 persen. Presiden terpilih Timor Leste secara resmi akan dilantik pada 20 Mei mendatang dengan jabatan selama lima tahun.
”Saya mengimbau masyarakat untuk menerima apa pun hasil pemilu ini dengan bijaksana,” kata Guterres kepada wartawan saat memberikan suara di Dili, ibu kota Timor Leste. Mantan pemimpin gerilya itu berjanji jika menang akan memastikan stabilitas nasional dan mematuhi misi—sebagaimana ada dalam konstitusi—sebagai presiden.
Posisi saling berhadapan dalam pilpres putaran kedua kali ini merupakan yang kedua. Pada pemilu 2007, Ramos-Horta juga berhadapan dengan Guterres. Kala itu pemilu dimenangi dengan mudah oleh Ramos-Horta.
Ketika Guterres terpilih menjadi presiden pada tahun 2017, relasi kedua tokoh utama Timor Leste itu kurang harmonis. Keduanya saling menyalahkan saat situasi politik negeri itu tengah memasuki masa suram. Pada tahun 2018, Guterres menolak untuk mengambil sumpah sembilan calon anggota kabinet dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Timur (CNRT). Ini adalah partai yang dipimpin oleh mantan perdana menteri (PM) Xanana Gusmao.
Dalam pemilu tahun ini, Xanana mendukung pencalonan Ramos-Horta sebagai presiden Timor Leste. Seperti Guterres, Ramos-Horta juga telah berjanji untuk menghormati hasil pemilu terlepas dari hasilnya.
Jika menang, Ramos-Horta berjanji untuk memecahkan kebuntuan yang telah berlangsung lama di antara dua partai politik utama di negara termuda di Asia Tenggara itu. Kedua partai utama itu adalah CNRT dan Fretilin. Fretilin atau Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka adalah partai Guterres.
”Jika menang, saya akan menggelar dialog dengan partai-partai politik, termasuk Fretilin, sehingga mereka dapat bekerja sama untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di Timor Leste,” kata Ramos-Horta sambil mengangkat tinggi-tinggi jarinya yang bernoda tinta warga ungu sebagai tanda telah memberikan suara.
Seusai memberikan suaranya pada pilpres putaran kedua, Ramos-Horta mengatakan warga lelah dengan perseteruan politik, yang menurut dia telah menyebabkan pengabaian masalah sosial dan ekonomi serta melonjaknya harga pangan.
”Masyarakat Timor Leste menginginkan pemimpin baru untuk menyelesaikan masalah ekonomi di negara ini,” katanya. Dia berjanji untuk mengurangi kemiskinan, menyediakan layanan kesehatan bagi ibu dan anak-anak, serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja jika terpilih.
Dia juga berjanji untuk membangun komunikasi dengan partai-partai yang memerintah untuk memulihkan mandat konstitusional dan untuk mencegah penurunan ekonomi yang lebih parah. Ia akan mendorong Timor Timur untuk bergabung dengan ASEAN dalam dua tahun ke depan. ”Ini adalah masalah yang sangat penting bagi kami dan saya akan menjaga kontak diplomatik dengan para pemimpin ASEAN untuk mewujudkannya,” katanya kepada para wartawan.
Sementara itu, Fretilin mengatakan Ramos-Horta tidak layak menjadi presiden. Fretilin menuduh Ramos-Horta adalah penyebab krisis ketika ia duduk sebagai PM pada 2006. Krisis itu ditandai dengan terbunuhnya puluhan orang ketika persaingan politik berubah menjadi konflik terbuka di jalan-jalan di kota Dili.
Kebuntuan politik terakhir di Timor Leste menyebabkan pengunduran diri PM Taur Matan Ruak pada Februari 2020. Namun, dia setuju untuk tetap memegang jabatan itu sampai pemerintahan baru terbentuk dan untuk mengawasi langkah negara tersebut menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintahan Ruak telah beroperasi tanpa anggaran tahunan dan mengandalkan suntikan bulanan dari simpanan dana negara.
Dalam kampanyenya, Ramos-Horta menyatakan ia akan mengadakan pemilihan parlemen secara dini jika mayoritas baru di parlemen—notabene berbasis pada CNRT—tidak dapat dinegosiasikan di antara partai-partai di parlemen saat ini. Banyak yang khawatir bahwa pemilu lebih awal akan mengobarkan ketegangan antarpartai daripada menenangkan politik Timor Leste.
Keunggulan Ramos-Horta pada putaran pertama pemilihan kemungkinan telah melemahkan aliansi yang berkuasa saat ini, yaitu Fretilin, Partai Pembebasan Rakyat (PLP), dan Khunto. Ketiga partai tersebut diketahui sebagai partai pendukung Guterres. PLP pimpinan Ruak dan partai Khunto yang berbasis di perdesaan secara terbuka berkomitmen untuk melanjutkan aliansi mereka dengan Fretilin hingga akhir masa parlemen tahun 2023. (AFP/AP)